Di Relokasi Penyintas Erupsi Semeru, Aksi Gusdurian & UPN Veteran
Kawasan Huntap Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang menjadi tujuan penelitian dan pengabdian masyarkaat. Hal itu dilakukan UPN “Veteran” Yogyakarta bersama GUSDURian Peduli.
Penelitian dan Pengabdian masyarakat bertujuan untuk mengkaji penentuan kebutuhan air baku di huntap Desa Sumbermujur. Kegiatan ini dilakukan berdasarkan Nota Kesepemahaman UPN Veteran Yogyakarta dengan Pemerintah Lumajang dalam perihal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Pengabdian masyarakat ini dibiayai oleh dana hibah internal LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta, sekaligus melibatkan beberapa mahasiswa aktif baik program sarjana ataupun magister dari Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.
Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, menjelaskan, pembangunan huntap (hunian tetap, red) idealnya telah melalui rangkaian kajian rinci, agar upaya relokasi penyintas tidak menimbulkan risiko baru.
Harus Diurus Serius
Menurutnya, aset penghidupan penyintas harus diurus serius agar semakin cepat pulih, termasuk apakah ketersediaan air di lokasi tersebut mencukupi untuk 1.951 penyintas yang akan menghuni huntap.
"Kami mencoba untuk ikut membantu mengkaji, terutama diurusan penentuan kebutuhan air baku. Jangan sampai tidak ada rencana cadangan jika memang air baku yang disiapkan pihak pengembang tidak mencukupi,” tuturnya, dalam keterangan diterima Ngopibareng.id, Selasa, 26 September 2022.
Dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh tim selama kerja-kerja di fase transisi darurat ke pemulihan, menunjukkan bahwa terdapat potensi defisit antara ketersediaan dan kebutuhan air baku di lokasi pembangunan huntap.
Pihak HK sebagai pelaksana proyek pembangunan melalui wawancara menyatakan di bulan Agustus 2022 ketersediaan air baku yang berasal dari 3 mata air hanyalah sebesar 35 liter/detik atau 126.000 liter/hari (debit saat penelitian ini dilakukan).
Sedangkan hasil wawancara dengan warga menunjukkan bahwa rata-rata kebutuhan air baku untuk rumah tangga sebesar 156,67 liter/hari/keluarga. Jika benar data dari pemerintah bahwa 1.951 KK penyintas akan menghuni huntap, maka diperlukan pasokan air baku sebanyak 306.663,17 liter/hari.
Defisit ketersediaan air baku
Temuannya, terdapat defisit ketersediaan air baku sebesar 41,8% dari total debit air baku yang diperlukan. Hal ini mungkin terjadi karena kurang matangnya perencanaan awal pembangunan huntap.
Dengan keadaan tersebut tim kemudian melakukan pendugaan potensi air tanah dengan pengukuran geolistrik resistivitas untuk mengidentifikasi adanya potensi airtanah yang dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan air baku di huntap.
Dari pengukuran geolistrik resistivitas, airtanah dalam yang berkembang di Kawasan huntap yang berhasil diidentifikasi tidak cukup efektif dan ekonomis untuk dimanfaatkan. Hal terebut karena hanya ada 1 titik yang menunjukkan adanya airtanah dalam, sedangkan pelamparannya tidak menerus di titik lainnya.
"Artinya, bisa jadi lapisan jenuh air tersebut hanya air formasi yang akan mudah habis jika dibor dan diproduksi, karena tidak ada suplai dari permukaan dan tidak meluas pelamparannya," tutur Eko Teguh Paripurno.
Potensi airtanah yang dapat dimanfaatkan hanyalah airtanah dangkal pada kedalaman 8 – 18 meter, karena pelamparannya yang meluas. Namun volumenya terbatas jika tidak dilakukan pengelolaan yang berkelanjutan. Rekomendasinya, airtanah dangkal dapat dimanfaatkan untuk memnuhi kebutuhan air baku melalui sumur bersama diikuti dengan penanaman airtanah yang berkelanjutan.
Penanaman air tanah yang berkelanjutan dapat berupa menjaga atau menambah kawasan hijau, dan membuat sumur biopori yang dapat berfungsi sebagai menangkap air hujan dan menyimpannya ke dalam tanah, agar airtanah dapat terjaga kapasitasnya dan meminimalisir risiko menurunnya muka airtanah atau bahkan sama sekali kering.
Ketua Umum GUSDURian Peduli, A’ak Abdullah Al-Kudus memberi tanggapan, dari hasil identifikasi yang dilakukan oleh kawan-kawan dari UPN Veteran Yogyakarta ini, menunjukkan bahwa ternyata memang kurang air baku yang disediakan di tempat relokasi penyintas erupsi Semeru ini .
Potensi air tanah dalam yang kuantitasnya besar juga tidak ada yang produktif, hanya airtanah dangkal yang dapat memungkinkan. Jadi, jika airtanah dangkal ini akan dimanfaatkan, maka perlu diperhatikan upaya pengelolaannya, pasti harus berkelanjutan.
"Yakni dengan cara menanam airtanah. Jangan sampai kita sibuk memakai namun lupa menanam. Pemerintah Kabupaten Lumajang harus menambah kawasan hijau, dan pembuatan sumur biopori yang banyak, jadi ada yang bisa menangkap air hujan, lalu langsung disalurkan kedalam tanah. Ini untuk meminimalisir airtanah turun atau kering sama sekali," tutur A’ak Abdullah Al-Kudus menambahkan.