Dianggap Gagal Tangani Krisis Afghanistan, Menlu Belanda Mundur
Menteri Luar Negeri Belanda Sigrid Kaag mengundurkan diri pada Kamis 16 September. Pengunduran dirinya dilakukan setelah parlemen secara resmi mengutuk penanganannya terhadap krisis evakuasi Afghanistan.
Anggota parlemen menyetujui mosi yang mengkritik pemerintah karena gagal mengevakuasi beberapa warga Afghanistan, dan karena tidak ada tanda-tanda pengambilalihan Taliban yang akan segera terjadi.
Pengunduran diri Kaag terjadi sehari setelah Dominic Raab dari Inggris diturunkan dari posisinya sebagai menteri luar negeri karena cara dia menangani situasi di Afghanistan.
"Parlemen menganggap bahwa pemerintah telah bertindak tidak bertanggung jawab," kata Kaag dalam sebuah pernyataan kepada parlemen setelah parlemen memilih dengan 78 suara berbanding 72 untuk mengutuknya.
"Dan meskipun saya mendukung komitmen kami, saya hanya dapat menerima konsekuensi dari penilaian ini sebagai menteri dengan tanggung jawab tertinggi," tambahnya, seperti dikutip AFP, Jumat 17 September 2021.
"Dalam pandangan saya tentang demokrasi dan budaya pemerintahan kita, seorang menteri harus pergi jika kebijakan itu tidak disetujui. Oleh karena itu, saya akan menyerahkan pengunduran diri saya sebagai menteri luar negeri kepada Yang Mulia Raja," jelasnya.
Namun, Menteri Pertahanan Belanda Ank Bijleveld menolak untuk mengundurkan diri meskipun juga dihantam dengan apa yang disebut mosi kecaman oleh parlemen.
Kaag mengatakan, dia akan tetap sebagai pemimpin partai kiri-tengah D66, yang sedang dalam pembicaraan koalisi dengan Perdana Menteri Mark Rutte setelah memenangkan kursi terbanyak kedua dalam pemilihan pada Maret. Rutte mengatakan pengunduran dirinya merupakan "kerugian besar" bagi kabinet.
Belanda mengevakuasi lebih dari 1.500 orang, baik warga negara Belanda maupun warga Afghanistan yang memenuhi syarat. Sama seperti halnya negara Barat lainnya, evakuasi dilakukan pada hari-hari terakhir yang kacau sebelum AS menarik diri dari Afghanistan.
Tetapi banyak orang Afghanistan tertinggal, termasuk 22 penerjemah, menurut pemerintah, meskipun ada seruan dari anggota parlemen untuk mengevakuasi mereka beberapa bulan lalu.
Advertisement