Di Jawa Barat, Partai Golkar Pecah Gara-gara Pilkada
Di Jawa Barat, Partai Golkar terpecah gara-gara Pilkada. Perpecahan mulai terjadi di DPD Partai Golkar Jawa Barat karena keputusan DPP yang mengusung Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sebagai calon gubernur dan Anggota DPR RI Daniel Muttaqien Syaifuddin sebagai calon wakil gubernur di Pilgub Jawa Barat 2018.
Perpecahan ditandai dengan aksi protes arus bawah partai berlambang pohon beringin tersebut seperti adanya petisi online yang juga berisi penolakan keputusan DPP yang mengusung Emil dan Daniel Mutaqien di Pilgub Jawa Barat.
Dalam petisi online tersebut dibuat oleh kader Golkar Kota Bandung Aat Safaat Hodijat. Ia mempertanyakan sikap DPP Partai Golkar yang dinilai tidak menaati konstitusi partai.
"DPP Partai Golkar tengah membuat standar ganda dengan memerintahkan kepada DPD kabupaten/kota untuk taat pada AD/ART partai, peraturan organisasi dan juklak, namun mereka sendiri melanggar," kata Aat Safaat Hodijat, di Bandung.
Ia mengatakan berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Nomor 06 Tahun 2016 tentang Penetapan Calon Gubernur, Bupati dan Walikota dari Partai Golongan Karya, nama bakal calon disampaikan terlebih dahulu menurut saran dan pendapat dari masing-masing DPD Kabupaten/Kota.
Sementara, dalam Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) DPD Partai Golkar Jabar yang selain dihadiri oleh pengurus kabupaten/kota di Jabar juga dihadiri oleh para pengurus Partai Golkar Jabar, bahkan DPP Partai Golkar, tidak ada nama lain selain Dedi Mulyadi yang diputuskan untuk maju dalam Pilgub Jabar dari Partai Golkar.
"DPD kabupaten/kota sudah jelas hanya menginginkan Kang Dedi Mulyadi untuk maju dalam Pilgub Jabar. Ini disampaikan dalam Rapimda lalu. Mengapa keputusan Tim Pilkada Pusat DPP Golkar bertentangan dengan hasil Rapimda. Ini jelas pelanggaran terhadap konstitusi partai," kata Aat.
Keputusan Tim Pilkada Pusat, lanjut Aat, telah melukai nilai persatuan dan setia kawan yang termaktub dalam Ikrar Panca Bakti Partai Golkar.
Selama ini, nilai tersebut dijunjung tinggi oleh kader Golkar di Jabar yang berimplikasi positif terhadap kenaikan elektabilitas partai menjelang Pileg 2019 mendatang.
"Tentunya ini mencederai kehormatan kader Golkar, suara mereka tidak didengar lagi, padahal mereka yang bekerja menaikkan elektabilitas partai ini di Jawa Barat," kata dia.
Apabila keputusan pengusungan Ridwan Kamil-Daniel Muttaqien tidak diubah oleh DPP Partai Golkar, maka Aat menyerukan perlawanan kader semesta Partai Golkar untuk memboikot keputusan tersebut.
Menurut dia, kader Partai Golkar di Jabar sangat merindukan kader terbaiknya dalam hal ini Ketua DPD Partai Golkar Jabar Dedi Mulyadi untuk menjadi Gubernur.
"Ya lawan saja. Saya membuat petisi online, ini baru awal saja, perlawanan kader ini akan berlanjut jika keputusan DPP tidak diubah. Kader di Jawa Barat hanya menginginkan Kang Dedi Mulyadi untuk maju, bukan yang lain," kata dia.
Selain itu ia juga menilai, keputusan DPP Partai Golkar kontraproduktif bagi Golkar karena dengan kepemilikan 17 kursi di DPRD Jabar, seharusnya Golkar tak memilih bergabung dengan parpol pengusung Ridwan Kamil hanya karena alasan elektabilitas Wali Kota Bandung itu.
Terlebih kemunculan Daniel Mutaqien Syafiuddin tidak didukung penuh kader Golkar di Jabar.
"Hal ini kontraproduktif. Elektabilitas itu bukan hal yang pasti, yang pasti hanya kematian milik Allah. Kalau keputusan ini terus dipaksakan, mesin Golkar di Jabar pun tak akan bergerak," kata Aat. (ant)