Diaspora Kader Muhammadiyah Jadi Agen Pencerah di LN
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Siti Noordjanah Djohantini, mengatakan, diaspora kader Muhammdiyah di luar negeri menjadi agen bagi pencerah di tengah masyarakat.
Menurutnya, keberadaan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) dan Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) adalah bermisi untuk menebarkan Islam Berkemajuan. Hal itu sebagai wasilah umat manusia bisa merasakan Agama Islam yang rahmatan lil alamiin.
“PCIM dan PCIA sebagai wadah pengkaderan, wadah bergelut tokoh muda pemimpin-pemimpin Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah kedepan," kata Siti Noordjanah dalam keterangan Senin, 21 September 2020.
Keterlibatan kader diaspora Muhammadiyah di luar negeri juga sebagai agen pencerahan dan agen kemanusiaan semesta. Di usianya yang sudah mencapai 18 tahun, Noodjanah berharap kepada PCIM Mesir untuk senantiasa berjalan dan bergerak menebar kebermanfaatan dan membawa rahmat bagi tempat tinggalnya.
Kolaborasi dan kuatnya bangunan kekeluargaan antar kader diaspora Muhammadiyah yang berada di luar negeri sebagai kunci keberhasilan dan kelancaran dakwah pencerahan. Hal ini sebagai modal sosial yang patut diapresiasi, serta rasa memiliki atas Persyarikatan Muhammadiyah merupakan pondasi yang menopang jalannya organisasi.
Siti Noordjanah Djohantini menegaskan hal itu terkait acara Pelantikan PCIM dan PCIA Mesir, Sabtu. Secara khusus kepada PCIA Kairo, Mesir, Ketua Umum PP ‘Aisyiyah 2 periode ini menyebutnya sebagai pioner dari menjamurnya PCIA di negara lain.
Dalam garis kerja organisasi, PCIM maupaun PCIA Kairo memiliki majelis-majelis yang aktif dan geliatnya jelas untuk membantu keberlangsungan pergerakan organisasi.
“Kami mengikuti dialog-dialog dinamis yang dilakukan oleh Majelis di PCIA Kairo, terlebih Majelis Pendidikan dan Kader. Semoga hasil dialog bisa saling memberikan manfaat," tuturnya.
PCIA Kairo yang mayoritas anggotanya adalah akademisi menimbulkan iklim keilmuan yang baik bagi organisasi. Melalui kajian-kajian keilmuan yang spesifik terkait dengan perempuan, anak-anak, dan kemanusiaan yang lekat dengan gerak ‘Aisyiyah menjadi dialog keilmuan yang sangat penting.
Basis keilmuan sebagai kekuatan atau energi yang mengerakkan PCIA, di mana dialog-dialog yang dibangun kemudian dikontekstualisasikan dengan keadaan di Indonesia. Pergerakan yang dilakukan oleh PCIA Kairo bukan hanya dalam ranah wacana dan teoritis, melainkan juga merambah pada rana konkrit.
Manfaat praktis dari keberadaan PCIA Kairo dibuktikan dengan adanya Sekolah Taman Kanak-kanak ‘Aisyiyah Busthanul Athfal yang dikelola ibu-ibu ‘Aisyiyah. TK ABA Kairo ini juga sebagai pioneer keberadaan TK ABA yang ada di luar negeri. Kontribusi bidang pendidikan yang diberikan oleh PCIA sudah selayaknya bisa menjadi modal untuk semakin memajukan semesta.
“PCIA Kairo ,Mesir menjadi pioneer dalam konteks bagaimana para aktivis PCIA membawakan ‘Aisyiyah menjadi organisasi perempuan muslim modern yang mendunia. Kebesaran organisasi muslimah ini salah satunya karena bertebarannya para kader dan juga amal kegiatannya yang nyata di banyak tempat," tutur Noordjanah
Memasuki usia di abad kedua, baik Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah memiliki tantangan yang semakin kompleks. Terlebih dalam perspektif pandangan keagamaan. Maka penting kiranya memantapkan pandangan keagamaan yang sesuai dengan keputusan Tarjih Muhammadiyah.
Oleh karena itu, kajian mengenai pandangan keagamaan terkait dengan perempuan, anak-anak, dan kemanusiaan semesta penting untuk menjadi gizi keilmuan bagi ‘Aisyiyah yang kemudian ditebarkan kepada pimpinan yang ada di bawahnya.
“Harapan kedua adalah kader PCIA ini akan menjadi kader yang melintas batas. Mereka belajar di Mesir, akan tetapi keilmuannya kemudian melintas batas dan pengalaman yang begitu rupa menjadi modal berdakwah di lingkup yang lebih luas," ucapnya, seperti dilansir situs resmi muhammadiyah.or.id.
Ia juga menekankan supaya pimpinan dan kader Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah untuk senantiasa merawat kultur besar, Islam yang Berkemajuan. Tertib, transparan, akuntabel, dan bertangung jawab dalam berorganisasi. Kemudian kader dan pimpinan juga harus memiliki pandangan yang luas dan lues dalam menjalankan dakwah Islam.