Dewan Pers Kunjungi Redaksi ngopibareng.id, Ini yang Dibahas
Indonesia masih dikuasai media yang para personelnya tidak didukung dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Itulah media yang kerap tidak melalukan kerja jurnalistik sesuai dengan kaidah profesionalisme yang benar. Hal itu terjadi, terutama media online.
"Itulah pentingnya Dewan Pers melakukan verifikasi langsung. Dengan begitu, akan terdeteksi media tersebut benar-benar dikelola dengan benar atau abal-abal," tutur Yoseph Stanley Adi Prasetyo, Ketua Dewan Pers, saat berkunjung ke Redaksi ngopibareng.id, Kamis 23 Agusus 2018.
Dalam kunjungan tersebut Stanley datang ditemani M. Amir Tedjo dari ngopibareng.id, diterima Arif Afandi (CEO ngopibareng.id), M. Anis (Pemimpin Redaksi), Fatkhurohman Taufik (Redaktur Pelaksana) dan Okky Tri Hutomo (OkkyChief Technology Officer). Menyaksikan ngopibareng.id, yang dikelola para jurnalis senior yang integritasnya sudah diakui secara nasional, Stanley yakin bila ngopibareng.id mempunyai masa depan yang baik sebagai media yang dikelola secara profesional.
"Apalagi, saya mengenal Cak Anis sudah lama, sejak kami sama-sama di bawah pressure di zaman Orde Baru," tutur Stanley, seraya memandang M Anis dan Arif Afandi. Ia mengingatkan, ketika kasus tenggelamnya waduk Kedungombo di Yogyakarta.
Ketika itu, M Anis sudah melakukan investigasi kasus Kedungombo secara langsung lengkap dengan penyamaran sebagai warga masyarakat biasa, tanpa bersandal.
"Saat itu, saya pun bersama Cak Nun dan Romo Mangunwijaya, " tutur Arif Afandi, mengenang peristiwa yang menggetarkan naluri kemanusiaan ketika itu.
Sementara, Stanley mengabadikan hasil investigasinya dalam buku Seputar Kedung Ombo (1994).
"Setiap berita yang dikeluarkan media jurnalistik wajib memverifikasi dan mengklarifikasi sumber. Hal ini merupakan salah satu cara untuk memerangi 'hoax' yang kini banyak beredar di media sosial. Informasi dan berita itu berbeda. Berita harus punya verifikasi dan klarifikasi".
Pada bagian lain, Stanley menyebutkan banyak personal media abal-abal bukan berprofesi jurnalis. Mereka merupakan gabungan LSM, preman, mantan loper koran, dan juga tukang tambal ban.
"Mereka mengaku jurnalis atau wartawan dan punya identitas pers. Umumnya mereka tahu jadwal kapan dan di mana konferensi pers," ujar Stanley.
Dijelaskannya, personal media abal-abal ini tidak membutuhkan gaji. Mereka juga tidak memerlukan media untuk menerbitkan laporan. "Umumnya mereka datang ke undangan untuk mendapat makan gratis, dapat uang transpor mungkin juga sedikit honor, sehari mereka bisa datang sampai ke tiga tempat. Penghasilannya sudah cukup untuk hidup," katanya.
Untuk memenuhi profesionalitas di media, Stanley mendorong setiap jurnalis untuk ikut uji kompetensi sehingga memiliki wawasan dan memahami kode etik jurnalistik. Menurutnya, dengan uji kompetensi, wartawan juga memiliki teknik mewawancarai narasumber.
"Bila kita perhatikan, media yang abal-abal itu kecenderungannya berkerumun, kalau bertanya rame-rame merekam, dan idenya nanti rame-rame juga untuk dijadikan berita. Sekarang tidak bisa, wartawan harus punya kompetensi yang menjadikannya wartawan sungguh-sungguh," kata Stanley.
Karena itu, Stanley mengatakan, setiap berita yang dikeluarkan media jurnalistik wajib memverifikasi dan mengklarifikasi sumber. Hal ini merupakan salah satu cara untuk memerangi 'hoax' yang kini banyak beredar di media sosial. Dia mengatakan, informasi dan berita itu berbeda. Berita harus punya verifikasi dan klarifikasi.
Indonesia saat ini memiliki media informasi terbanyak di dunia. Jumlahnya mencapai 47 ribu yang 43.300 di antaranya adalah berbasis daring. Sementara perusahaan media yang terverifikasi di Dewan Pers hanya mencapai 168 unit.
"Dengan menyaksikan personel-personel jurnalis di ngopibareng.id, yang sudah lama bergulat di dunia jurnalistik, Dewan Pers tentu akan lebih mudah memroses dan memasukkan ngopibareng.id dalam daftar media yang dikelola dengan baik," tuturnya.
Setelah mengakhiri kunjungannya ke ngopibareng.id, didampingi Arif Afandi dan M. Anis, Ketua Dewan Pers dan stafnya, melakukan silaturahim ke Peter A. Rohi, jurnalis senior yang tinggal di Surabaya, yang kebetulan sedang sakit.
"Beliau ini punya pengalaman bersejarah. Sebagai jurnalis Suara Indonesia di Malang, khususnya ketika menerima 'bingkisan kepala manusia' dalam kasus petrus (penembak misterius, Red) di zaman Benny Moerdani, panglima TNI (ABRI, ketika itu) di bawah rezim Soeharto," kata Stanley, yang mantan aktivis Komnas HAM. (adi)