Pihak Jawa Pos Bungkam dan Serahkan Pada Yang Berwenang
Menghadapi gugatan Didi Mei Kurniawan, mantan karyawannya, pihak Kuasa Hukum PT. Jawa Pos Mansur mengatakan kliennya kini menyerahkan sepenuhnya proses hukum tersebut kepada pihak yang berwenang.
"Kita serahkan semuanya ke pihak yang berwenang," singkat Mansur, kepada ngopibareng.id, Selasa 27 November 2018.
Saat ditanya soal apa yang menjadi fokusnya dalam menghadapi gugatan Didi, Mansur enggan berkomentar lebih lanjut.
"Saya tidak bisa bilang ke media, semuanya sudah kami cantumkan dan ada di Korwas, silahkan tanya pengawasnya saja" ujar dia.
Sebelumnya, Didi melaporkan perusahaan surat kabar itu ke Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur, atas beberapa dugaan pelanggaran, karena tak dipenuhinya sejumlah kewajiban perusahaan yang diatur dalam aturan ketenagakerjaan.
Didi yang sudah bekerja di sana selama 22 tahun 8 bulan, atau tepatnya sejak Agustus 1995 hingga Mei 2018 ini menyebut ada sejumlah pelanggaran yang dilakukan mantan perusahaannya.
Di antaranya, kata dia yakni Jawa Pos tak mengikutkan Program Jaminan Pensiun (JP) – BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan aturan yang ada, dan juga diduga melakukan penyimpangan dengan membayar iuran lebih kecil dari nilai seharusnya dibayarkan untjk program Jaminan Hari Tua (JHT) – BPJS Ketenagakerjaan.
Selain dua pelanggaran itu, kata Didi, Jawa Pos juga diduga tidak membayarkan tunjangan tetap (tunjangan jabatan) yang seharusnya masuk dalam rincian uang pesangon, hal itu tak sesuai jumlah yang ditentukan peraturan perusahaan.
Jumlah uang pesangon yang diterima Didi tak sesuai dengan Peraturan Perusahaan yang dibuat tanggal 1 April 2008 dan Perjanjian penutupan asuransi dana pesangon dengan PT. AIG Life No. 07FDP00030 tanggal 2 Juli 2007.
"Kalau berdasarkan peraturan itu pesangon yang mestinya saya terima saat memasuki pensiun seharusnya adalah sebesar dua X masa kerja X upah terakhir, sesuai dengan upah jabatan saya, tapi ternyata tidak dicantumkan," kata dia, kepada ngopibareng.id, Selasa 27 November 2018.
Akibatnya, pesangon yang diterimanya mengalami ketidak sesuaian jumlah, menurutnya selisih kekurangannya bahkan mencapai 25 persen dari nominal yang semestinya ia terima.
Ketentuan mengenai pesangon itu, kata dia sebenarnya sudah tercantum dan diatur dalam pasal 167 ayat (1) dan ayat (2), juga diatur dalam ketentuan ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, UU bidang ketenagakerjaan.
Namun, kata dia, dalam Pasal 167 ayat (4) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tunjangan pesangon itu juga bisa di alihkan ke dalam peraturan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama, yang dimiliki masing-masing perusahaan. (frd)