Di Lamongan, Gus Ipul Panen Melon Bareng Petani Difabel
Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut dua Saifullah Yusuf (Gus Ipul) berkesempatan memanen melon bersama petani difabel di Desa Sendangharjo, Brondong, Lamongan. Pada kesempatan itu, Gus Ipul juga menyampaikan beberapa konsep pertanian modern yang akan digagasnya.
Melihat kedatangan keponakan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini, salah seorang petani difabel, Qamaruzzaman (30 tahun) mengaku sangat gembira. Tidak pernah ia membayangkan bakal bertemu langsung dengan Gus Ipul.
Saking kagumnya dengan perjuangan petani difabel yang berhasil membudidayakan melon jenis golden ini, Gus Ipul meminta Qomar (panggilan akrabnya) bercerita tentang dirinya. Terutama perjuangannya menghadapi keterbatasan.
"Kerja dari jam berapa?" tanya Gus Ipul kepada Qomar, Jumat 20 April 2018.
"Mulai dari jam 7 pagi sampai 5 sore," jawabnya.
Qomar juga menceritakan, sebagian besar pekerjaan di sawah dikerjakannya sendiri. Dimulai dari penyiapan lahan, penyiangan, pengairan hingga pemanenan. Kecuali untuk penyemprotan pestisida, ia mempekerjakan orang lain.
Dalam kesempatan ini, Gus Ipul juga sempat melihat secara langsung bagaimana Qomar menggunting dahan pohon yang tak lagi produktif tidak menggunakan tangan, tapi dengan kakinya. Dengan lincah dan lentur, kaki Qomar menjangkau dahan-dahan yang terbilang sulit karena tingginya setinggi kepala orang dewasa. "Selama ada kemauan pasti bisa," ujar Qomar.
Gus Ipul melihat, sosok Qomar menjadi inspirasi bagi para petani, khususnya petani muda. Bagaimana dengan keterbatasannya mampu membudidayakan melon, yang dinilainya memiliki risiko yang relatif lebih tinggi dibanding menanam tanaman lainnya.
Dalam kesempatan ini, Gus Ipul juga mengenalkan konspep 'corperate farming'. Caranya, gapoktan-gapoktan yang ada dikumpulkan menjadi satu. Disiapkan model pertanian yang modern dengan menghadirkan teknologi pertanian yang maju. Sehingga tidak lagi mengandalkan subsidi bibit, pupuk dan lain sebagainya. Sementara untuk lahannya dihitung sebagai sewa, tenaganya dihitung tiap harinya.
Bila panen tiba, dijualnya tidak berbentuk beras. Melainkan sudah diolah dengan teknologi yang diperbantukan itu, dimulai dari tahapan pemanasan, dan hasil akhirnya berbentuk beras premium dalam kemasan. "Bendaharanya dari perbankan dan pemasukan para petani diterima dengan hitungannya jelas," kata dia.
Konsep ini dinilai sangat sesuai, apalagi tidak setiap petani memiliki lahan pertanian. Menurut dia, idealnya kepemilikan lahan tiap orangnya, rata-rata 0,5 hektar. Namun realitanya, hanya 0,2-0,3 hektar saja per petani. "Bila benar terealisasi, pendapatan petani bisa bertambah hingga 50 persen," pungkas dia. (wah/frd)
Advertisement