Di Gua Hira, Saat Indah Nabi Muhammad Bersama Malaikat Jibril
Dalam bulan Ramadhan, terdapat malam diturunkannya untuk kali pertama ayat Al-Quran. Saat itulah disebut Nuzulul Quran.
Untuk memahami hal itu, ada baiknya kita merujuk pada Tafsir Al-Quran yang cukup terkenal, Tafsir Ibnu Katsir.
Tafsir Surat Al-'Alaq Ayat 1-5 - Tafsir Ibnu Katsir Terlengkap
Surat Al-'Alaq, ayat 1-5:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang menceritakan bahwa permulaan wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah Saw. berupa mimpi yang benar dalam tidurnya. Dan beliau tidak sekali-kali melihat suatu mimpi, melainkan datangnya mimpi itu bagaikan sinar pagi hari.
Kemudian dijadikan baginya suka menyendiri, dan beliau sering datang ke Gua Hira, lalu melakukan ibadah di dalamnya selama beberapa malam yang berbilang dan untuk itu beliau membawa perbekalan secukupnya. Kemudian beliau pulang ke rumah Khadijah (istrinya) dan mengambil bekal lagi untuk melakukan hal yang sama.
Pada suatu hari ia dikejutkan dengan datangnya wahyu saat berada di Gua Hira. Malaikat pembawa wahyu masuk ke dalam gua menemuinya, lalu berkata, "Bacalah!" Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa ia menjawabnya, "Aku bukanlah orang yang pandai membaca." Maka malaikat itu memegangku dan mendekapku sehingga aku benar-benar kepayahan olehnya, setelah itu ia melepaskan diriku dan berkata lagi, "Bacalah!" Nabi Saw. menjawab, "Aku bukanlah orang yang pandai membaca." Malaikat itu kembali mendekapku untuk kedua kalinya hingga benar-benar aku kepayahan, lalu melepaskan aku dan berkata, "Bacalah!" Aku menjawab, "Aku bukanlah orang yang pandai membaca." Malaikat itu kembali mendekapku untuk ketiga kalinya hingga aku benar-benar kepayahan, lalu dia melepaskan aku dan berkata:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. (Al-'Alaq: 1) sampai dengan firman-Nya: apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq: 5)
Maka setelah itu Nabi Saw. pulang dengan hati yang gemetar hingga masuk menemui Khadijah, lalu bersabda:
«زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي»
Selimutilah aku, selimutilah aku!
Maka mereka menyelimutinya hingga rasa takutnya lenyap. Lalu setelah rasa takutnya lenyap, Khadijah bertanya, "Mengapa engkau?" Maka Nabi Saw. menceritakan kepadanya kejadian yang baru dialaminya dan bersabda,"Sesungguhnya aku merasa takut terhadap (keselamatan) diriku." Khadijah berkata, "Tidak demikian, bergembiralah engkau, maka demi Allah, Dia tidak akan mengecewakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang suka bersilaturahmi, benar dalam berbicara, suka menolong orang yang kesusahan, gemar menghormati tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah."
Kemudian Khadijah membawanya kepada Waraqah ibnu Naufal ibnu Asad ibnu Abdul Uzza ibnu Qusay. Waraqah adalah saudara sepupu Khadijah dari pihak ayahnya, dan dia adalah seorang yang telah masuk agama Nasrani di masa Jahiliah dan pandai menulis Arab, lalu ia menerjemahkan kitab Injil ke dalam bahasa Arab seperti apa yang telah ditakdirkan oleh Allah, dan dia adalah seorang yang telah lanjut usia dan tuna netra.
Khadijah bertanya, "Hai anak pamanku, dengarlah apa yang dikatakan oleh anak saudaramu ini." Waraqah bertanya, "Hai anak saudaraku, apakah yang telah engkau lihat?" Maka Nabi Saw. menceritakan kepadanya apa yang telah dialami dan dilihatnya. Setelah itu Waraqah berkata, "Dialah Namus (Malaikat Jibril) yang pernah turun kepada Musa. Aduhai, sekiranya diriku masih muda. Dan aduhai, sekiranya diriku masih hidup di saat kaummu mengusirmu."
Rasulullah Saw. memotong pembicaraan, "Apakah benar mereka akan mengusirku?" Waraqah menjawab, "Ya, tidak sekali-kali ada seseorang lelaki yang mendatangkan hal seperti apa yang engkau sampaikan, melainkan ia pasti dimusuhi. Dan jika aku dapat menjumpai harimu itu, maka aku akan menolongmu dengan pertolongan yang sekuat-kuatnya." Tidak lama kemudian Waraqah wafat, dan wahyu pun terhenti untuk sementara waktu hingga Rasulullah Saw. merasa sangat sedih.
Menurut berita yang sampai kepada kami, karena kesedihannya yang sangat, maka berulang kali ia mencoba untuk menjatuhkan dirinya dari puncak bukit yang tinggi. Akan tetapi, setiap kali beliau sampai di puncak bukit untuk menjatuhkan dirinya dari atasnya, maka Jibril menampakkan dirinya dan berkata kepadanya, "Hai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah utusan Allah yang sebenarnya," maka tenanglah hati beliau karena berita itu, lalu kembali pulang ke rumah keluarganya.
Dan manakala wahyu datang terlambat lagi, maka beliau berangkat untuk melakukan hal yang sama. Tetapi bila telah sampai di puncak bukit, kembali Malaikat Jibril menampakkan diri kepadanya dan mengatakan kepadanya hal yang sama.
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui Az-Zuhri; dan kami telah membicarakan tentang hadis ini ditinjau dari segi sanad, matan, dan maknanya pada permulaan kitab syarah kami, yaitu Syarah Bukhari dengan pembahasan yang lengkap. Maka bagi yang ingin mendapatkan keterangan lebih lanjut, dipersilakan untuk merujuk kepada kitab itu, semuanya tertulis di sana.
Mula-mula wahyu Al-Qur'an yang diturunkan adalah ayat-ayat ini yang mulia lagi diberkati, ayat-ayat ini merupakan permulaan rahmat yang diturunkan oleh Allah karena kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, dan merupakan nikmat yang mula-mula diberikan oleh Allah kepada mereka. Di dalam surat ini terkandung peringatan yang menggugah manusia kepada asal mula penciptaan manusia, yaitu dari 'alaqah. Dan bahwa di antara kemurahan Allah Swt. ialah Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Hal ini berarti Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu. Dan ilmu merupakan bobot tersendiri yang membedakan antara Abul Basyar (Adam) dengan malaikat. Ilmu itu adakalanya berada di hati, adakalanya berada di lisan, adakalanya pula berada di dalam tulisan tangan. Berarti ilmu itu mencakup tiga aspek, yaitu di hati, di lisan, dan di tulisan. Sedangkan yang di tulisan membuktikan adanya penguasaan pada kedua aspek lainnya, tetapi tidak sebaliknya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ}
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Penmrah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq: 3-5)
Di dalam sebuah asar disebutkan, "Ikatlah ilmu dengan tulisan." Dan masih disebutkan pula dalam asar, bahwa barang siapa yang mengamalkan ilmu yang dikuasainya, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.