Di Hari Musik 9 Maret yang Diambil dari Tanggal Lahirnya, Makam WR Soepratman Sepi Peziarah
"Hiduplah Indonesia Raya.." (WR Soepratman)
Tiap tanggal 9 Maret dirayakan sebagai Hari Musik Nasional. Tanggal itu diambil dari tanggal lahir WR Soepratman, pencipta lagu "Indonesia Raya."
Tak seperti gegap gempita perayaannya, mulai kalangan musisi jalanan, ucapan- ucapan selamat mulai dari Bank atau Presiden juga merayakan, tapi makam sang pencipta lagu itu, di pemakaman Kenjeran, Surabaya, sepi peziarah.
Wage Rudolf Soepratman --- sering disingkat WR Soepratman, lahir di Desa Somongari Kecamatan Kaligesing, Purworejo pada 9 Maret.
Pahlawan Nasional ini meninggal di Jalan Mangga 21 Surabaya. Awalnya WR Soepratman dimakamkan di tempat makam umum Rangkah. Tahun 1960, atas permintaan keluarga dan disetujui Pemerintah, makamnya di pindah ke depan makam Rangkah.
Hari ini, 9 Maret, makamnya sepi peziarah. "Ya begini Mas tiap harinya, sepi-sepi aja," kata seorang penjaga makamnya.
Biasanya pada Hari-Hari Besar Nasional kayak 17 Agustus atau Hari Pahlawan 10 November, baru ramai. Ada saja yang datang. Biasanya rombongan peziarah dari Dinas Pemerintahan atau dari rombongan pelajar luar kota. "Pernah juga ada rombongan Bonek, bersih-bersih makam di sini," katanya.
Komplek makam WR Soepratman ini dijaga oleh generasi ketiga penjaga makamnya. Sekarang Mbak Utami yang meneruskan jaga makam.
Komplek makam ini sudah bagus. Ada joglo. Juga patung WR Soepratman. Yingginya dua meteran. Gagah, ia pegang biola.
Ibu Pomiaty, anak angkat WR Soepratman yang sekarang tinggal di Jakarta, sering berkunjung ke makam. Lalu keponakan WR Soepratman, Sudarman, yang tinggal di Kentintang Surabaya, juga sering ziarah.
Melihat sosok Wage Rudolf Soepratman, ia memang lahi untuk jadi terpelajar. Ayahnya, Joemeno Kartodikromo, tentara KNIL Belanda. Ibunya Siti Senen.
Wage Rudolf Soepratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Roekijem adalah kakak sulungnya.
Tahun 1914, Soepratman ikut Roekijem pindah ke Makassar. Di sana ia sekolah dibiayai oleh suami Roekijem, orang Belanda, yang bernama Willem van Eldik.
Soepratman belajar bahasa Belanda di sekolah malam, selama tiga tahun, kemudian melanjutkannya ke Normaalschool di Makassar sampai selesai.
Ketika berumur 20 tahun, lalu jadi guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun selanjutnya ia mendapat ijazah Klein Ambtenaar.
Soepratman pernah bekerja pada sebuah perusahaan dagang. Dari Makassar, ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita.
Saat ia pindah ke Jakarta, ia tetap sebagai wartawan.
Saat di Jakarta itu ia mulai tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan.
Rasa tak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dalam benaknya dan iyu ia dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.
Dari mana ia mengenal musik?
Dari catatan Wikipedia, ia belajar musik dari kakaknya, Roekijem. Sang kakak sangat gemar main biola. Dari dia lah, Soepratman kecil, belajar musik dan membaca-baca buku musik.
Saat di Makassar itu, Soepratman juga belajar musik dari kakak iparnya, Willem van Eldik, hingga ia pandai bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu.
Pada 1924 lahirlah lagu "Indonesia Raya", pada waktu itu ia berada di Bandung dan pada usia 21 tahun.
Bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan Kongres Pemuda II. Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan umum.
Saat itulah, jreng .., untuk pertama kalinya, lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum.
Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu "Indonesia Raya" selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan awal gelora rasa kemerdekaan. Lagu ini membangkitkan rasa cinta tanah air.
Akibat menciptakan lagu "Indonesia Raya" ini, ia selalu diburu oleh aparat Hindia Belanda, sampai ia pun jatuh sakit di Surabaya.
Karena lagu ciptaannya yang terakhir "Matahari Terbit" pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di Nirom Jalan Embong Malang, Surabaya.
WR Soepratman ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. Ia meninggal pada 17 Agustus 1938 karena sakit.
Hingga akhir hanyatnya, W.R. Soepratman yang tampan ini, tak disebut punya kekasih, tak sampai punya istri, bahkan ia tidak pernah mengangkat anak.
Dan, hari ini, di Hari Musik Nasional ini, tanggal 9 Maret, yang diambil dari tanggal lahirnya, makamya juga sepi peziarah. Sunyi dan senyap. Seperti kisah hidupnya. (damarhuda)