Di Malaysia, Transgender Dilarang Ibadah di Dalam Masjid
Komite fatwa negara bagian Perlis di Malaysia mengeluarkan fatwa, melarang transgender beribadah di dalam masjid. Larangan yang dikeluarkan pada 21 September itu disebut agar menghindari kebingungan dan gangguan di antara umat Islam ketika beribadah.
Transgender Dilarang Ibadah di Masjid
Negara bagian Perlis di Malaysia melarang transgender untuk beribadah di dalam masjid. Larangan dalam bentuk fatwa itu juga berlaku untuk ibadah umrah dan haji. Transgender dilarang melakukan umrah dan ibadah haji, untuk menghindari fitnah.
Kini sejumlah negara bagian lain di Malaysia berencana mengeluarkan fatwa serupa untuk transgender.
Fatwa Beramai-ramai
Wakil menteri urusan Islam negara bagian Putrajaya Datuk Ahmad Marzuk Shaary mengatakan sedang berupaya meniru keputusan Perlis di Wilayah Federal.
Sedangkan Mufti Penang Seri Wan Salim Wan Mohd Noor juga mengatakan kepada transgender, untuk mengubah penampilan mereka sesuai jenis kelamin saat lahir, jika ingin masuk masjid atau surau.
Kedua negara bagian tersebut merasa bahwa langkah tersebut perlu untuk mencegah ketidaknyamanan di antara jemaat lainnya. "Bagi saya, apa yang dilakukan Perlis adalah sesuatu yang bisa dicontoh, karena jika seorang laki-laki memasuki masjid mengenakan jilbab, itu sangat tidak pantas," jelas Datuk Ahmad Marzuk, wakil menteri di Departemen Perdana Menteri Urusan Agama, dikutip dari suara.com, Selasa 5 Oktober 2021.
Marzuk tidak melarang seorang transgender datang ke masjid untuk bertobat, namun hal itu juga dapat mengganggu kenyamanan jemaah lain. "Jika kami ingin mendorong negara bagian lain untuk mengikuti apa yang dilakukan di Perlis, kami harus melihat keseriusan kasus yang terjadi," kata Marzuk.
Kata Aktivis
Rencana tersebut mendapat tanggapan dari para aktivis HAM dan transgender. Mereka menyayangkan wacana yang akan berdampak pada semakin terasingnya transgender, serta menciptakan ketakutan di antara masyarakat.
"Kali ini bukan hanya dari sistem tetapi dari keyakinan mereka sendiri. Mereka merasa bahwa mereka bukan bagian dari agama mereka sendiri, karena saya belum pernah mendengar atau melihat wanita transgender (Muslim) yang mencoba mengatakan bahwa mereka bukan Muslim," kata Nisha Ayub, aktivis HAM setempat.
Menurutnya, wacana itu juga membuat banyak masyarakat kecewa dan sedih, karena mereka menganggap tidak akan pernah diterima. "Ini juga menciptakan persepsi negatif yang lebih terstigmatisasi dari masyarakat dan itu juga memicu lebih banyak kebencian kepada masyarakat," katanya.