Dilaporkan ke Dirjen Kebudayaan, Ini Jawaban Perupa Noor Ibrahim
Tiga perupa Yogyakarta yang gagal berpameran di Berlin, Jerman, hari Jumat lalu menggelar konferensi pers di Zola Gallery, Kasihan, Bantul, DIY. Ketiga perupa itu masing-masing adalah Budi ‘Ubrux’ Hariono, Yulhendri dan Ridi Winarno.
Mereka melaporkan teman mereka, satu-satunya perupa yang akhirnya berangkat berpameran di Jerman, yaitu Noor Ibrahim, kepada Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud Ristek. “Isi dari pengaduan tersebut adalah meminta Dirjen Kebudayaan Republik Indonesia agar memanggil saudara Noor Ibrahim untuk mengklarifikasi terkait dengan kegagalan visa milik kami bertiga yang gagal berangkat,” kata ketiga perupa tersebut, dalam rilisnya.
Menurut ketiganya, sebagaimana rilis yang juga mereka bagikan kepada wartawan, “Sampai dengan saat ini kami masih menunggu jawaban serta tindak lanjut dari Dirjen Kebudayaan Republik Indonesia atas pengaduan yang kami kirimkan.”
Bagaimana jawaban Noor Ibrahim, kepada Ngopibareng.Id kemarin, menjawab pertanyaan yang diajukan?
“Kurang lebih satu setengah bulan yang lalu, pulang dari Berlin. Saya dibuly, dihujat, dituduh menggagalkan, dan menelikung persoalan Visa Schengen masuk ke Jerman oleh 5 perupa : Ali Umar, Budi Ubrux, Bayu Wardhana, Ridi Winarno, dan Yul Hendri. Saya juga dituduh Korupsi uang group dan uang Dirjen Kebudayaan program Indonesiana, untuk bantuan luar negeri,” tulis Noor Ibrahim melalui pesan WhatsApp, kemarin.
“Ketika interview di VFS GLOBAL untuk Visa Schengen masuk Jerman. Yang dapat izin dari Embassy Germany cuma saya, 5 orang perupa ditolak. Jadi saya dianggap menelikung dan mempengaruhi Kedutaan Jerman untuk keberangkatan 5 perupa ke Berlin. Saya bingung atas pemikiran yang absurd 5 perupa tersebut. Apa kuasa saya hingga bisa mempengaruhi Embassy Germany untuk izin visa mereka?” lanjutnya
“Ini laporan pertanggung jawaban saya ke Sponsor dan Dikbud. Juga sudah ku kirim WA ke 5 perupa tsb diatas. Penjualan 1 lukisan kolaborasi pada Bp. Hengky Senjaya Rp 110.000.000,- Komisi 20 % = Rp 22 juta sisa dana Rp 88 juta. Untuk pembelian Tiket pesawat pertama lalu pandemi (untuk 8 perupa) maka Rp 88 juta (refund) dikurangi 30 % Rp26.400.000. Jadi sisa uang kolaborasi Rp 61.600.000,-“ tulis Noor Ibrahim, seutuhnya.
“Dana kolaborasi di atas untuk membiayai pembelian tiket pesawat, asuransi, slot interview di VFS Global Surabaya. Buat Ali Umar dan Bayu Wardhana ( perupa yg tidak dapat sponsor dari Dikbud). Juga uang yg dikeluarkan untuk Firman. Sisa uang kolaborasi Rp 61.600.000,-“
“Perincian pengeluaran dana kolaborasi: - Firman Visa dan Gaji Rp 35.000.000,- - Slot interview 2 orang Rp 1.400.000,- (Umar & Bayu), - Asuransi 2 orang Rp 2.218.000,- (Umar & Bayu). - Tiket pesawat Qatar ke 2 refund Rp 4.371.518,- (Umar & Bayu). Jadi sisa uang dana kolaborasi Rp 18.610.482. Tiket Qatar ke 3 untuk 2 orang (Ali Umar & Bayu Wardhana) a Rp 18.113.570 = Rp 36.227.140,- Jadi dana kolaborasi MINUS Rp 17.616.658,” tulis Noor Ibrahim.
Sementara mengenai pengembalian uang donasi dari Mas Erros Djarot, tulis Noor Ibrahim, “Donasi dari mas Erros Djarot Rp 30.000.000,- yg ditransfer ke saya setelah acara di Karang Klethak. - Bayu Wardhana dan Ridi Winarno masing² telah terima uang donasi a Rp 5.000.000,- ( Mas Erros konfirmasi pada saya, bahwa beliau belum terima lukisan dari 2 perupa tsb). Hari ini saya telah mentransfer balik ke Mas Erros Rp 20.000.000,” tulisnya, kemarin.
Mengenai pengembalian dana Dirjen Kebudayaan, Noor Ibrahim menulis, “Art project Berlin ini semua yg ngurus saya. Mencari sponsor dan pengajuan Program Pemerintah Dana Indonesiana. Data²nya ada pada saya semua, 5 teman saya cuma diam saja, dan tidak ada kontribusinya..... Ketika mereka tidak dapat izin Visa Schengen, saya dijadikan kambing hitam,” tulisnya.
“Saya masih dianggap korupsi sama 5 perupa yg gagal Visa tsb. Laporan keuangan dan pengembalian sisa dana sudah saya lakukan. Bukti data diatas ke sponsor mas Erros dan Dikbud sudah jelas. Malah ada dana pribadi saya yg nyangkut Rp 17.616.658.”
Dana terhitung 3 perupa yg dapat donasi Dikbud. Saya tdk dihitung karena terpakai Art project ke Berlin. Antara lain ; pembelian tiket pesawat 2x, Asuransi 2x, slot interview Visa. Data komplitnya sudah saya berikan ke Staf dana Indonesiana Bp. Faizal dan staf keuangan Ibu. Irfin, yg tempo hari datang kerumah saya.
“Sisa uang pemerintah Dana Indonesiana itu jika tidak terpakai harus dikembalikan. Begitu juga Donasi Mas Erros Djarot, sisa uang yg tidak terpakai harus dikembalikan (Bentuk tanggung jawab) menurut saya. Jadi 3 perupa Budi Haryono/Ubrux, Ridi Winarno, dan Yul Hendri. Sudah saya selesaikan tanggung jawab keuangannya pada pemerintah,” tambahnya.
Noor Ibrahim mengaku sudah dikunjungi staf Dirjen Kebudayaan. “Kunjungan Staf Dirjen Kebudayaan kerumah saya. Bp. Faizal staf program bantuan, mbak Irvin staf keuangan. Kami satu keluarga menjelaskan dan melaporkan semua hal tentang even pameran Berlin-Jogja. Pengembalian sisa dana program Indonesiana, karena saya mengajukan atas nama Museum saya, yg dapat 4 perupa.
“Seandainya dulu uang donasi Dikbud ada ditangan 3 Seniman. Siapa yang berani tanggung jawab, uangnya tidak terpakai urusan pribadi atau untuk keluarganya? Karena saya yg organize maka saya kumpulkan uang itu. Untuk kemudahan belanja tiket, asuransi, visa, dan pengembalian sisa uang Post event. Pengembalian sisa uang dana Indonesiana itu, saya kira 5 perupa yg tidak berangkat ke Berlin tidak paham. Sehingga menuduh saya korupsi.”
“Bukti pembuatan kode billing ini dari Kemenkeu, untuk pengembalian sisa dana dari ke 3 perupa yg tidak berangkat ke Berlin ( Budi Haryono/Ubrux, Ridi Winarno, Yul Hendri ). Billing ini dikeluarkan setelah perhitungan dana antara management Museum saya dengan pihak pemerintah disepakati. Dan disahkan oleh pihak Kemenkeu. Kemudian saya transfer sisa dana yg tersisa ke Kemenkeu,” tulis Noor Ibrahim dilanjutkan dengan mengirimkan foto bukti pembuatan kode billing yang dimaksud.
“Sudah beres, tapi 3 perupa dan 2 perupa mandiri (Ali Umar dan Bayu Wardhana) tersebut di atas saya kira tidak percaya saya, dan kurang memahami persoalan. Mohon maaf, saya memilih bersikap diam, dan tidak menuntut mereka. Karena malu atas sikap teman² yg emosional, kurang wawasan, dan tidak dialogis atau musyawarah-mufakat,” tulis Noor Ibrahim.