Diduga Manipulasi Data, Istri Sah Gugat Pelakor dan PA Mojokerto
Pasca kematian sang suami, mendiang Handika Susilo, 51 tahun, pada 26 Agustus 2021 silam, Nina Farida terus berjuang menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan atas peristiwa yang menimpanya.
Setahun setelah kematian suaminya, Nina bercerita ada seorang wanita yang mengaku sebagai istri dari almarhum Handika Susilo. Wanita tersebut berinisial ELU warga Desa Bicak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
ELU mengajukan pengesahan surat nikah (isbat nikah) dengan almarhum Handika Susilo. Isbat nikah itu disahkan oleh KUA Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto. Padahal saat pengajuan hanya dihadiri oleh ELU tanpa Handika Susilo yang diakui sebagai suaminya.
Nina juga menyesalkan tindakan KUA Kemlagi Mojokerto dan juga Pengadilan Agama (PA) yang memutuskan perkara perdata dalam gugatan Nomor 1674/Pdt.G/2023/PA Mr, di mana perkara tersebut diputus secara sepihak tanpa memberikan hak hukum pada dirinya (Nina Farida atau penggugat, red) sebagai istri sah yang menikah dengan almarhum di KUA Bareng, Jombang, tahun 1993 silam. Padahal perkara tersebut baru berjalan delapan kali sidang.
Nina menduga data dan berkas yang digunakan ELU untuk mengajukan isbat nikah adalah data palsu, rekayasa dan banyak tidak kesesuaian. Salah satunya NIK 3516122012680004 Handika Susilo yang tercantum dalam akta nikah ELU, KK maupun dokumen lainnya, bukan data yang sesungguhnya. Padahal NIK Handika Susilo yang sebenarnya adalah 3573041109700003.
"Kenapa KUA Kemlagi Mojokerto tidak cermat dengan NIK yang diajukan ELU dalam isbat nikah. Termasuk status Handika Susilo, jelas-jelas 'kawin' dalam aslinya, yang diajukan oleh ELU statusnya perjaka (belum menikah). Ketiga hakim yang memeriksa dan menjatuhkan penetapan isbat nikah milik ELU, yakni Kamali S,Ag (Ketua Majlis Hakim), Arif Hidayat S,Ag (Anggota) dan Agus Firman SHI, MH (Anggota), semua kami laporkan karena cacat hukum," ucapnya, Jumat, 25 Agustus 2023 saat bertemu Ngopibareng.id di Sidoarjo.
Sementara itu, Kuasa Hukum Nina, Arief Mudji Antono SH, MH mengatakan, pihaknya juga melaporkan Majlis Hakim pemeriksa perkara gugatan Nomor 1674/Pdt.G/2023/PA Mr yang terdiri dari Drs. Amanuddin SH, MH (Hakim Ketua), Drs H. Nuril Huda MH (Anggota) dan Munawar SH, Mh (Anggota), yang menjatuhkan putusan tanpa terlebih dahulu menerima replik dari kliennya (Nina).
"Bukti-bukti surat soal pengesahan isbat nikah ELU di KUA Kemlagi Mojokerto serta putusan hakim yang mengabaikan kejanggalan yang ada, sudah saya laporkan ke pihak berwenang," kata Arief.
Arief Mudji Antono menambahkan, selama persidangan pihaknya tidak diberikan kesempatan dalam melakukan pembelaan dengan menyodorkan bukti-bukti dan saksi yang diajukannya.
Hakim hanya fokus pada penyampaian terlapor (ELU) yakni terkait pembagian harta waris almarhum. Sedangkan substansi gugatan yang diajukan oleh kliennya sama sekali tidak dibahas.
"Klien kami menggugat adanya isbat nikah ELU. Klien kami menolak isbat nikah dan meminta dibatalkan karena penuh rekayasa, pemalsuan yang lainnya. Anehnya, hakim sejak sidang pertama meminta perkara dimediasi, kemudian minta dimediasi lagi, minta dinegosiasi dan tanya soal hasil mediasi," tuturnya.
"Ini lucu, dan ada apa dengan hakim-hakim tersebut. Fokus hakim hanya soal pembagian harta waris. Sekali lagi, putusan dari oknum Hakim PA Mojokerto ini memuluskan langkah seorang pelakor untuk melawan istri sah dan berdiri di atas hukum," tandasnya.
Arief mengakui, almarhum yang juga pengusaha SPBU di Mojokerto, Jombang dan Malang itu kenal dengan tergugat. Dan selama ini istri almarhum juga tidak pernah mengizinkan almarhum untuk poligami.
"Tergugat (ELU) memang karyawan almarhum. Saya meyakini ini hanya rekayasa dan kepalsuan dari pihak tergugat dalam penerbitan isbat nikah, dalam tanda kutip diamini oleh pihak KUA Kemlagi serta oknum PA Mojokerto. Pasca sidang putusan, kami langsung menyatakan banding," beber Arief.
Sembari menolak putusan tersebut, Arief sudah mengirimkan laporan atas perilaku KUA Kemlagi Mojokerto ke Jakarta. Termasuk perilaku hakim yang mengebiri hak hukum kliennya juga sudah dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan juga Komisi Yudisial.
"Kami juga membuat laporan ke Polres Mojokerto terkait dugaan pemalsuan KTP, KK dan akta kematian almarhum yang dibuat oleh ELU. Almarhum meninggal di rumah sakit Malang dan ada surat kematian, tapi ELU menyatakan almarhum meninggal di Mojokerto dengan surat yang dibuat secara palsu," pungkas Arief.