Tiba di Bandara Soetta, Maria Pauline Lumowa Dijaga Ketat
Pembobol Bank BNI 46 Cabang Kebayoran Baru Jakarta senilai Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta Cengkareng.
Buron 17 tahun tiba pukul 10.35 WIB. Lebih cepat dari waktu yang diperkirakan, yaitu pukul 11.00 W8B.
Maria mengenakan jaket tahanan Bareskrim berwarna oranye, dengan tangan terikat dan mengenakan tutup kepala yang biasa digunakan pada musim dingin. Ia terus menunduk menghindari kamera wartawan. Maria tetap menunduk meskipun wartawan beberapa kali memanggilnya.
Sejak turun dari tangga pesawat Garuda yang membawanya dari Serbia, Maria langsung dijemput petugas Bareskrim menuju ruang khusus yang dipersiapkan untuk konferensi pers, sebelum dibawa ke Gedung Bareskrim Polri.
Rombongan yang ikut menjemput Maria juga diberlakukan protokol kesehatan. Setibanya di Bandara juga menjalani rapid test dan swab.
Menkum HAM Yasonna Laoly yang memimpin tim penjemputan Maria di Serbia mengatakan, keberhasilan pemerintah Indonesia membawa pulang Maria Pauline, berkat bantuan dan kerjasama yang baik antara pemerintah Indonesia dengan Serbia.
Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan.
"Sempat ada upaya hukum dari Maria Paulina Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," ujar Yasonna.
Dalam pertemuannya dengan Presiden Serbia, Aleksandar Vucic, Yasonna kembali menggaris bawahi komitmen tersebut.
"Proses ekstradisi ini salah satu dari sedikit di dunia yang mendapat perhatian langsung dari kepala negara. Di sisi lain, saya juga sampaikan terima kasih dan apresiasi tinggi kepada Duta Besar Indonesia untuk Serbia, M. Chandra W. Yudha yang telah bekerja keras untuk mengatur dan memuluskan proses ekstradisi ini," tuturnya.
Yasonna menyebut ekstradisi Maria Pauline Lumowa tak lepas pula dari asas resiprositas (timbal balik). Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah, Nikolo Iliev pada 2015.
Sebagai catatan, Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.
Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
"Selain itu, keseriusan pemerintah juga ditunjukkan dengan permintaan percepatan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa. Di sisi lain, Pemerintah Serbia juga mendukung penuh permintaan Indonesia berkat hubungan baik yang selama ini dijalin kedua negara. Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap Maria Pauline Lumowa," kata Yasonna.
Advertisement