Di Antara Kita Berjarak, Ini 6 Pesan Ramadhan Gus Mus
KH Ahmad Mustofa Bisri, selama Ramadhan melakukan pengajian daring dari Pesantren Raudlatut Thalibiin, Leteh, Rembang. Di pesantren yang diasuhnya itu, digelar Ngaji Kitab Akhlaq al-Muslim 'Alaaqatuhu bi al-Mujtama' (karya Syaikh Wahbah Az-Zuhaili), dan Kitab Idhatun Nasyi'in.
Selain itu, juga ada Ngaji Kitab Minhaj al-Abidin (karya Imam Al-Ghazali, diasuh KH Yahya Cholil Staquf). Semua itu disiarkan oline yang bisa disimak lewat Gus Mus Channel, di Youtube dan medsos lainnya..
Di antara pengajian Gus Mus, panggilan akrab Mustasyar PBNU ini, ada catatan yang bisa dipetik. Sehingga, kita bisa mengambil hikmah dari bulan Ramadhan ini.
Berikut Enam Pesan Ramadhan KH Ahmad Mustofa Bisri:
1. Ramadhan Suci
Yang kita katakan ’’Ramadhan Suci’’, kesuciannya tak (banyak) mempengaruhi pribadi kita, setelah pergi. Pribadi kita rata-rata tak terlalu berbeda dengan sebelum kedatangannya.
Memang, suasana kehidupan kita pada saat Ramadhan kentara sekali berubah. Tapi perubahan-perubahan rutin juga yang setiap tahun begitu-begitu saja.
2. Bulan Kebersamaan
Jadwal makan yang biasanya di siang, menjadi malam hari dengan menu yang agak istimewa. Kebersamaan kita tetap kebersamaan yang lebih bersifat seremonial. Tarawih, tadarus, dan buka bersama.
Ini pun harus bersaing dengan tontonan televisi yang disiapkan secara spesial. Menyambut Bulan Suci dengan tayangan-tayangan semalam suntuk; untuk mengawani dan menghibur mereka yang di siang hari berjuang melawan lapar dan haus.
Pendek kata, keistimewaan Ramadhan kemarin-kemarin justru lebih terlihat dari ’’kemeriahan’’-nya. Perbedaan lain –dibandingkan dengan kesibukan sehari-hari sebelum Ramadhan – ialah: jatah kebersamaan kita dengan keluarga relatif agak lebih banyak.
3. Anugerah Ilahi bagi Penyucian Diri
Ramadhan demi Ramadhan, yang selalu kita sebut sebagai bulan suci, kemarin datang, umumnya tidak sampai kita cermati sebagai saat anugerah Ilahi bagi penyucian diri, khususnya penyucian batin. Sebelas bulan, kebanyakan kita boleh dikata tidak pernah istirahat, sibuk dengan dunia kita dan sering kali kesibukan itu tidak sempat terpikirkan manfaat-mudaratnya.
Sebelas bulan, kebanyakan kita nyaris tidak pernah dengan sengaja bersendiri dengan diri sendiri dan Allah untuk sekadar merenungkan apa yang sudah kita lakukan –sebagai hamba mukmin– selama 11 bulan kehidupan kita bagi kepentingan kita pribadi, terutama di alam keabadian kelak.
4. Diri dan Tuhan Kita Berjarak?
Jangankan dengan diri dan Tuhan kita, dengan keluarga kita sendiri, banyak di antara kita yang berjarak. Dunia dan duniawi benar-benar telah menyihir kita sedemikian rupa, sehingga kita tak mampu lagi membedakan antara mana yang muhim (penting) dan yang tidak; apa pula antara yang muhim dan yang aham (yang lebih penting) bagi kepentingan hakiki kita.
Untunglah, Allah begitu baik dan sayang kepada kita. Alih-alih Dia murka karena kita tak juga mengindahkan ’’pelajaran’’ atau isyarat-Nya berulang-ulang untuk ’’membuat jarak’’ dengan dunia yang menipu, Dia justru menolong kita dengan cara yang unik. Menolong dan sekaligus memberi pelajaran yang dahsyat kepada kita.
5. Khalifah Allah kok Tunduk pada Dunia
Kalau selama ini kita –yang sebenarnya diangkat menjadi khalifah-Nya, menjadi penguasa dunia– justru seperti takluk dan tunduk di bawah kekuasaan dunia, maka melalui makhluk-Nya yang mahalembut, Dia paksa dunia seisinya –termasuk kita yang sok akbar– untuk berhenti berputar.
Kita sendiri dipaksa membuat jarak dengan sesama makhluk, untuk dapat menyendiri dengan Sang Khalik. Sesuatu yang mungkin luput dari pemahaman kita setiap kali datang Ramadhan selama ini; satu dan lain hal karena kita terlalu fokus pada menahan lapar-haus dan pahalanya saja.
6. Menghayati Kesucian
Kini Ramadhan datang dalam kondisi yang sangat membantu kita untuk sepenuhnya menghayati kesuciannya. Bukan hanya menahan lapar di siang hari dan kemudian kembali ’’ingar-bingar’’ di malam hari. Dalam kesenyapan dan kesendirian, kesyahduan ibadah kita menjadi semakin terpusat.
Dengan perhatian kita yang semakin sungguh terhadap kesucian raga, kita menjadi teringat kepada pentingnya kesucian jiwa pula. Dengan ’’istirahat’’-nya dunia dan kendurnya godaan segala yang bersifat duniawi, kita bisa lebih kondusif dan khusyuk menyendiri dengan diri kita dan Tuhan kita. Dan kita bisa lebih fokus kepada bagian kehidupan kita yang lebih hakiki dan abadi. Masa depan kita yang sesungguhnya. Akhirat.
"Selamat datang, Ramadhan. Semoga kedatanganmu kali ini lebih memberi manfaat dan keberkahan kepada kita. Semoga kali ini kita –hamba-hamba yang daif ini– dapat lebih mendahulukan hak Allah dan kewajiban kita daripada hanya mengedepankan kepentingan kita sendiri. Semoga," tutur Gus Mus, yang Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang.
*) Sumber: Diolah dari "Selamat Datang, Ramadhan", akun facebook Ahmad Mustofa Bisri, dan Jawa Pos.
Soal Ramadhan, bisa diikuti pesan-pesan penting, baik soal kerinduan terhadpa Kanjeng Nabi Muhammad SAW maupun soal Ramadhan, dalam video berikut:
Advertisement