Dihadiri Presiden, Asep Saifuddin Dikukuhkan Guru Besar di UINSA
Presiden Joko Widodo menghadiri pengukuhan gelar Guru Besar Dr KH Asep Saifuddin Chalim MAg, Ketua Umum Pergunu di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Sabtu 29 Februari 2020.
Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Sosiologi UIN Sunan Ampel itu, juga dihadiri sejumlah kiai dan guru-guru, Kiai Asep menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Model Pendidikan dalam Mengatasi Problematika Masa Kini dan akan Datang (Pada Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet)."
Kiai Asep pun menyinggung tentang revolusi industri 4.0 dalam naskah orasi ilmiahnya. Istilah Revolusi Industri 4.0 digunakan sebagai tema utama pada pertemuan World Economic Forum (WEF) tahun 2016 di Dawos, Swiss.
Sejak itu, menurut Kiai Asep, beberapa negara melakukan keputusan mendorong industrinya menuju Revolusi Industri 4.0. Antara lain: Negara Jerman, Amerika Serikat, China, India, Jepang, Korea Selatan, Vietnam dan lainnya.
“Revolusi Industri 4.0 ini kemudian menimbulkan perubahan radikal dalam proses desain dan manufaktur produk maupun jasa melalui Cyber Physical System (CPS) dan Internet of Things and Service (Lot and Ios),” tuturnya.
Menyikapi kondisi saat ini, mantan Ketua PCNU Surabaya ini menawarkan model pendidikan yang berorientasi pada pemecahan masalah.
Pertama, pemecahan masalah globalisasi. Dalam perspektif ekonomi, globalisasi telah menciptakan persaingan semakin luas dan tajam. Sedang secara politik, globalisasi membuka arus ideologi dunia mengalir masuk dengan bebas ke tengah masyarakat sehingga menimbulkan pergeseran ideologi yang selama ini dianut masyarakat.
Menurutnya, dampak buruk ini harus ditangkal dengan cara melalui pendidikan politik, kewarganegaraan dan wawasan kebangsaan pada berbagai jenjang pendidikan.
Kedua, masalah radikalisme. Menurut Kiai Asep, berdasarkan pernyataan Ketua BIN, 30 % mahasiswa terpapar paham radikalisme. Untuk mengatasi ini, Kiai Asep menawarkan penyelesaian melalui konsep Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja).
“Pemerintah harus segera merumuskan strategi anti-radikalisme melalui pendidikan wawasan kebangsaan dan bisa dipertimbangkan untuk mengadopsi prinsip-prinsip ajaran Aswaja,” katanya.
Ketiga, pemecahan masalah kerusakan lingkungan. Kiai Asep mengupas panjang lebar tentang kerusakan lingkungan dalam makalah aslinya (bukan ringkasan). Menurut Kiai Asep, kerusakan lingkungan sangat parah. Ia menyinggung tentang kepunahan spesies, penangkapan ikan berlebihan (overfishing), penipisan lapisan ozon, pemanasan global (the global warming) dan seterusnya.
“Beberapa Negara industri maju telah melakukan pertemuan di Rio de Jeneiro pada 1992 untuk bersepakat mengurangi kontribusi emisi CO2. Namun perjanjian ini tidak berjalan baik. Pada tahun 2000 diperoleh bukti bahwa Amerika Serikat justeru memberikan kontribusi 10% lebih tinggi dari tingkat emisi CO2 pada 1990,” kata Kiai Asep, putra KH Abdul Chalim Leuwimunding Majalengka Jawa Barat itu.
Karena itu, Kiai Asep menawarkan solusi dalam pendidikan Indonesia. Yaitu membangun peserta didik menjadi insan yang berorientasi pada pelestarian lingkungan melalui pengembangan pengetahuan dan perubahan sikap.
“Pemerintah dalam hal ini kementerian yang berhubungan dengan pendidikan dan masalah lingkungan hidup harus segera merumuskan kurikulum yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan bagi seluruh jenjang pendidikan,” katanya sembari mengatakan pentingnya membentuk mata pelajaran atau kuliah ilmu lingkungan hidup.