Dibatasi 2 Jenis Pupuk Subsidi untuk 9 Komoditas Pertanian
Mulai 1 Oktober 2022 lalu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) memberlakukan pembatasan jenis pupuk bersubsidi bagi petani. Melalui, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022, hanya dua jenis pupuk bersubsidi yakni Urea dan NPK (Nitrogen, Phosfor, dan Kalium) yang diedarkan kepada petani.
Itu pun hanya sembilan komoditas pertanian yang akan mendapatkan kucuran pupuk tersebut. Masing-masing, padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao.
Padahal sebelumnya, terdapat lima jenis pupuk bersubsidi bagi petani yakni, Zwavelzure Amonium (ZA), Urea, SP-36, NPK, dan pupuk organik Petroganik. Kelima pupuk bersubdisi itu mencakup sasaran 70 komoditas pertanian.
Kebijakan pemerintah pusat itu dibenarkan Fungsional Analis Sarana dan Prasana pada Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Probolinggo, Suparlan. “Benar, kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian,” katanya, Kamis sore, 13 Oktober 2022.
Tentu saja tiga dari lima jenis pupuk yang subsidinya dicabut itu harganya naik tajam. "Termasuk ZA yang sekarang sudah masuk non-subsidi, harganya pasti lebih mahal dibandingkan sebelum 1 Oktober lalu," ujarnya.
Suparlan mengakui, akan banyak petani yang kurang diuntungkan dengan adanya regulasi Kementan tersebut. Namun hal itu sudah merupakan peraturan dari pemerintah pusat, Disperta hanya bisa menjalankan.
Sisi lain, Disperta mengingatkan, para petani agar mulai berubah menggunakan pupuk organik. Apalagi, pupuk organik bisa diproduksi sendiri oleh petani secara sederhana.
Kini pasca terbitnya Permentan 10/2022 itu, kata Suparlan, Disperta hanya fokus mendistribusikan dua jenis pupuk subsidi, Urea dan NPK. Dikatakan distribusi pupuk NPK sudah tersalur 13.763,25 ton dari total subsidi yang mencapai 21.703 ton. Sedangkan pupuk Urea yang terdistribusi mencapai 24.305,37 ton dari total subsidi 33.890 ton.
"Yang Urea sudah 71,72 persen dan yang NPK 63,42 persen. Ini data distribusi hingga Agustus, yang September teman-teman di lapangan masih melakukan pendataan ke kios-kios," katanya.
Suparlan menambahkan, tak semua petani bisa mendapatkan pupuk subsidi. Petani yang bisa mendapatkan pupuk subsidi hanya yang sudah terdata di sistem Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (E-RDKK).
Bagi yang belum terdata, dipersilakan agar mendaftar kepada ketua kelompok tani di desanya masing-masing. “Syaratnya cukup bawa KTP, nanti ketua kelompok taninya itu yang mendaftarkan ke Disperta,” katanya.
Soal pencabutan pupuk subsidi dan komoditas pertanian yang tidak boleh menggunakan pupuk bersubdisi juga dikeluhkan sejumlah petani tembakau di Kabupaten Probolinggo. Mereka mengatakan, pemerintah terlalu cepat “menyapih” petani yang selama ini dipasok pupuk bersubsidi.
“Pupuk bersubsidi tidak ada lagi yang diperuntukkan petani tembakau. Padahal selama ini, ribuan petani tembakau sangat bergantung kepada pupuk bersubsidi,” kata Taufik Djam’an, petani tembakau di Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo.
Solusinya, kata Taufik yang juga Humas Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Probolinggo itu, para petani harus dibiasakan menggunakan pupuk organik. “Tetapi memang berat beralih ke pupuk organik, karena petani sudah puluhan tahun dimanjakan pupuk bersubsidi,” katanya.
Hal senada diungkapkan Andi Sirajudin, petani tembakau di Kecamatan Paiton. “Kalau sekarang kami petani tembakau belum butuh pupuk karena sedang panen tembakau. Nanti, pertengahan 2023, kami baru tanam tembakau, jelas butuh pupuk,” katanya.
Andi menyayangkan, pupuk bersubsidi tidak lagi diperuntukkan komoditas tembakau. “Tahun ini saja, saya sudah mengurangi luasan lahan untuk tanam tembakau karena biaya produknya tinggi, apalagi kalau kemudian harus pakai pupuk non-subsidi. Sebagian lahan saya gunakan menanam cabai rawit,” urainya.
Advertisement