Digelar Siang Hari, Penonton pun Bisa Berinteraksi, Sayangnya....
Bangku-bangku taman dari papan mulai dipenuhi pengunjung. Kursi VVIP khusus yang ditambahkan di deret paling depan juga sudah terisi. Tamu kehormatan yang ditunggu, Wakil Bupati Sleman Muslimatun, juga sudah hadir. Para pemain juga sudah siap. Maka dimulailah pertunjukan siang itu.
Dibuka dengan sekelompok anak perempuan memakai kemben yang bermain dolanan tradisional. Ada yang bermain Cublak-cublak Suweng, Jamuran, engkleng dan sebagainya. Mereka melantunkan tembang Ilir-Ilir. Tidak di panggung depan penonton. Melainkan di lapangan rumput sisi kiri penonton. Sehingga penonton pun menggeser arah pandangan ke samping. Penonton dibawa ke masa lalu di sebuah sudut Kotagede, pusat Kerajaan Mataram abad ke-15.
Di antara anak-anak perempuan kecil yang riang gembira bermain itu ada seorang putri Raja, Pembayun namanya. Putri dari seorang Panembahan Senopati. Perempuan yang kemudian tumbuh menjadi putri cantik berkarakter, Sekar Pembayun. Perempuan tangguh berprinsip teguh, yang memiliki peran penting dalam sejarah kekayaan Bhumi Mataram.
Sekar Pembayun, inilah lakon pementasan di ruang terbuka, Taman Kaliurang yang digelar PT Anindya Mintra Internasional (AMI). Badan Usaha Milik Daerah pengelola tempat rekreasi Taman Kaliurang dan Telogo Putri di Lereng Merapi ini, menggelar sendratari yang mengangkat tema legendaris. Cerita cinta antara Sekar Pembayun dengan Ki Ageng Mangir.
“Cerita epik tentang Babad Tanah Mataram tak bisa dipisahkan dari cerita cinta yang dramatis ini. Perjuangan Pembayun untuk memperluas wilayah kerajaan Mataram yang saat itu dipimpin oleh ayahandanya Panembahan Senopati, telah dilakukan dengan tekad yang kuat dan sepenuh hati. Sekar Pembayun layak disebut Srikandi Mataram,” jelas Direktur Utama PT AMI Dyah Puspitasari mengenai sendratari ini.
Sayangnya, lanjut perempuan yang akrab disapa Ita ini, tak banyak orang yang mengenal sosok perempuan lembut yang keras hati dan berparas cantik ini. Maka, mengangkat cerita tentang sosok Sekar Pembayun, Srikandi Mataram yang (nyaris) terlupakan ini, merupakan hal yang menarik. Bisa mengenang dan menghidupkan kembali cerita epik tersebut di Taman Kaliurang menjadi langkah yang penting. Apalagi dalam kemasan pariwisata yang menjadi core business Taman Kaliurang.
Maka dikemaslah Sendratari Sekar Pembayun: Arum Bhumi The Series. Sendratari ini melibatkan orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Penulis skenario Bondan Nusantara. Sutradara Agoes Kencrot. Para penari dan pemain, Ririn Puspitasari, Adi Karta, Fendi Prastowo, Senoaji merupakan penari profesional. Sendratari ini akan digelar setiap Sabtu Legi jam 09.00 WIB.
Pementasan perdana Sendratari Sekar Pembayun, Sabtu Legi (26/1) kemarin, lebih bersifat soft launching dengan penonton utama tamu undangan. Terlihat para “Srikandi Mataram” masa kini, yakni para perempuan yang menjadi kepercayaan Sultan Hamengku Buwono X, memegang jabatan penting dalam pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada juga pimpinan hotel, agen perjalanan, dan media.
Sendratari di alam terbuka, dipentaskan pada siang hari, merupakan hal baru. Apalagi di dalam pementasannya, para penonton bisa berinteraksi dan terlibat dalam pementasan. Format Sendratari Sekar Pembayun pun menjadi beda. Pihak penyelanggara menyebutnya sebagai Interactive Moving Performance. Interaksi antara penari dan penonton berlangsung dalam banyak segmen. Pergerakan panggung dan penonton terjadi selama pertunjukan.
Sendratari diawali dari lapangan rumput dan panggung utama dengan latar belakang Tembok Cinta dan Pohon Kantil yang telah berusia ratusan tahun. Tembok Cinta merupakan bangunan kuno yang sudah berlumut. Untuk kepentingan sendratari ini, Tembok Cinta disulap menjadi bangunan yang eksotis dan mistis.
Penonton menikmati sendratari dari area Misbah Kantil, lalu bergeser melalui lorong bersisi taman vertikal, melalui area pepohonan rindang, dan berakhir di sebuah bangunan Joglo. Penonton dipandu untuk turut serta mengikuti alur perjalanan Sekar Pembayun hingga akhir cerita. Mengikuti perpindahan penari, membuat penonton memiliki ikatan emosional serta penghayatan pada pertunjukan yang lebih erat. Setting panggung dengan memanfaatkan bangunan yang ada, menjadi daya tarik sendiri.
Pertunjukan ini bisa menjadi semakin wow, jika penonton sejak awal dikondisikan sebagai “bagian” dari pertunjukan. Misalnya seluruh penonton mengenakan pakaian tradisional Jawa. Jika tidak mengenakan sejak dari rumah, bisa disediakan oleh penyelanggara dengan menyewa. Kemudian penonton juga dijelaskan di awal, bagaimana plot-plot pertunjukan, harus bergeser ke panggung lain kapan, lewat jalur mana, dan seterusnya. Bisa ditawarkan pula, penonton anak-anak yang mau ikut tampil pada segmen dolanan anak, bisa mendaftarkan diri.
Atraksi di akhir pertunjukan berupa pembagian tanaman (Bunga Anggrek) juga menjadi nilai tambah tersendiri. Penanaman pohon yang dibarengi dengan happening art seusai pementasan merupakan ide cerdas. Dalam konteks pariwisata, ini memenuhi aspek 3P –People, Planet, Prosperity. Penanaman pohon secara serentak oleh penonton di sekitar Taman sebagai pertanda pemeliharaan semesta. Ikut menjaga kelangsungan kehidupan dan pelestarian lingkungan.
Pohon dalam hal ini merupakan simbol saksi sejarah. Your tree, your history. Para penonton yang menanam bibit pohon diminta pula menuliskan harapan-harapannya dalam secarik kertas. Harapan itulah yang kemudian dimasukkan ke dalam pot. Menanam pohon disertai harapan dalam hidupnya sekaligus wujud syukur kepada Sang Pencipta. Penanaman pohon ini dilakukan di lokasi khusus yang disebut Pot Pandora.
Penonton yang berminat untuk menanam pohon di Taman, harus mendaftar terlebih dulu untuk mendapatkan membership ID Card. Kartu member ini berlaku selama satu tahun. Pertumbuhan tanaman akan dilaporkan kepada anggota secara periodik secara online dengan aplikasi atau web. Perawatan tanaman selama satu tahun merupakan tanggung jawab pengelola Taman.
Rangkaian pertunjukan sendratari yang diakhiri dengan penanaman pohon pada edisi perdana selesai dengan lancar. Sayangnya, pertunjukan terganggu dengan mikrofon yang sering ngadat. Sehingga dialog para pemain pun tidak bisa terdengar. Begitu juga kurangnya edukasi kepada penonton mengenai moving performance. Jika di awal, pembawa acara menyampaikan “tata tertib” dan prosedur moving, serta ringkasan cerita, maka pertunjukan bisa lebih sempurna.
Sendratari Arum Bhumi; The Series ini punya modal untuk bisa menjadi tontonan menarik dan kemedol. Dengan penyempurnaan kemasan pementasan, edukasi dan promosi perihal sendratari yang terus ditingkatkan, akan membuat Sendratari ini menjadi primadona baru atraksi wisata di kawasan Kaliurang.
Oh iya, satu lagi, konsep penjagaan semesta semakin sempurna jika kemasan makanan tradisional yang disajikan tidak menggunakan plastik. Gelas untuk dawet, wedang jahe, jenang, misalnya bisa diganti dengan gelas batok kelapa atau gerabah. Dua bahan alami yang berlimpah di Yogya. Dengan bahan yang tidak mengandung plastik, limbah atau sampah yang dihasilkan bisa kembali ke alam dengan sempurna. Menjadi pupuk bagi tanaman yang ditanam di akhir pementasan. (erwan w)
Advertisement