Di Balik Junta Myanmar, Kekuatan yang Diintai Sanksi
Konflik Myanmar belum juga berakhir di tangan junta, atau Tatmadaw-sebutan junta Myanmar. Justice for Myanmar menuding militer berada dalam "konflik kepentingan yang melanggar hukum".
Bahkan, menyusul kudeta, berbagai kelompok advokasi telah menyerukan sanksi terhadap militer dan aksesnya pada sistem keuangan global.
"Harta yang dicuri oleh militer dan bisnis mereka adalah milik rakyat Myanmar dan harus dikembalikan kepada mereka," kata anggota Justice for Myanmar seperti dilansir BBC, Selasa 9 Maret 2021.
Sementara, Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi baru terhadap militer dan beberapa sosok pemerintahan, bersama tiga perusahaan tambang.
Sedangkan, Kanada, Selandia Baru, dan Inggris juga telah memberlakukan kebijakan mereka sendiri, namun demikian belum ada negara secara langsung berfokus pada konglomerat.
Para pegiat HAM berpendapat bahwa sanksi lemah di masa lalu telah memungkinkan Tatmadaw untuk melakukan kudeta dan melanjutkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Namun, para pakar mengatakan, ada keinginan kuat untuk menambah sanksi-pada waktu yang tepat.
"Dunia masih menunggu untuk melihat apa yang terjadi," kata George McLeod selaku Direktur Manajemen Access Asia, perusahan manajemen risiko yang berspesialisasi di wilayah itu.
"Dari yang saya dengar dari orang dalam, Norwegia sedang mencoba untuk melakukan semacam upaya awal untuk mewujudkan solusi lewat negosiasi,” lanjut McLeod.
Sementara itu, timbul kekesalan yang semakin besar di kalangan pengusaha lokal tentang kekuatan konglomerat.
"Mereka menggambarkannya dengan cara yang hampir sama dengan seorang pemilik bisnis di Sisilia berbicara tentang Mafia. Anda harus berurusan dengan mereka jika Anda masuk radar mereka. Tapi, Anda tidak mau," kata McLeod.