Dinkes Kota Surabaya Catat Penurunan Stunting Signifikan di 2023
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya mencatat terjadi penurunan angka stunting yang signifikan dari tahun 2022 menuju 2023. Jumlah balita stunting di Kota Pahlawan hingga bulan November 2023 ada 344 kasus, sedangkan pada tahun 2022 tercacat ada 923 balita mengalami stunting.
Kepala Dinkes Kota Surabaya, Nanik Sukristina menyebut bahwa hal tersebut tak lepas dari upaya percepatan penurunan stunting yang dilakukan dari hulu ke hilir, mulai dari remaja, calon pengantin (cantin), ibu hamil dan balita. Dinkes memiliki puluhan program untuk upaya penurunan stunting.
"Kami punya program Surabaya Emas (Surabaya eliminasi masalah stunting), permakanan kudapan tinggi protein hewani bagi balita dengan status kurang gizi, Jago Centing (Jagongan Cegah Stunting), Pentas (Pendampingan Balita Stunting), Penari Tampan (Pendampingan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan)," terang Nanik Selasa, 5 Desember 2023.
Lanjutnya, ada pula program Kampung ASI, Kampung KB, Pemberian Susu Pangan olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) bagi balita dengan indikasi medis khusus, One Pediatritian One Puskesmas (1P1P), pemberian MMS pada catin dan ibu hamil, serta aplikasi integrasi sayang warga.
Nanik melanjutkan, agar tidak kecolongan pihaknya juga memantau Pemberian Makanan Tambahan (PMT) agar sesuai dengan kebutuhan gizi balita dan tepat sasaran. PMT Penyuluhan diberikan pada saat Posyandu Balita dengan sasaran semua balita di Posyandu, minimal satu bulan sekali berupa kudapan protein hewani.
"Permakanan kudapan tinggi protein hewani, dengan sasaran balita stunting, pra stunting, balita gizi buruk dan balita kurang gizi diberikan setiap hari, berupa kudapan protein hewani, telur dan susu. Biskuit dan taburia juga diberikan untuk balita kurang gizi," terangnya.
Menurutnya, faktor determinan penyebab balita stunting di Surabaya tidak semata karena satu faktor saja. Tetapi dipicu oleh beberapa hal seperti, kurangnya asupan kepada balita, yang bisa disebabkan karena kurangnya pemberian makanan yang bergizi.
"Hal ini bisa disebabkan kurangnya pengetahuan ibu, sehingga salah dalam pemilihan makanan, ataupun kebiasaan memilih-milih makanan pada balita, sehingga nilai gizi yang sampai kepada balita menjadi kurang," terang Nanik.
Selain faktor kurang gizi, tambah Nanik, stunting juga bisa diakibatkan karena balita sering sakit atau pernah mengalami infeksi kronis. Penyakit kronis pada balita bisa dipengaruhi lingkungan dan lainnya. "Pertukaran udara yang tidak baik, sehingga balita sering menderita batuk, pilek, demam dan diare, akibatnya berat badan dan tinggi badannya menjadi sulit naik," tandasnya.
Advertisement