Digigit Ular Sangat Berbisa dan Langka Obatnya, Martinus Selamat
Martinus (12), korban gigitan ular langka di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), berhasil diselamatkan dan merupakan kasus hidup pertama di Indonesia.
"Saya terharu, akhirnya kasus berat daboia ruseli siamensis ini berhasil selamat dan sebagai kasus pertama di Indonesia," kata Tri Maharani, Kepala IGD RS Daha Husada Kediri Jawa Timur seperti dikutip dari Antara Rabu, 22 Januari 2020.
Dokter Tri Maharani adalah ahli toxinologi satu satunya di Indonesia yang menangani korban gigitan ular sangat berbisa di Lembata itu.
Martinus (12) dilaporkan digigit ular sangat berbisa pada kakinya saat sedang mengembalakan ternak sapi di Lembata pada 14 Januari 2020.
Akibat gigitan itu, Martinus mengalami kesadaran yang sangat jelek, pendarahan terus keluar dari mulut, hidung, dan mengalami kegagalan nafas.
"Sebagai ahli toxinologi satu satunya di Indonesia, saya tahu jenis ular sangat berbisa yang diidentifikasi sebagai daboia ruselli simanensis.
Jenis ular ini memang langka karena di Indonesia hanya ada di beberapa tempat.
Ular ini hanya di pulau Jawa, itupun di Jawa Timur Gresik, Surabaya, dan tahun 2019 sempat ada satu pasien di Tulungagung dan dua tahun lalu di Semarang, tetapi tidak terkonfirmasi karena dua-duanya meninggal dunia.
Daboia ruseli siamensis adalah ular golongan viperia ruselli. Sifat toksinnya hematotoxin myotoxin renal toxicity, dan ada yang neurotoxin, menurut riset dari dr Tan Malaysia, katanya menjelaskan.
“Obatnya adalah antivenom monovalen daboia ruseli siamensis. Jenis obat ini hanya diproduksi di Thailand oleh QSMI Taiwan dan Myanmar,” katanya.
Dia mengatakan setelah mendapat telepon dari dokter PTT di Lembata, dirinya memutuskan untuk terbang ke Bangkok untuk membeli antivenom monovalen daboia ruseli siamensis.
"Saya di Bangkok hanya beberapa jam. Setelah membeli obat, saya kembali ke Jakarta dan keesokan harinya terbang ke Kupang dan selanjutnya ke Lembata," katanya.
Setelah tiba di Lembata, segera memberikan antivenom itu dua buah
.
"Saat itu kondisi pasien jelek. Pendarahan banyak, kesadaranya menurun dan creatinin 7,4, uerum 408 sebagai tanda gagal ginjal akut dan lekosit sangat tinggi 16.000an, tanda neurotoxin masih kuat," katanya.
"Tetapi saya sangat terharu sekali, karena kasus berat daboia ruseli siamensis ini berhasil diselamatkan sebagai kasus pertama hidup di Indonesia," kata Tri Maharani.
Ular ini tersebar di Jawa Timur, Komodo, Flores, Lomblen, Endeh. Ular ini termasuk ular yang adaptif karena ditemukan di berbagai macam habitat dan tidak memiliki habitat khusus. Namun, ular ini paling sering ditemukan di ladang rumput terbuka, semak belukar, hutan sekunder, hutan perkebunan dan dekat peternakan dimana populasi tikus berlimpah.
Ular ini hidup di tanah dan dapat memanjat pohon pendek, lebih menyukai tanah datar dan udara kering, ia cenderung menghindari habitat hutan lebat dan lembab. Ular ini aktif pada malam hari, ia akan memangsa pada hewan pengerat seperti tikus, tupai dan kucing kecil, namun ia juga akan memangsa kadal dan kodok.
Ular dewasa diketahui bergerak dengan lamban kecuali saat diprovokasi dimana mereka menjadi agresif. Individu muda bersifat kebalikannya, mereka akan segera menggigit tanpa peringatan. Saat merasa terancam, ular ini akan membuat suara mendesis yang keras hingga penganggunya pergi.
Tubuh ular ini kekar dan lebar, berwarna coklat hingga sowo matang dengan beberapa bercak yang bervariasi dalam ukuran dan warna,lehernya tebal dibandingkan ular beludak lainnya. Di kepalanya terdapat bercak lebih kecil yang ada di tubuhnya, buntutnya memiliki garis. Ular ini dapat melahirkan hingga 63 bayi namun biasanya sekitar 20 hingga 40 bayi yang berukuran 24-30cm menyerupai induknya.
Ular ini memiliki bisa yang sangat fatal dan memiliki masalah konservasi di Indonesia.
Advertisement