Dibangun di Kampus, Kekuatan Masa Depan Islam dan Cinta NKRI
Katib Syuriah PWNU Jatim KH Syafrudin Syarif menyampaikan keprihatinannya, ada fakta di salah satu perguruan tinggi yang sekelompok orang berani mendeklarasikan diri mendukung ide khilafah. Hal itu justru bertentangan dengan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diperjuangkan NU.
"Fakta itu cukup memprihatinkan kita. Tapi, kita tidak boleh berhenti dalam menyemaikan nilai ajaran Ahlussunnah Waljamaah di kampus-kampus dan perguruan tinggi, agar para mahasiswa dan kalangan akademisinya, tetap komitmen mencintai NKRI," tuturnya.
Menurut Kiai Safrudin, dengan pemberian beasiswa yang diadakan PWNU Jatim kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi dimaksud, akan memberikan penguatan terhadap nilai-nilai Islam yang diajarkan para pendiri NU, untuk mencintai tanah air, mencintai NKRI.
Hal itu diungkapkan Kiai Syafrudin dalam Focus Discussion Grup (FGD) Pendidikan yang digelar PWNU Jawa Timur dalam rangkaian Peringatan Harlah ke-99 NU, Jumat 11 Maret 2022.
FGD Pendidikian Menuju 1 Abad NU
FGD Pendidikan PWNU Jatim diikuti sejumlah akademisi, terkait penyelenggaraan beasiswa santri yang diinisiasi PWNU Jatim sejak tiga tahun lalu dan diteruskan di masa-masa ke depan. Sejumlah perwakilan perguruan tinggi hadir, yang sebelumnya telah menandatangani kerja sama dalam pelaksanaan beasiswa perguruan tinggi.
Lima perguruan tinggi tersebut, adalah Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Universitas Islam Malang (Unisma), Universits Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, dan Universitas Trunojo Madura (UTM) Madura.
Selain Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, FGD Pendidikan juga dihadiri Rais Syuriah PBNU Prof KH Abdul A'la Basyir, Katib Syuriah PWNU Jatim KH Syafruddein Syarif, dipandu Dr Hasan Ubaidillah (Sekretaris PWNU Jatim).
Sementara itu, Prof KH Abdul A'la Basyir menegaskan, pemberian biasiswa bagi putra-putri NU untuk masuk ke perguruan tinggi menjadi tekad NU dalam membangun masa depan.
"Karena ke depan, mereka yang berhasil kita dorong untuk belajar yang lebih tinggi, kelak bisa memanfaatkan dan mengamalkan ilmunya, baik di pesantren maupun di lingkungan pendidikan masing-masing. Dan tentu saja, akan menopang kekuatan NU di masyarakat," tutur mantan Rektor UIN Sunan Ampel.
Qanun Asasi NU
Sebelumnya, Prof Kiai Ali Maschan Moesa, Pengasuh Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya mengingatkan, dua pesan khusus Hadlratussyaikh Kiai Hasyim Asy'ari dalam Qoun Asasi Nahdlatul Ulama.
"Kiai Hasyim Asy'ari mendirikan NU agar para ulama Ahlussunnah Waljamaah bersatu dalam wadah organisasi. Jadi, menekankan agar ulama bersatu. Yang kedua, dengan organisasi NU agar umat Islam hubbul 'Ilm (mencintai ilmu). Artinya, ya mengajarkan kita agar terus belajar, membaca dan mengkaji terus-menerus. Itulah literasi yang dimaksudkan NU," tuturnya.
Sejak NU Berdiri, umat Islam dan kaum santri mewarisi pesan penting KH Hasyim Asy'ari untuk mencintai ilmu dan mengamalkannya untuk kepentingan kejayaan Islam.
"Sayangnya, di Indonesia termasuk lemah dari hal literasi. Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah," tutur Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur Prof KH Ali Maschan Moesa.
Berdasarkan survei terakhir, Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Tingkat literasi Indonesia pada penelitian di 70 negara itu berada di nomor 62.
Padahal sebenarnya, dengan literasi kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu pengetahuan bisa dipahami. Rendahnya tingkat literasi bangsa Indonesia ditengarai karena selama berpuluh-puluh tahun bangsa Indonesia, jauh dari tradisi membaca. Masyarakat kita terus dihakimi sebagai masyarakat yang rendah budaya bacanya.