Dinasti Politik 20 Tahun Itu Tumbang Terkena OTT KPK
Seorang mantan wartawan yang akrab dengan Hasan Aminuddin, anggota DPR RI mengaku kaget luar biasa. Melalui grup Whatapps (WA), mantan kuli disket yang biasa dipanggil Cak Ijo itu mengaku sangat mengenal Bindere Hasan –panggilan akrab Hasan Aminuddin.
Bindere Hasan, Cak Ijo menyebutnya, “Sang Pendekar, Pendekarnya Pendekar. Rasanya tak mungkin ia rela mencoreng ketokohannya dengan kasus ecek-ecek. Jual beli jabatan menurut saya kasus ecek-ecek untuk ukuran seorang tokoh sekualitas Bindere Hasan,” katanya.
Nilai “ecek-ecek” itu tentu saja mengarah pada uang Rp362 juta yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Probolinggo, Senin dini hari, 30 Agustus 2021 lalu. Komisi antirasuah itu menangkap, Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, dan delapan aparatur sipil negara (ASN).
Sehari kemudian, Selasa, 31 Agustus 2021, KPK menetapkan 22 tersangka dalam kasus jual beli jabatan kepala desa (kades) di Kabupaten Probolinggo.
Memang yang menjadi pertanyaan, mengapa “sekecil” itu nilai uang korupsi yang diamankan KPK? Padahal Kabupaten Probolinggo memiliki 325 desa. Sebanyak 62 desa sudah menggelar pemilihan kepala desa (pilkades) serentak, 2 Mei 2021 lalu.
Pemkab Probolinggo kemudian berencana menggelar pilkades serentak tahap kedua di 252 desa. Pertimbangannya, jabatan kepala desa (kades) di 352 desa itu akan berakhir pada 9 September 2021.
Untuk mengisi kekosongan jabatan kades di 252 itulah, Pemkab Probolinggo kemudian menunjuk penjabat (pj) kades. Dari sinilah, versi penyidik KPK, muncul dugaan korupsi.
Yakni, ASN yang akan ditempatkan sebagai Pj kades diminta membayar Rp20 juta. Juga diminta membayar “upeti” Rp5 juta per hektare tanah kas desa (tanah bengkok), kelak jika sudah menjadi Pj kades.
Jika semua Pj kades sebanyak 252 orang membayar uang pelicin Rp20 juta, tentunya akan terkumpul Rp504 juta. Diduga belum semua Pj kades menyetorkan uang pelicin.
KPK pun “hanya” menjadikan dua camat (Paiton dan Krejengan), dan seorang Pj kades di Desa Karangren, Kecamatan Krejengen sebagai tersangka.
Di luar empat orang penerima suap, yakni Bupati Tantri dan Hasan, Camat Paiton Muhammad Ridwan, dan Camat Krejengan Doddy Kurniawan, juga terdapat 18 ASN. Ke-18 ASN yang hendak menjadi Pj kades itu sebagai pemberi suap.
Kembali ke unggahan di grup WA, Cak Ijo menutup tulisannya dengan menyatakan, Bindere Hasan tidak cuma dikelilingi teman, melainkan juga lawan yang sama-sama pendekar. “Dan tidak ada pendekar yang tidak pernah kalah,” tutupnya.
Ungkapan ini klop dengan peribahasa, “Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya gawal juga.” Kali ini lompatan Hasan bersama istrinya, Tantri, panggilan akrab Puput Tantriana Sari akhirnya jatuh juga.
Bajing (tupai) yang terjatuh itu kemudian di mata sebagian khalayak di Probolinggo yang sedang dilanda euforia dianggap sebagai “bajingan” (baca: koruptor). Sebagian warga, terutama kalangan pegiat antikorupsi, mengaku bersyukur sekaligus merayakan kemenangan.
Sebagian warga melakukan cukur gundul rambutnya di sejumlah tempat, termasuk di depan Kantor Bupati Probolinggo di Jalan Panglima Sudirman, Kota Kraksaan. Sebagian lagi membentangkan spanduk dari kain putih untuk menggalang 10.000 tanda tangan demi mendukung kinerja KPK memberantas korupsi.
“Momen OTT KPK ini semoga menjadi pintu pembuka untuk membongkar dugaan kasus-kasus korupsi yang lebih besar di Kabupaten Probolinggo yang selama ini mengendap,” ujar Bupati DPD Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Probolinggo, Syamsudin.
Hal senada diungkapkan aktivis antikorupsi lainya, Syarful Anam. Ia mengaku sudah lama mengawal kasus-kasus korupsi di Kabupaten Probolinggo, namun semuanya kandas. “Syukurlah akhirnya, KPK akhirnya berhasil melakukan OTT,” katanya.
Bisa dikatakan dinasti politik di Kabupaten Probolinggo yang berusia sekitar 20 tahun itu akhirnya tumbang. Dinasti politik itu tidak terlepas dari karier politik Hasan, yang menjabat Bupati Probolinggo dua periode, 2003-2008 dan 2008-2013.
Setelah itu, jabatannya digantikan istrinya Puput Tantriana Sari, juga dalam dua periode, 2013-2018 dan 2018-2023. Namun karier politik Tantri berakhir di tengah jalan setelah terkena OTT KPK.
Jauh sebelum terkena OTT, Hasan sebenarnya sudah berkali-kali dilaporkan ke penegak hukum, mulai kepolisian hingga KPK. Merujuk situs rekamjejak.net, Hasan pernah dilaporkan ke KPK dalam sejumlah kasus.
Portal berita dan informasi pejabat tinggi itu mencatat jejak Hasan yang diduga terlibat korupsi Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM) tahun 2006. Pengadaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun 2009. Serta proyek pembangunan Gedung Islamic Center (GIC).
Hasan juga diduga menerima gratifikasi senilai Rp4 miliar dari pembangunan Gedung Islamic Center (GIC). Pembangunan gedung di sebelah utara alun-alun Kota Kraksaan itu dikerjakan rekanan (kontraktor) PT Marokok Abadi, yang dipimpin Soleh Aminuddin, kakak Hasan Aminuddin.
Namun tiga kasus besar yang dilaporkan oleh Koalisi LSM se-Tapal Kuda, Oktober 2012 silam itu tidak juga ada tindak lanjut dari penegak hukum (KPK).
Pada 2014, Hasan kembali dilaporkan menggunakan dana APBN untuk kepentingan kampanye pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Probolinggo Corruption Watch (ProCW) melaporkan Hasan menggunakan dana bansos Kabupaten Probolinggo untuk kepentingan kampanye.
Diduga pembagian dana bansos untuk orang-orang lanjut usia itu diiringi dengan ajakan untuk memilih Hasan. Hasan pun akhirnya melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) periode 2014-2019.
Hasan kembali terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024, kali ini melalui Partai Nasdem. Tetapi karier politik Hasan terhenti di tengah jalan setelah terkena OTT KPK. Partai Nasdem pun memecat Hasan pasca KPK menetapkannya sebagai tersangka.
Setelah pasangan suami istri (pasutri) Hasan dan Tantri terkena OTT KPK, kasus-kasus korupsi lain tiba-tiba mencuat. Sebenarnya merupakan kasus lama yang nilainya tidak “seberapa” tetapi momen OTT KPK itu seoah menjadi pembuka.
Termasuk di antaranya kasus dugaan korupsi pada Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) di Kabupaten Probolinggo. Program ini mulai digulirkan Kementerian Sosial (Kemensos) di 44 kabupaten/kota, 2017 silam.
Mekanismenya, pemerintah mentransfer uang Rp110.000 per bulan untuk setiap keluarga penerima manfaat melalui Himpunan Bank Milik Negara(Himbara) yakni, BNI, BRI, Bank Mandiri, dan BTN. Dana tersebut digunakan penerima untuk membeli bahan pangan di warung gotong royong elektronik (e-warong).
Program ini (BPNT) kemudian meluas hingga menjangkau Kabupaten Probolinggo pada 2019 lalu. Di Kabupaten Probolinggo sesuai data Dinas Sosial setempat, BPNT menjangkau 153.000 keluarga (penerima manfaat) di 24 kecamatan.
Dalam pelaksanaannya, BPNT di Kabupaten Probolinggo memunculkan dugaan korupsi. Ketua DPD Lira Kabupaten Probolinggo, Syamsudin mengatakan, ada tujuh perusahaan penggilingan padi (selep) yang menjadi penyedia beras untuk e-warong. “Para pemilik selep itu terkoneksi dengan penguasa daerah,” katanya.
Hal senada diungkapkan Ketua Paguyuban Cipta Pemuda Mandiri , Adianto. Paguyuban ini menyatakan sebagai pengawas kinerja Pemkab Probolinggo. “Tujuh perusahaan (penggilingan padi) itu terafiliasi dengan Hasan Aminuddin,” ujarnya.
Tidak hanya dalam penyediaan beras, Hasan juga berperan dalam penyediaan lauk-pauk dalam program BPNT. Sebuah nota dinas dari Kepala Dinas Sosial, Achmad Arif bertanggal 20 Februari 2020 berisi permohonan kepada Bupati Probolinggo agar bantuan tahun tersebut menyertakan ikan.
Bunyi surat itu, “Sebagaimana petunjuk Bapak Drs H Hasan Aminuddin Msi, untuk jenis komoditas sumber protein hewani yang semula ditetapkan daging ayam, diganti dengan ikan laut.”
Kualitas BNPT Buruk
Tidak hanya memunculkan dugaan korupsi dalam pengadaan beras dan ikan laut untuk program BPNT. Sebagian warga penerima manfaat BNPT mengeluhkan kualitas beras dan ikan laut yang diterimanya.
Salah seorang penerima BPNT, Slamet, warga Desa Sukorejo, Kecamatan Kotannyar mengeluhkan, kualitas beras yang buruk. Beras yang diterimanya berwarna kecokelatan, berbau apek, dan remuk.
“Setelah dimasak, nasinya cepat basi. Saya sebenarnya mau protes tetapi protes ke mana,” ujarnya.
Sebagian penerima manfaat BPNT mengeluhkan, ikan laut yang diterimanya tidak segar lagi. “Ikan laut yang saya terima sudah busuk, akhirnya saya kasihkan kucing,” ujar seorang penerima BPNT dari Kecamatan Tiris, yang enggan disebutkan namanya.