Digitalisasi Aksara Nusantara
Oleh: Andi Mallarangeng
Dalam era digital, kalau suatu aksara tidak hadir dalam bentuk digital, aksara itu dianggap tidak ada. Kalau pun ada, ia dianggap aksara yang tidak lagi hidup, tidak ada lagi pendukung aktifnya, atau dengan kata lain, aksara mati. Persis seperti aksara Mesir kuno, hierogliph.
Sebenarnya, aksara nusantara tidak ketinggalan dalam memasuki era digital. Ketika saya menciptakan BugisA true type font 25 tahun lalu di Northern Illinois University, dalam proses pergantian DOS ke Windows sebagai sistem operasi komputer, saat itu kita hanya terlambat beberapa bulan dari aksara Thailand tetapi lebih duluan daripada aksara Burma. Bahkan, aksara lontaraq dan belakangan aksara Jawa pun telah terdaftar di Unicode.
Sayangnya, kehadiran aksara nusantara dalam dunia digital tampaknya hanya sampai di situ. Berbagai aksara nusantara lainnya pun telah dibuat fontnya sehingga bisa digunakan untuk menulis di komputer. Kebanyakan digunakan untuk menulis kutipan-kutipan bahasa daerah dalam tulisan-tulisan ilmiah atau tesis yang berbahasa Indonesia. Di koran atau media lainnya, artikel berbahasa daerah tetap saja menggunakan aksara Latin.
Untuk aksara Lontaraq dan aksara Jawa yang sudah terdaftar di Unicode, sedikit lebih baik nasibnya, karena sudah embedded di dalam smartphone yang kita miliki. Karena itu, kita sudah bisa menyetel settingan smartphone kita untuk opsi aksara lontaraq dan Jawa guna menulis pesan di berbagai platform seperti WhatsApp, Line, Messenger, Telegram dsb.
Tapi semua itu masih sporadis sifatnya. Belum ada platform digital tersendiri yang menggunakan aksara nusantara sebagai basisnya. Dan karena itu, dalam kacamata dunia digital, aksara nusantara masih seperti hierogliph, aksara Mesir kuno. Ada, bisa dipelajari dan dituliskan, tapi pada dasarnya sudah mati.
Karena itu, inisiatif PANDI sebagai pengelola domain name di Indonesia untuk "merajut Indonesia" dalam bentuk penetapan domain name tersendiri untuk aksara-aksara nusantara patut disambut dengan gembira. Dua jempol. Dengan begitu, seiring dengan .id sebagai domain name bahasa kebangsaan kita, Bahasa Indonesia, akan hadir juga domain name yang mewakili aksara-aksara nusantara sebagaimana yang bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Untuk aksara Lontaraq, misalnya, akan ada domain name .ᨕᨗᨊ (bacanya .INA, sebagaimana singkatan untuk negara kita dalam dunia internasional).
Tentu saja setiap domain name itu tetap harus didaftarkan ke ICANN, sebagai pengelola domain name dunia. Dan ICANN baru akan menyetujui jika dia yakin bahwa aksara itu benar-benar hidup dan punya pendukung budaya yang aktif.
Untuk itu, ICANN perlu melihat ada website yang berbasis aksara-aksara nusantara yang hidup, karena dihidupkan oleh pendukung budayanya secara aktif. Salah satu cara yang efektif dan relatif cepat adalah mengadakan sayembara pembuatan website untuk masing-masing aksara. Sayembara ini juga berfungsi untuk menguji apakah benar ada pendukung budaya yang aktif bagi masing-masing aksara tersebut.
Sejauh ini PANDI telah bekerjasama dengan Keraton Jogja untuk aksara Jawa, Universitas Udayana untuk aksara Bali, Universitas Pajajaran untuk aksara Sunda, PB NU untuk aksara Arab Pegon yang digunakan di pesantren, dan yang terbaru dengan Yayasan Aksara Lontaraq Nusantara untuk aksara Lontaraq.
Bagi saya, ini kesempatan bagi kita untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa kita ada, budaya kita ada, aksara kita ada, alive and kicking. Caranya, ayo ikuti sayembara pembuatan website berbasis aksara nusantara, yang sedang atau segera akan diluncurkan.
Komunitas-komunitas berbasis adat, daerah, kampus, kampung, kelompok, minat, dsb, ayo tunjukkan jati dirimu. Ikuti sayembara ini, dengan menggalang anak2 muda kreatif dan kearifan lokal budaya kita masing-masing.
Khusus untuk saudara-saudaraku, salessurengku, siribattangku, pendukung budaya aksara Lontaraq, yang ada di Sulawesi, atau di manapun berada, ayo, jangan kita ketinggalan. Mari kita bikin website berbasis aksara Lontaraq yang tampilannya menarik, berguna, dan menginspirasi. ᨕᨙᨓᨀᨚ , ᨑᨙᨓᨀᨚ !
*Andi Mallarangeng, doktor bidang ilmu politik lulusan Northern Illinois University.
Advertisement