Di Haul Bung Karno, Gus Ipul Berbatik Merah, Puti Berkerudung Hijau
Calon Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Cawagub Puti Guntur Soekarno menghadiri rangkaian acara Haul Presiden pertama Ir Sukarno (Bung Karno) ke-48 di Kota Blitar, Rabu, 20 Juni 2018. Keduanya tampak khusyuk berdoa di sisi pusara sang proklamator.
Gus Ipul mengenakan baju batik berwarna merah. Adapun Puti Soekarno tampak anggun dengan kerudung hijau.
Gus Ipul mengatakan, paduan warna dalam busana yang dia kenakan bersama Puti Soekarno adalah simbol semakin bersatunya kaum Nahdliyin dan kaum nasionalis. Dua kelompok itulah yang menjadi fondasi bagi bangunan Indonesia.
“Dan dari Jawa Timur-lah fondasi itu dibangun. Dari provinsi ini, lahir seorang tokoh besar dan Bapak Bangsa kita, Bung Karno, Putra Sang Fajar. Dari Jatim pula tumbuh kesadaran pergerakan umat Islam, antara lain tecermin dari terbitnya Resolusi Jihad yang menggelorakan semangat melawan penjajahan,” ujar Gus Ipul.
Dua kekuatan itulah, sambung Gus Ipul, yang mesti terus dijalin kebersamaannya demi utuhnya bangsa Indonesia. “Dengan keutuhan bangsa, kita bisa membangun dan menyejahterakan rakyat dalam bangunan Indonesia Raya,” kata Gus Ipul yang juga ketua PB Nahdlatul Ulama.
“Insya Allah warna busana yang kami kenakan ini adalah wujud tekad kuat untuk menyatukan seluruh elemen di Jatim, untuk bersama-sama meraih esok yang lebih baik. Busana ini juga produksi usaha kecil menengah Jatim, menjadi pesan bagi prioritas kami ke depan, yaitu membela kelompok ekonomi kecil dan masyarakat miskin,” imbuh Gus Ipul.
Puti Soekarno menambahkan, salah satu syarat bagi terwujudnya Indonesia yang tangguh adalah menyatunya elemen santri dan nasionalis,
“Nasionalis dan santri, santri dan nasionalis, tak ubahnya dua sisi dari satu keping mata uang yang membentuk Indonesia Raya. Berkat persatuan dua kelompok itulah, Indonesia tak mempan dipecah belah, republik ini tetap berdiri untuk menuntaskan tugas menyejahterakan seluruh lapisan rakyat,” kata cucu Bung Karno tersebut.
Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU KH Said Aqil Siradj, yang juga hadir dalam haul tersebut, menambahkan, menyatunya elemen santri dan nasionalis bukan jargon politik semata.
Dalam perjalanan sejarah bangsa kita, berkali-kali kaum santri dan nasionalis menyelamatkan Indonesia dari perpecahan.
Dia mencontohkan kerja sama antara Bung Karno dan pendiri NU KH Hasyim Asyari di masa pergerakan kemerdekaan. Bung Karno bertanya tentang hukum membela Tanah Air, dan dijawab KH Hasyim secara tegas sebagai “jihad fisabilillah”.
“Kerja sama Bung Karno dan Mbah Hasyim menunjukkan kepada kita semua bahwa menjadi muslim juga bisa menjadi Indonesia pada saat yang bersamaan,” ujarnya.
“Sebab, nasionalisme Bung Karno juga lahir dari rahim keimanan. Itulah yang dalam bahasa Mbah Hasyim disebut sebagai hubbul wathon minal iman, cinta tanah air sebagian dari iman: agama dan nasionalisme bukan dua kutub berseberangan, keduanya saling menguatkan,” pungkas Kiai Said. (frd/wah)