Di Tengah Problem Hidup, Imam Shamsi Ali: Aku Punya Allah
“Dan milik Allah kerajaan langit dan bumi, dan kepadanya dikembalikan segala urusan” (Al-Qur’an). Tiada ketenangan apapun yang melebihi ketenangan batin. Dan ketenangan batin yang paling pasti ketika di hati telah bersemayam kebesaran Allah SWT.”
Demikian pesan kebaikan Imam Shamsi Ali, imam Masjid di New York, Amerika Serikat. Untuk ngopibareng.id, Presiden Nusantara Foundation memberikan taushiyah berikut:
Dengan hadirnya Allah dalam hati dan jiwa, seseorang akan memiliki pegangan hidup yang kuat, pasti dan “unshakeable” (tidak goyah). Pegangan hidup yang solid ini yang diistilahkan dalam Al-Quran dengan “Al-Urwah al-Wutsqa”.
“Dan barangsiapa yang kafir (mengingkari atau menolak) dengan thoghut (sembahan selain Allah) dan beriman kepada Allah maka dia telah berpegang teguh kepada Al-urwatul wutsqa” (Al-Baqarah).
Kemajuan dunia material, khususnya di era kapitalisme yang mengungkung, yang ditopang oleh keterbukaan media, menjadikan manusia hidup dalam tekanan duniawi yang berat. Beban yang mereka alami bukan pada masalah materinya. Bukan karena kurangnya kepemilikan. Atau sebaliknya bukan pula karena banyaknya. Tapi lebih kepada masalah mentalitas dalam menyikapi dunianya.
Dan oleh karenanya mentalitas yang tidak memiliki pegangan kuat itu akan terombang-ambing gelombang perubahan dunia yang terjadi. Mentalitas yang tidak memiliki pegangan itu berada dalam situasi “instabilitas” yang dahsyat. Mudah goyah, bahkan hanyut dengan gelombang perubahan.
Dalam menjalani hidup memang yang terberat adalah menjaga jiwa. Menjaganya dari goncangan perubahan dunia. Syetan juga mengayuh dengan cantik di antara perubahan itu. Ketika sukses jiwa menjadi angkuh. Ketika gagal jiwa merintih dan akan mencari kambing hitam untuk menyalahkan. Terkadang orang lain, atau dirinya sendiri, bahkan menyalahkan Allah (wal’iyadzu billah).
Di sinilah urgensi “urwah” (pegangan) itu. Jiwa yang memiliki pegangan ini tidak saja akan solid dan stabil. Tapi justeru akan mewarnai perubahan dunia yang terjadi. Hanya jiwa-jiwa yang kuat dengan “urwah” itu yang akan mampu menjadi agen-agen perubahan dunia.
Dalam sejarah Islam diingatkan oleh orang-orang kecil, sederhana, miskin, bahkan secara sosial terhinakan. Tapi mereka memilki jiwa-jiwa dengan pegangan kuat. Merekalah yang menjadi bagian atau agen-agen perubahan itu.
Kita mengenal Bilal ibnu Rabah, seorang hamba sahaya berkulit hitam dari Habasyah (Ethiopia). Beliau memiliki pegangan hati dan jiwa yang dahsyat. Itulah “Ahad, Ahad, Ahad” (Allah yang Maha Tunggal, Allah yang Maha Tunggal, Allah yang Maha Tunggal).
Kita juga diingatkan oleh keluarga Yasir (Aal Yaasir), isterinya Sumayya, Muslim pertama yang syahid di jalan Allah, dan putranya Ammar bin Yasir. Semuanya tegar di jalan Allah, tidak goncang dengan rintangan duniawi. Mereka tenang menghadapi gelombang tantangan hidup, dan menemukan kemuliaan di jalan Ilahi.
Catatan redaksi:
Naskah ini ditulis dalam perjalanan Bandung-Jakarta, 3 Feb 2018. “Saya mengundang teman-teman, khususnya yang ada di Bandung dan sekitarnya. Hadiri malam konser dan penggalangan dana untuk pembangunan pondok pesantren pertama di Amerika, 4 Februari, mulai pukul 6:30 sore di Trans Luxury Hotel”. Demikian pesam Imam Shamsi Ali. Terima kasih! (adi)
Advertisement