Di Antara Dendam dan Sabar Menghadapi Cobaan
Dalam kitab An-Nawadir, terdapat kisah yang memberi pelajaran pada masalah dendam. Demikian pula betapa kesabaran seorang Mukmin dan Muslim, menjadi benteng kekuatan iman.
Alkisah: Wahab bin Munabbih menceritakan bahwa di negeri Bani Wa terdapat seorang hamba yang taat menyembah Allah Swt. di tempatnya yang berada di samping sungai. Di tempat itu, terdapat seseorang yang berprofesi sebagai tukang cuci.
Suatu hari, seorang penunggang kuda yang memakai sabuk penyimpan uang datang. Ia melepaskan pakaian dan sabuknya untuk mandi di sungai. Setelah mandi, ia memakai kembali pakaiannya, tetapi ia lupa dengan sabuknya. Lantas, ia pergi begitu saja.
Beberapa saat setelah itu, seorang nelayan datang mencari ikan dengan jala. Di tengah keasyikannya menangkap ikan, ia melihat sebuah sabuk. Ia mengambil dan membawanya pulang.
' Tidak lama kemudian, penunggang kuda mencari sabuknya, akan tetapi ia tidak menemukannya. Karena bingung mencaricari sabuk, ia bertanya kepada tukang cuci yang sedang berada di pinggir sungai, “Aku lupa dengan sabukku di sini.”
“Aku tidak melihatnya sama sekali!” jawab tukang cuci.
Penunggang kuda itu tampaknya marah besar hingga menghunuskan pedang kepada tukang cuci itu, dan membunuhnya.
Tatkala hamba shalih melihat itu, hampir saja ia terkena fitnah, dan berkata, “Tuhanku, Junjunganku, nelayan itulah yang mengambil sabuk. Akan tetapi, tukang cuci itu malah yang dibunuh.”
Tatkala malam tiba, hamba shalih tidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi:
“Wahai hamba shalih, jangan terkena fitnah, dan jangan masuk ke dalam ilmu Tuhanmu. Ketahuilah bahwa penunggang kuda itu membunuh ayah nelayan dan mengambil hartanya. Maka, sabuk tersebut menjadi harta ayahnya. Dan, catatan tukang cuci itu penuh dengan kebaikan, kecuali hanya satu kesalahan. Sementara, catatan penunggang kuda dipenuhi dengan kejelekan, dan hanya mempunyai satu kebaikan. Ketika penunggang kuda membunuh tukang cuci, maka terhapuslah kejelekannya, dan pada akhirnya semua kebaikan penunggang kuda terhapus. Tuhanmu melakukan sesuatu yang dikehendaki dan menghukumi sesuatu yang dikehendaki pula.”
Sabar Menghadapi Cobaan
AIkisah, seorang sufi yang berhati lembut dan sabar mempunyai teman yang dipenjarakan oleh pemimpin daerahnya. Ia mengirimkan surat bagi temannya itu.
“Bagaimana kabarmu di penjara?” tanya sang sufi.
Temannya membalas sang sufi.
“Aku bersyukur kepada Allah Swt.”
Selanjutnya, para pengawal datang ke penjara tersebut membawa seorang Majusi yang kesakitan perutnya karena siksaan pengawal. Mereka mengikat Majusi itu dengan rantai besi bersama teman sufi. Sehingga, ketika si Majusi hendak berdiri membuang hajat, teman sufi ikut bersama dan berdiri di sampingnya sampai selesai. Teman sufi tersebut merasa tidak nyaman dengan bau kencing dan gerakan-gerakannya. Begitulah keadaan di dalam penjara teman si sufi.
Si sufi mengetahui hal tersebut dan mengirimkan sepucuk surat menanyakan kabarnya di sana. Akan tetapi, teman si sufi yang dalam keadaan sempit itu menjawab suratnya bahwa “Aku bersyukur kepada Allah Swt.”
Surat itu dibalas lagi oleh si sufi, “Dari mana engkau bersyukur kepada Allah Swt.? Cobaan mana yang lebih berat daripada yang engkau alami?”
Teman si sufi membalas suratnya, “Seandainya pemimpin itu mengambil borgol dari perut Majusi dan menalikannya dengan perutku, maka itu lebih berat daripada keadaanku sekarang. Saudaraku, sebenarnya aku berhak mendapatkan hukuman lebih berat daripada ini. Apabila Tuhan memaafkan aku dengan hukuman ini, bersyukur adalah hal yang wajib aku lakukan. Aku takut apabila satu obor api dari neraka akan menimpaku. Apabila aku diampuni dengan obor api ini, maka tidakkah aku bersyukur kepada-Nya?” Wallaahu a'lam.
Demikian di antara kandungan Kita An-Nawadir. Semoga kita dapat mengambil hikmahnya Amin.