Di Tengah Pandemi, Pertumbuhan Laba BNI 4,3 Persen
Di tengah pandemi COVID-19, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk masih mencatatkan pertumbuhan laba 4,3 persen (yoy) pada kuartal I-2020 menjadi Rp4,25 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp4,08 triliun.
Direktur Tresuri dan Internasional BNI Putrama Wahju Setiawan di Jakarta, Selasa, mengatakan, kuartal I-2020 dapat dilewati dengan penuh tantangan oleh perseroan. Pandemi COVID-19 yang mulai merebak di Indonesia pada awal Maret 2020 tidak hanya menekan sektor kesehatan masyarakat, tapi juga memperlambat pertumbuhan perekonomian Indonesia.
"Namun, di tengah tantangan serius tersebut, BNI berhasil mencatatkan kinerja kuartal pertama yang solid, yang cukup dapat diandalkan sebagai bekal menjalankan bisnis hingga akhir tahun,yang tidak akan mudah, terutama pada penguatan likuiditas dan pengelolaan kualitas aset," ujar Putrama saat paparan kinerja secara daring.
Dari sisi profitabilitas, kinerja kredit yang baik mampu mendorong pertumbuhan pendapatan bunga bersih atau net interest income perseroan sebesar Rp9,54 triliun atau meningkat 7,7 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama pada 2019 sebesar Rp8,86 triliun.
Kenaikan pendapatan bunga bersih tersebut dikontribusikan oleh kenaikan pendapatan bunga sebesar 3,8 persen dan penurunan beban bunga sebesar 2,5 persen. Penurunan beban bunga ini menarik karena disebabkan oleh biaya dana atau cost of fund yang turun sebesar 30 bps. Ini terjadi karena perolehan dana murah atau CASA yang juga meningkat dibanding kuartal I 2019.
Adapun dari sisi beban operasional, strategi efisiensi tetap dilakukan, terutama pada pos biaya variabel, sehingga beban operasional BNI pada kuartal I 2020 dapat tumbuh terkendali sebesar 1,7 persen (yoy). Secara keseluruhan, kinerja itu membawa BNI tetap mampu mencatatkan laba bersih pada kuartal I 2020 sebesar Rp4,25 triliun.
"Kinerja solid tersebut tidak membuat BNI kehilangan kewaspadaan terhadap kondisi perekonomian ke depan yang belum dapat diprediksi secara akurat, terutama akibat dampak COVID-19, yang belum dapat diperkirakan akhir penyebarannya," kata Putrama.
Terlebih, pada kuartal I-2020, indikasi pengaruh COVID-19 terlihat pada peningkatan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) dari 2,3 persen pada 2019 menjadi 2,4 persen pada 2020, meskipun masih jauh di bawah batas maksimal NPL yang ditetapkan regulator sebesar 5 persen.
Pada akhir kuartal I-2020, BNI masih mampu menumbuhkan pinjaman sebesar 11,2 persen (yoy) yaitu dari Rp521,35 triliun pada kuartal I-2019 menjadi Rp579,6 triliun pada kuartal I 2020. Jika dibandingkan dengan posisi akhir 2019, pinjaman tumbuh 4,1 persen (ytd). Hal tersebut sejalan dengan strategi BNI yang sangat selektif dalam melakukan ekspansi di tengah pandemi COVID-19.
Adapun peningkatan pinjaman itu ditopang oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 10,4 persen (yoy), yaitu dari Rp575,75 triliun pada kuartal I 2019 menjadi Rp635,75 triliun pada kuartal I 2020. Dengan pertumbuhan DPK yang baik tersebut, BNI memiliki likuiditas yang sehat. Adapun rasio pinjaman terhada simpanan (LDR) BNI pada kuartal I 2020 tercatat sebesar 92,3 persen.
Ke depan, BNI melihat pentingnya mengantisipasi potensi tekanan pada likuiditas, yang dipengaruhi oleh adanya penundaan pembayaran angsuran pokok dan pembayaran bunga dari debitur karena bisnisnya terpengaruh COVID-19, serta tekanan arus modal keluar (capital outflow) dan potensi melemahnya ekspor.
"Dalam kondisi yang sangat menantang seperti ini, likuiditas BNI akan tetap dikelola secara prudent, seperti tercermin pada indikator atau rasio-rasio likuiditas yang seluruhnya telah sesuai dengan ketentuan regulator dan risk appetite internal," ujar Putrama. (ant)