Digempur Gelombang Demonstrasi, Raja Thailand Serukan Persatuan
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn akhirnya merasa gerah karena digempur aksi demonstrasi yang terus menerus di negerinya. Ia mengatakan kepada para simpatisan tentang pentingnya persatuan.
Pemerintahan Thailand dan sistem monarki negara tersebut sedang diguncang dengan tuntutan jalanan selama berbulan-bulan untuk melakukan reformasi.
Raja disambut dengan menunjukkan dukungan ketika tiba di acara peresmian rel kereta api di barat kota. Dalam acara ini ribuan orang berkumpul dengan kemeja kuning, mengibarkan bendera nasional dan meneriakkan "panjang umur raja".
"Dia menyuruh saya untuk menunjukkan kepada anak-anak betapa pentingnya persatuan negara," kata seorang guru yang berswafoto dengan raja, Donnapha Kladbupha, Senin 16 November 2020.
Di sisi lain, sekitar 2.500 demonstran berkumpul di Monumen Demokrasi ibu kota, Bangkok, dalam protes berbulan-bulan terakhir terhadap Perdana Menteri, Prayuth Chan-ocha, dan menuntut perubahan pada konstitusi serta reformasi monarki.
Para pengunjuk rasa menutupi bagian tengah monumen, yang telah menjadi tempat berkumpulnya protes.
"Kediktatoran dihancurkan, demokrasi akan makmur," teriak pengunjuk rasa yang memanjat bangunan setinggi tiga meter itu.
Saat iring-iringan mobil yang membawa raja dan Ratu Suthida lewat, mereka berbalik, memberi hormat tiga jari seperti dalam film The Hunger Games kepada para juru kampanye pro-demokrasi. Mereka menyanyikan lagu kebangsaan sebagai pertunjukan terbaru ketidakpuasan terhadap monarki.
Istana Kerajaan belum berkomentar sejak dimulainya protes, tetapi raja mengatakan dua minggu lalu bahwa para pengunjuk rasa masih dicintai dan Thailand adalah negeri kompromi.
"Berpikirlah dengan baik, lakukan yang baik, jadilah pengharapan, bertahan. Bersatulah menjadi orang Thailand," tulis raja di belakang foto dirinya dan ratu yang dipegang oleh salah satu pendukungnya.
Fokus awal protes yang dimulai pada Juli adalah mengupayakan pencopotan Chan-ocha. Namun, para pengunjuk rasa semakin menyerukan reformasi pada monarki, melanggar tabu lama yang melarang mengkritik institusi dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Advertisement