Diklat Maut UKM UIN Malang, Ini Tanggapan Keluarga Korban
Suara dari Siti Nur Hamimah terdengar parau. Beberapa kalimatnya terbata-bata. Dadanya sesak. Intonasinya mulai memberat ketika mengenang mendiang anaknya Moh. Faisal Lathiful Fakhri.
Almarhum merupakan salah satu korban dari proses diklat yang dilakukan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pencak Silat Pagar Nusa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang.
“Semoga ananda khusnul khotimah ditempatkan di sisi-Nya yang terbaik,” ujarnya pada Minggu, 14 Maret 2021.
Mendiang Moh. Faisal Lathiful Fakhri merupakan mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah yang berasal dari Lamongan, Jawa Timur. Terkait kematian anaknya, Nur Hamimah lebih memilih untuk tidak melanjutkan proses hukum yang sedang dilakukan oleh Polres Batu.
“Saya sebagai seorang ibu sudah menerima dengan iklhlas, dengan lapang dada karena ini adalah menjadi kesenangan anak saya. Dia suka mengikuti kegiatan ekstra (pencak silat) tersebut,” katanya.
Selain Moh. Faisal Lathiful Fakhri, diklat yang digelar oleh UKM Pencak Silat Pagar Nusa UIN Maliki Malang tersebut juga menelan satu korban lainnya atas nama Miftah Rizki Pratama.
Mendiang merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Tadris Matematika UIN Maliki Malang asal Kota Bandung, Jawa Barat.
Sikap berbeda ditunjukkan oleh keluarga korban Miftah. Dibandingkan dengan keluarga Faisal yang mengikhlaskan, perwakilan keluarga korban asal Bandung, Muhammad Sarif menyatakan bahwa pihaknya memilih untuk melanjutkan proses hukum.
“Jadi pertama-tama kami menerima ini dengan ikhlas sebagai kehendak Tuhan. Tapi kami ingin proses hukumnya tetap jalan,” ujarnya.
Sarif mengatakan, dalam kegiatan diklat ini harus ada pihak yang bertanggungjawab karena telah menyebabkan nyawa dari salah satu anggota keluarga mereka melayang.
Untuk dapat menentukan adanya tersangka sendiri, Polres Batu menyatakan masih perlu adanya dukungan bukti materiil, berupa hasil otopsi jenazah korban. Terkait hal itu, Sarif mengatakan masih mempertimbangkan terlebih dahulu.
“Kalau memang harus dilakukan otopsi, kami minta diberikan waktu. Karena kami akan mendiskusikan dengan keluarga apakah mengizinkan untuk diotopsi. Atau bertindak sama dengan keluarga Lamongan (tidak melanjutkan proses hukum),” katanya.