Dewan Pendidikan Jatim: Pendidikan Vokasi di Era 4.0 Tidak Perlu
Tantangan besar akan dihadapi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim periode 2019-2024.
Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Prof Akhmad Muzakki mengatakan tantangan itu adalah bagaimana mengubah sistem pendidikan saat ini ke era revolusi industri 4.0.
Menurutnya, dari sistem yang masih diterapkan saat ini perlu ada perubahan. Sebagai contoh, dari buku yang ia pelajari The Higher Education in the Era Fourth Industrian Rovolution, pendidikan vokasi saat ini sudah tidak tepat untuk menghadapi revolusi industri 4.0.
"Dijelaskan di situ justru yang dibutuhkan oleh dewan pendidikan di era disrupsi adalah penguatan liberal arts education (pendidikan yang memerdekakan cara berfikir orang) salah satunya fleksibel kognitif. Di era ini, diperlukan orang yang tidak hanya berfikir hitam putih tapi seseorang yang bisa tune ini dengan perubahan yang sangat cepat," katanya kepada ngopibareng.id, Jumat 25 Oktober 2019.
Menurutnya, penganggaran besar untuk sektor pendidikan vokasional yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo saat ini berbeda jauh dengan tantangan di era industri 4.0.
Sebab, jelas pria yang akrab disapa Muzakki itu, pendidikan vokasi berintepretasi pada penciptaan pelayan, bukan pengusaha melalui pembelajaran yang inovatif.
"Itu tantangan bagaimana dia (Mendikbud) mengetahui yang dibutuhkan. Ketika dikonversi dengan sistem pendidikan saat ini, bagaimana Pak Mendikbud mendesign pendidikan ke depan? Karena di buku itu tidak dibutuhkan pendidikan vokasi untuk era industri 4.0 itu," katanya.
Tantangan kedua, lanjut Muzakki, bagaimana agar Mendikbud tidak lengah pada proses digitalisasi pendidikan. Sebab, digitalisasi ini akan kembali bersinggungan dengan budaya Indonesia.
"Mendikbud punya keahlian digitalisasi pendidikan. Tetapi Pak Mendikbud tidak boleh lengah proses digitalisasi karena ada tantangan lama Indonesia. Yakni bagaimana orang dibuat digitelize, homogenize cultur, lalu memunculkan preferensi nasional. Itu awal muncul problem kewargaan kita dulu," ujar pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris PWNU Jatim itu.
Lebih lanjut, bahwa proses digitalisasi harus dipikirkan secara matang agar dapat membangun nilai-nilai kebangsaan yang baik, di tengah terpaan informasi yang begitu luas.
Karena itu, untuk menghadapi tantangan besar itu Nadiem Makarim harus menjadi pembelajar cepat mengingat dirinya tidak memiliki background di dunia pendidikan Indonesia.
Muzakki menyebut, ada dua cara yang dapat dilakukan oleh Nadiem di awal jabatannya ini. Yakni melakukan mobilisasi para ekspertis keahlian dari berbagai macam bidang, serta orkestrasi dengan membuka telinga untuk mendengar berbagai masukan dari berbagai pihak.