Diadukan ke Menpora, Sikap La Nyalla Tetap Sama
Meski ada upaya dari calon ketua umum dan calon anggota Exco PSSI untuk mengadu ke Menpora Zainudin Amali, La Nyalla tetap bersikeras mempertanyakan legalitas Kongres Pemilihan PSSI yang akan digelar pada 2 November 2019 nanti.
Seperti sebelumnya, La Nyalla tetap menganggap Kongres 2 November cacat hukum karena tak sesuai dengan arahan FIFA yang tertuang dalam surat balasan tertanggal 7 Agustus 2019, yang isinya menyarankan PSSI tetap menggelar Kongres Pemilihan pada 25 Januari 2020.
Diketahui, pada Senin 28 Oktober 2019 dua calon ketua umum PSSI yang akan maju dalam Kongres Pemilihan 2 November 2019 Vijay Fitriyasa dan Fary Francis menemui Menpora. Ditemani calon anggota Exco PSSI Refrizal, mereka mengambil inisiatif ini sebagai antisipasi agar Kongres Pemilihan tersebut tak bermasalah di kemudian hari.
Ia meminta Menpora baru memediasi antara La Nyalla Mattalitti dengan pihak PSSI agar ditemukan jalan tengah. Alasannya, mereka tak ingin La Nyalla menggugat hasil Kongres Pemilihan. Alasan mereka, Kongres pada 2 November sudah disetujui oleh FIFA, meski barus sebatas surat balasan ke email Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria.
Menanggapi upaya dua Caketum PSSI tersebut, La Nyalla tampaknya tak bergeming. Mantan Ketua Umum PSSI itu tetap menarik diri dan tak mau terlibat dalam Kongres Pemilihan ketua umum dan anggota Exco PSSI itu.
Bagi La Nyalla, PSSI saat ini mengalami krisis kepemimpinan. Maka itu FIFA dan AFC datang ke Jakarta pada April lalu, dan memberikan rekomendasi road map bagi PSSI. Salah satunya mengenai Kongres pemilihan yang dijadwalkan pada Januari 2020 mendatang.
La Nyalla menyebutkan sejumlah alasan Kongres Pemilihan Januari 2020 itu ideal dari sisi regulasi. Seperti ia sebutkan sebelumnya, yakni voter Kongres Pemilihan adalah hasil kompetisi 2019 yang akan selesai pada Desember nanti, bukan hasil kompetisi 2018.
Selain itu, Jika kongres di Januari 2020, maka program 2018 tuntas semuanya: kompetisi, pengembangan, termasuk keuangan tahunan. Sehingga cut-off kepengurusan sebelumnya menjadi jelas. Atas dasar kedua alasan ini pula, sikap La Nyalla tak berubah.
Ada pun sejumlah potensi masalah yang menurut La Nyalla bakal membuat kondisi sepak bola Indonesia semakin runyam. Berikut tujuh proses yang janggal di mata La Nyalla:
1. Pada 27 Juli 2019, Exco PSSI telah menetapkan kongres pemilihan menjadi KLB bukan di Januari 2020, tetapi maju di 2 November 2019. Melalui meeting yang saya pikir patut dipertanyakan. Apakah ada undangan yang sesuai statuta? Ingat, statuta, harus ada undangan tujuh hari sebelumnya. Jika disebut sebagai emergency meeting, maka yang meeting harus Komite Emergency bukan Exco. Sehingga patut dipertanyakan. Apakah ada notulensinya? Hasil meeting tiba-tiba dimintakan persetujuan di kongres, lalu diumumkan.
2. Apa yang terjadi kemudian? FIFA membalas inisiatif PSSI ini. Melalui surat resmi tanggal 7 Agustus 2019, FIFA meminta PSSI tetap mengikuti road map yang sudah disepakati, yaitu 25 Januari 2020.
3. Tapi dengan semua alasannya, PSSI lalu berkeras untuk tetap menggelar kongres di 2 November 2019. Misterius, FIFA pun “membiarkan” dan akan menerjunkan observer.
4. Yang lebih mengundang pertanyaan, sampai saat ini member, voter belum menerima salinan yang sah, tentang Kode Pemilihan. Padahal merujuk ke pasal 2 ayat 5 Kode Pemilihan, yang intinya paling lambat 30 hari menjelang kongres pemilihan, salinan Kode Pemilihan yang sah harus sudah terkirim ke FIFA. Apakah ini sudah dilakukan? Coba dijawab pertanyaan ini. Termasuk tentu saja kepada member.
5. Pemberitahuan secara terbuka tentang voter sampai saat ini belum diketahui. Sebagaimana statuta PSSI, KLB sekurangnya 30 hari sebelumnya terbit undangan kepada voter, tetapi yang ada PSSI menerbitkan undangan kepada Anggota PSSI. (voter adalah anggota, tetapi tidak semua anggota menjadi voter). Jadi secara legal dan administrasi ini bias disebut cacat.
6. Inkonsisten. Jika pada 2 Mei Exco PSSI memutuskan Kongres digelar 25 Januari 2020, pada 27 Juli Exco PSSI berinisiatif mempercepat KLB 2 November 2019. Mengabaikan rekomendasi FIFA (atas kunjungan penting 10-11 April, menyikapi kondisi PSSI, krisis kepemimpinan).
7. Integritas. Benarkah kandidat komite eksekutif yang lolos benar-benar memenuhi persyaratan. Beranikah dilakukan uji publik secara terbuka? Keabsahan calon yang dipertanyakan itu artinya manipulatif. Terlebih, pantaskah para Exco yang ada sekarang maju kembali? Kredibilitas kalian sudah hilang. Kredibilitas dan integritas itu tegak di atas etika dan moral organisasi.
Advertisement