Dia yang Memiliki Mimpi Terindah
Nasruddin Hoja mengenakan jubah sufinya. Ia akhirnya memutuskan untuk melakukan sebuah pengembaraan suci. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang yogi dan seorang pendeta. Mereka bertiga sepakat membentuk tim.
Ketika sampai di sebuah perkampungan, kedua teman seperjalanan meminta Nasruddin untuk mencari dana, sementara mereka berdua berdakwah. Nasruddin berhasil mengumpulkan uang yang kemudian dibelanjakannya untuk halwa.
Nasruddin menyarankan agar makanan itu segera dibagi. Tapi yang lain merasa belum terlalu lapar. Sehingga diputuskan untuk membaginya pada malam harinya saja. Mereka bertiga melanjutkan perjalanan.
Ketika malam tiba, Nasruddin langsung meminta porsinya. ”Karena akulah alat untuk memperoleh makanan itu,” ujarnya.
Namun yang tidak setuju. Sang pendeta mengajukan alasan. Karena bentuk tubuhnya yang paling bagus, maka pantaslah kalau ia yang makan lebih dulu. Sang Yogi juga menyampaikan keadaan dirinya bahwa ia hanya makan sekali dalam tiga hari terakhir ini. Karenanya harus mendapat bagian yang lebih banyak.
Akhirnya mereka putuskan untuk tidur dengan sebuah janji bahwa yang malamnya bermimpi paling bagus, boleh makan halwa lebih dulu. Begitu bangun, sang pendeta mengatakan, ”Dalam mimpi aku melihat pendiri agamaku membuat tanda salib. Itu berarti aku telah memperoleh berkah istimewa,” ujarnya.
Yang lain merasa amat terkesan, tapi kemudian sang Yogi menyambung, “Aku mimpi pergi ke Nirwana, tapi tidak menemukan apa-apa,” ujar sang Yogi.
Nasruddin kemudian berujar, ”Aku mimpi bertemu seorang guru Sufi, Nabi Khidir, yang hanya muncul di depan orang yang paling suci. Ia mengatakan kepada saya, Nasruddin, makanlah halwa itu sekarang juga!’ Dan, tentu saja, aku harus mematuhinya.” (adi)
Advertisement