Dianggap Dukung HTI Tiga Dosen ITS, Jadi Viral di Media Sosial
Tiga dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan satu orang dosen Universitas Airlangga (Unair), Surabaya menjadi meme di media sosial dan menjadi viral. Dalam meme itu, mereka dianggap mendukung HTI dengan tagar #HTILayakMenang.
Keempat dosen tersebut adalah Prof. Daniel M. Rosyid PhD, M.Rina, Guru Besar Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Andi Rahmadiansah ST. MT Kepala Laboratorium Teknik Fisika ITS Surabaya, Lukman Noerochim, Ph.D, Kaprodi Pascasarjana Teknik Material dan Arif Firmansyah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga Surabaya.
Mereka intinya menyebut jika putusan PTUN DKI Jakarta seharusnya mengabulkan gugatan hukum yang diajukan Hizbut Tahrir Indonesia. Karena saat membubarkan HTI, pemerintah dinilai tak mempunyai landasan hukum yang jelas.
Berikut pernyataan ketiga dosen tersebut:
“Pencabutan BPH HTI oleh pemerintah jelas mengada-ada dan sebuah upaya untuk menekan kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat, sambil mengaburkan ancaman yang sebenarnya sudah dan sedang terjadi atas NKRI yaitu neokolonialisme. Jadi tindakan sewenang-wenang pemerintah atas HTI itu adalah inernationally crafted hoax sambil menyembunyikan dari kesadaran publik” (Prof. Daniel M. Rosyid PhD, M.Rina Guru Besar Teknologi Kelautan ITS, Surabaya)
“Secara substansi pemerintah tidak mampu menunjukkan HTI bertentangan dengan Pancasila. Jika kemudian ajaran yang dituduhkan adalah ajaran Islam, maka bukanlah ini sama saja menuding agama Islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu, majelis wajib mengabulkan gugatan HTI,” (Andi Rahmadiansah ST. MT Kepala Laboratorium Teknik Fisika ITS, Surabaya)
“HTI Bukanlah Ancaman bagi pemerintah, ancaman sesungguhnya adalah bercokolnya sistem sekuler kapitalis yang telah terbukti dimana-mana menimbulkan kesengsaraan, kerusakan dan kesenjangan yang luar biasa. Untuk itu pencabutan BPH HTI tanpa melalui prosedural hukum adalah tindakan yang sewenang-wenang. Maka sudah semestinya HTI layak menang,” (Lukman Noerochim, Ph.D Kaprodi Pascasarjana Teknik Material ITS, Surabaya)
“Jalannya persidangan PTUN, terbukti pemerintah sangat lemah argumentasi hukum atas pencabutan status BHP HTI. Bahkan memperkuat gambaran abuse of power pemerintah terhadap HTI secara de facto dan de jure. Demi keadilan hukum tidak ada putusan hakim yang lebih layak selain mengembalikan status awal dan memulihkan nama baik BHP HTI,” (Arif Firmansyah, Dosen Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Surabaya).
Aksi mengecam pembubaran HTI sebenarnya bukan hanya dari empat dosen ini. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, sebelumnya juga pernah mengeluarkan pernyataan sikap yang mengecam keputusan pemerintah untuk membubarkan HTI ini.
Dalam siaran persnya pada 9 Mei 2017 lalu, AJI Indonesia menyebut bahwa membubarkan organisasi, termasuk HTI, adalah pelanggaran terhadap hak menyatakan pendapat dan berserikat yang itu dilindungi Konstitusi. Pasal 28 E UUD 1945 ayat (3) tegas menyatakan bahwa
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Perlindungan terhadap pelaksanaan hak ini juga diatur lebih detail dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights atau Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Konvenan Sipol).
Undang-undang itu juga menegaskan bahwa jenis pembatasan yang dapat dilakukan negara yang hanya dapat dilakukan sesuai hukum dan sepanjang diperlukan untuk menghormati hak atau nama baik orang lain atau melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum.
“Pemerintah harus membuktikan adanya pelanggaran ini sebelum melakukan tindakan drastis seperti ini terhadap HTI,” kata Ketua Umum AJI Indonesia, yang saat itu masih dijabat oleh Suwarjono. (amr)