Dialog Agama dan Sains Hadapi Pandemi, Lima Sikap Muhammadiyah
Anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah Prof. Alimatul Qibtiyah mengatakan, meski Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memfatwakan boleh dan tidak haram untuk Vaksin Sinovac, tapi masih terjadi gelombang penolakan terhadap vaksin ini.
Terkait dengan sikap terhadap vaksin Covid-19, Muhammadiyah telah menunjukan lima sikap untuk kemaslahatan bersama. Yakni:
Pertama, Memberikan masukan kepada pemerintah;
Kedua, Aktif melakukan upaya penghakiman pandemik,
Ketiga, Menjaga netralitas politik,
Keempat, Melakukan kajian dengan MCCC dan Majelis Tarjih; dan
Kelima, Melakukan sosialisasi sikap.
“Sebenarnya Muhammadiyah sudah sangat awal terkait dengan persoalan vaksin ini, dan sudah meresponnya dengan baik,” tutur Prof. Alimatul Qibtiyah.
Melihat dari perspektif perempuan terkait vaksin, Prof. Alimantul Qibtiyah menyebut ada hoak yang meyebut vaksin ini berpengaruh dan merusak kesuburan perempuan. Hal ini menurutnya perlu diluruskan, karena informasi tersebut tidak benar.
“Pertanyaan kritis kita adalah gimana kita ingin mengupayakan perempuan hamil ini supaya bisa mendapatkan vaksin, tapi yang tidak berdampak pada janinnya,” pungkas Guru Besar UIN Sunan Kalijaga ini.
Sebelumnya, Prof. Alimatul Qibtiyah mengingatkan, pada era post truth dengan obesitas informasi yang tinggi, sebagian masyarakat mengalami kesulitan untuk membedakan akurat tidaknya sebuah informasi.
Menurut anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, terkait dengan vaksinasi sebagai cara untuk menekan laju penyebaran virus covid-19, setidaknya ada 26 persen masyarakat yang tidak percaya.
"Meski tergolong sedikit, tapi jika yang 26 persen tersebut adalah orang-orang yang vocal dan popular di media sosial, hal tersebut bisa mengagalkan iktiar untuk mengakhiri pandemik," kata Alimatul Qibtiyah.