Dewan Kesenian Surabaya itu Bukan Milik Chrisman Hadi
Tiga orang tokoh seni di Surabaya mendukung sikap Pemerintah Kota Surabaya yang tidak mengakui musyawarah Dewan Kesenian Surabaya beserta hasilnya yaitu memilih Chrisman Hadi duduk sebagai Ketua Umum DKS periode keduanya.
Aribowo, Sirikit Syah dan Semar Suwito, diwawancara secara terpisah hari Senin sepakat menyatakan setuju dan mendukung sikap Pemkot, dalam hal ini Kepala Dinas Kebudayaan dan Parwisata Kota Surabaya.
Sikap Pemkot yang demikian itu adalah konsekwensi yang harus ditanggung oleh Chrisman Hadi, kata Aribowo. “Dia mengadakan musyawarah dengan menyalahi prosedur serta mengundang kelompok-kelompok yang akan menguntungkannya, tentu Chrisman sudah memperhitungkan akan ada risiko yang harus dia terima, “ kata Aribowo.
“Pemkot punya hak untuk meluruskan lembaga seni atau sosial yang mungkin dianggap bisa diajak kerjasama, sementara keberadannya masih memerlukan bantuan dari Pemkot. Jadi kalau Pemkot tidak mengakui musyawarah yang telah memilih kembali Chrisman jadi Ketua Umum DKS, itu adalah hak Pemkot,” tambahnya.
Sementara Sirikit Syah, yang juga sebagaimana Aribowo pernah jadi pengurus DKS mengatakan, segala yang bernama dewan, dalam bahasa Inggrisnya council, itu pasti adalah mitra eksekutif. Ditentukan oleh atau bersama eksekutif.
“Pengalaman saya sebagai pengurus DKS sejak hanya jadi Ketua Biro Sastra sampai Ketua Presidium, kami dipilih secara demokratis oleh kalangan seniman, yang disetujui oleh mitra dalam hal ini Pemkot Surabaya. Bahkan pelantikan atau pengukuhan para pengurus dilakukan secara resmi di kediaman Walikota, dengan membacakan SK Wali Kota,” kata Sirikit.
Lebih dari itu, sambungnya, Dewan Kesenian sebagai penasehat atau pembisik walikota dalam hal pengembangan kesenian dan para seniman, bersama Pemkot membangun iklim berkesenian yang sehat dan aktif.
“Biaya Kegiatan Dewan menjadi pos anggaran pemerintah kota. Lha ini anehnya DKS yang sekarang saya dengar tidak mendapat atau tidak mau mengambil dana operasionalnya. Bagaimana DKS membangun iklim kesenian tanpa dana dari pemerintah? Lantas dana dari mana?”
Semar Suwito menggaris bawahi pelaksanaan musyawarah yang kembali memilih Chrisman. “Dengan tetap melaksanakan musyawarah, Chrisman telah melanggar garis merah AD/ART. Apalagi sampai pada melakukan pemilihan ketua, dan dia sendiri yang akhirnya jadi ketua lagi. Ini dosa-dosa sosial bebrayan bagi seniman yang sudah punya paugeran,” kata Semar Suwito.
“Kini setelah nyata-nyata Chrisman Hadi melakukan pelanggaran, Pemkot harus action, tidak hanya statement tidak mengakui, tapi juga ada tindakan yang tidak menyalahi hukum. Pemkot sudah tidak bisa lepas tangan lagi. Dewan Kesenian Surabaya itu bukan milik Chrisman Hadi, Pemkot lebih banyak punya hak dibanding Chrisman. Tri Rismaharini, Wali Kota harus tegas menyikapi ini, seperti ketika warga Surabaya melihat ada pejabat Dispenduk yang gak becus mengurusi tupoksinya langsung ditindak,” tambah Semar. (nis)