Soal Kiai Ma'ruf Amin dan Perpolitikan Umat, Ini Pesan Aktual Kiai Marzuqi Mustamar
"Ilmu agama yang bermanfaat akan tertanam bukan karena kecerdasan melainkan karena ketaatan penuh santri pada guru, yang menjadi transfer ilmu sehingga memberikan kemaslahatan dalam kehidupan," kata KH Marzuqi Mustamar.
KH Marzuqi Mustamar, Ketua Pengurus Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur berpesan, para santri hendaknya tetap menjaga etika dan adab yang diajarkan para ulama di pesantren. Ilmu agama yang bermanfaat akan tertanam bukan karena kecerdasan melainkan karena ketaatan pada guru, yang menjadi transfer ilmu sehingga memberikan kemaslahatan dalam kehidupan.
Hal itu diungkapkan Kiai Pengasuh Pesantren Sabilurrasyad Gasek Malang, dalam pengajian Kiswah (Kajian Islam Ahlussunnah Waljamaah) di Musala PWNU Jatim, Sabtu, 11 Agustus usai Shalat Maghrib.
Kiai Marzuqi mengingatkan hakikat santri adalah ketaatan dan ketundukan pada guru. Bila ada kiai kita yang melakukan tindakan, menurut nalar kita tak sesuai, tapi biasanya mempunyai pertimbangan yang tak terjangkau oleh akal kita.
"Jadi, janganlah kita menilai beliau tidak sesuai Khittah NU, melainkan tetaplah bersikap taat pada guru. Nanti pada saatnya kita akan memperoleh pemahaman yang lebih baik, karena beliau begitu mempunyai pertimbangan yang lebih besar untuk kepentingan Islam dan NKRI," tutur Kiai Marzuqi Mustamar.
Para ulama mempunyai pertimbangan sesuai pertimbangan Qowaidul Fiqhiyyah (kaidah fikih), yang dikatakan oleh jumhur ahli usul. Yakni, Darul mafasidi muqaddamun ‘ala jalbil mashalihi. Menolak mudharat lebih diutamakan dari pada mengambil faedah, karena perhatian pembuat syari’at kepada perkara yang dilarang lebih besar dari perhatiannya kepada hal-hal yang di perintahkan.l
Hal itu sesuai Sabda Rasulullah SAW, “Jika aku perintahkan dengan suatu perkara maka kerjakanlah semampu kalian, sedang jika aku larang dari sesuatu maka jauhilah”.
“Pertama saya mengingatkan, sebagai santri bila kita mendengar keganjilan Kiai Hamid Pasuruan (almaghfurlah) kita tidak usah ikut-ikutan mencela. Karena para Waliyullah itu mempunyai pertimbangan yang tidak bisa dinalar oleh orang awam.
Kedua bila kita mendengar orang membicarakan Kiai Hami Djazuli alias Gus Miek, yang menurut nalar kita tidak bisa diterima maka sebagai santri kita tidak usah ikut-ikutan bila ada orang yang menjelek-jelekannya.
Demikian pula bila Kiai Haji Abdurrahman Wahid, ada kita dengar tindakannya yang dinilai tidak wajar oleh akal kita, maka kita cukup diam dan tidak usah ikut-ikutan orang lain yang menilai keburukannya.
Nah, terakhir, kita tahu KH Ma’ruf Amin, cicit Syaikh Nawawi Al-Bantani, mengambil tindakan bersedia sebagai calon wakil presiden, “sebagai warga NU dan santrinya, kita tidak usah ikut-ikut orang yang menilainya sebagai melanggar Khittah NU. Beliau mempunyai pertimbangan yang lebih besar untuk kemaslahatan umat, dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”.
Menurutnya, Kiai Ma'ruf Amin sebagai Rais Am PBNU, mempunyai pertimbangan tersendiri. "Jadi, janganlah kita menilai beliau tidak sesuai Khittah NU, melainkan tetaplah bersikap taat pada guru. Nanti pada saatnya kita akan memperoleh pemahaman yang lebih baik, karena beliau begitu mempunyai pertimbangan yang lebih besar untuk kepentingan Islam dan NKRI," tuturnya. (adi)