Diduga Melanggar Netralitas, 9 Pejabat di Jember Terancam Sanksi
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Jember akhirnya menyelesaikan proses penanganan dugaan pelanggaran netralitas ASN dan kepala daerah. Berdasarkan rapat pleno, Bawaslu Jember menduga ada 9 pejabat termasuk kepada daerah melanggar netralitas pemilu.
Komisioner Bawaslu Jember Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi, Dwi Endah Prasetyowati mengatakan, hari ini merupakan hari terakhir (ke-14) sejak menerima laporan dari Jaringan Edukasi Pemilu untuk Rakyat (JEPR). Bawaslu Jember menindaklanjuti dengan melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan terlapor.
Bawaslu Jember mencatat ada 66 orang yang diperiksa. Mereka terdiri atas satu orang ahli dari Universitas Jember, 55 orang terlapor, dan sisanya merupakan saksi tambahan.
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dan klarifikasi, Bawaslu Jember membawa kasus tersebut dalam rapat pleno. Berdasarkan musyawarah dan mufakat dalam rapat pleno tersebut diperoleh fakta yang mengandung dugaan pelanggaran perundang-undangan dalam kegiatan Jember Berbagi (J-Berbagi).
“Kami memiliki waktu selama 14 hari untuk menyelesaikan perkara tersebut. Hari terakhir dan berdasarkan rapat pleno diperoleh fakta dugaan pelanggaran netralitas pemilu dalam kegiatan J-Berbagi,” kata Endah, saat konferensi pers di kantor Bawaslu Jember, Rabu, 17 Mei 2023 pukul 22.30 WIB.
Endah merinci dari 55 orang terlapor, ada 9 pejabat yang diduga melanggar netralitas pemilu saat mengikuti kegiatan J-Berbagi. Mereka terdiri atas kepala daerah dan pejabat di Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Hanya saja, Endah enggan merinci sembilan pejabat yang diduga melanggar tersebut, dengan alasan data tersebut termasuk data yang dikecualikan. Sehingga data tersebut tidak bisa disampaikan ke publik.
Beberapa aturan yang diduga dilanggar 9 pejabat tersebut di antaranya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, keputusan bersama Menpan RB, KASN, dan Bawaslu Nomor 2 tahun 2022, UU Nomor 3 tentang ASN, dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.
Meskipun Bawaslu Jember menemukan dugaan pelanggaran, namun tidak memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi kepada 9 pejabat tersebut. Bawaslu Jember hanya memiliki kewenangan memberikan rekomendasi kepada KASN dan Kemendagri.
Sesuai aturan, Bawaslu memiliki waktu tiga hari setelah penanganan perkara selesai. Karena itu dalam waktu dekat rekomendasi tersebut akan dikirim ke KASN dan Kemendagri.
“Ini termasuk pelanggaran ringan atau berat bukan kewenangan kami yang menentukan. Sanksi bukan ranah Bawaslu, namun menjadi kewenangan KASN dan Mendagri,” tambah Endah.
Terkait waktu yang dibutuhkan KASN dan Mendagri dalam menjatuhkan sanksi kepada pejabat yang diduga melanggar, Bawaslu Jember belum bisa memastikan. Sebab, KASN dan Mendagri memiliki mekanisme tersendiri dalam memberikan sanksi.
Bisa saja sebelum diberikan sanksi, 9 pejabat yang diduga melanggar dipanggil dan diperiksa ulang oleh KASN dan Mendagri.
Selama proses tersebut bergulir di KASN dan Mendagri, Bawaslu Jember tetap memiliki fungsi untuk mengawasi jalannya penanganan perkara tersebut. “Kita tidak melepas begitu saja setelah mengirimkan rekomendasi ke KASN Mendagri. Kita masih melakukan fungsi pengawasan,” lanjut Endah.
Sementara itu, terkait kehadiran bacaleg yang merupakan menantu Bupati Jember dalam kegiatan J-Berbagi tidak termasuk pelanggaran. Sebab, pada saat itu pendaftaran bacaleg belum dilakukan.
Sehingga Bawaslu Jember fokus mendalami dugaan pelanggaran netralitas kepala daerah dan ASN di lingkungan Pemkab Jember.
Lebih jauh Endah berharap kasus dugaan pelanggaran menjadi kasus terakhir di Jember. Endah mengimbau ASN dan pejabat di lingkungan Pemkab Jember, serta TNI dan Polri menjaga netralitas pemilu.
“Sejak awal kita sudah gencar memberikan sosialisasi dan imbauan. Namun, Bawaslu Jember tidak akan pernah merasa lelah untuk mengingatkan pihak yang seharusnya diingatkan,” pungkas Endah.