Dimanakah Letak Curabhaya (Surabaya Kuno) ?
Tanggal 7 Juli 1358 adalah salah satu dari 4 alternative penanggalan, yang dipilih dalam proses penetapan Hari jadi kota Surabaya pada tahun 1975. Tanggal ini disebut dalam prasasti Trowulan atau Prasasti Canggu, yang secara eksplisit menyebut nama Curabhaya (Surabaya). Ini kali pertama penyebutan nama Surabaya secara otentik.
Namun, 7 Juli 1358 tidak dipilih sebagai tanggal hari jadi Surabaya. Berdasarkan SK Walikotamadya Surabaya nomor 64/WK/75 tanggal 18 Maret 1975 dan SK DPRD Kotamadya Surabaya nomor 02/DPRD/Kep/75 tertanggal 6 Maret 1975, Hari Jadi Kota Surabaya jatuh pada 31 Mei 1293.
Tanggal itu mengisahkan cerita kemenangan Raden Wijaya beserta prajuritnya atas tentara Tartar dari Mongolia. (berdasarkan laporan penelitian ilmiah Drs.Heru Soekadri, Kol.Laut.Dr.Sugiyarto dan Wiwiek Hidayat yang termuat dalam buku “Sura ing Baya”).
Kata "Surabaya" pada prasasti Trowulan disebut di antara sederatan nama-nama daerah, yang berada di tepian kali. Sunarto Timur dan Issatrijadi, dalam sebuah laporan ilmiah dalam proses pencarian hari jadi Surabaya pada tahun 1975, menjelaskan bahwa Surabaya sebagai sebuah daerah, yang melayani jasa penambangan (naditira pradesa).
Prasasti Trowulan atau Canggu yang berangka tahun 1358 dikeluarkan oleh Hayam Wuruk, raja Majapahit ke IV (1350-1389), yang isinya mengatur kedudukan desa-desa di tepian Sungai Brantas dan Bengawan Solo, yang menjadi tempat penyeberangan.
Secara alami Sungai Brantas berhulu di pedalaman dan berhilir di Selat Madura dengan melalui kota Surabaya. Jika sekarang Surabaya adalah kota besar yang luas wilayahnya 326,81 km2, maka di era Majapahit, Surabaya adalah sebuah daerah yang berada di tepian kali, Kalimas (anak Sungai Brantas). Surabaya adalah desa.
Sebagai sebuah desa, nama Surabaya terdapat pada sederetan nama-nama desa lain yang juga melayani jasa penambangan atau penyeberangan.
Jika diurut dari ruas Kali mulai dari Tarik (Mojokerto) hingga ke Surabaya, maka di sepanjang ruas kali ini terdapat nama-nama seperti Canggu, Randu Gowok, Wahas, Nagara, Sarba, Waringin Pitu, Lagada, Pamotan, Tulangan, Palembangan, Jruk, Trung, Kambang Sri, Tdu, Gsang, Bukul dan Surabhaya. Surabaya adalah desa terakhir sebelum aliran sungai menyatu dengan segara (Selat Madura).
Nama Gsang, Bukul dan Curabhaya secara administrative berada di wilayah Surabaya sekarang. Gsang menjadi Pagesangan, Bukul menjadi Bungkul dan Curabhaya menjadi Surabaya dengan luas 326,81 km2 sekarang. Pertanyaannya, kala itu (1358) atau di era kerajaan Majapahit, dimanakah lokasi Surabaya sebagai naditira pradesa?
G. H Von Faber dalam bukunya "Er Werd Een Stad Geboren…" (Lahirnya Sebuah Kota…) memaparkan secara rinci dan detail sebuah kawasan yang bernama Surabaya. Secara alami, Surabaya yang dipaparkan Von Faber terletak di delta Sungai (antara Kalimas dan Pegirian).
Menurutnya, Surabaya adalah desa di antara dua sungai dan dua kanal, yang dibuka oleh Raja Kertanegara pada tahun 1275 M untuk para jawara yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan pada tahun 1270 M.
Ilustrasi Von Faber dalam bukunya "Er Werd Een Stad Geborren" tidak hanya menyentuh kondisi fisik bagaimana Surabaya kala itu (terdapat pelabuhan, tepian kalinya sudah berbibir serta di dalam wilayah Surabaya sudah ada batasan batasan antar kampung), tapi juga menata siapa tinggal di kampung mana. Adalah sebuah tatanan sosial yang sudah mulai terlihat pada struktur adminitrasi Surabaya kuno.
Letak ini, di antara dua Sungai (Kalimas dan Pegirian) dan dua kanal yang kini menjadi jalan Jagalan (selatan) dan jalan Stasiun Kota (utara), Surabaya secara geografis dan alami berada di utara Bungkul dan Pagesangan sebagaimana tersurat pada prasasti Trowulan atau Canggu: "… i Gsang, i Bukul, i Curabhaya".
Namun, ada pula pendapat yang menduga bahwa Surabaya, sebagaimana dimaksud dalam prasasti Trowulan, adalah Kampung Surabayan, yang berada di kecamatan Tegalsari, Surabaya. Kampung ini secara jelas memiliki kasamaan nama "Curabhaya" = "Surabayan".
Namun, secara geografis, letak Kampung Surabayan jika dibandingkan dengan kluster kampung Pengampon, Semut Baru, Kalianyar dan Bunguran (Surabaya 1275) posisi Kampung Surabayan tidak lebih dekat ke arah Sungai (Kalimas).
Ilustrasi geografis ini terlihat pada gambar (ilustrasi peta) dalam buku "Er Werd Een Stad Geboren" (Von Faber) dan peta tua 1678 (KITLV).
Secara alami, yang lebih mendekati berita prasasti Trowulan atau Cangu, adalah kluster kampung Pengampon, Semut, Bunguran, Jagalan dan Kalianyar yang berada di delta kali (antara Kalimas dan Pegirian).
Dari kedua ilustrasi letak Surabaya sebagaimana terurai di atas menjadi bahasan yang manarik untuk lebih jauh mengenal posisi Surabaya klasik.