Detik-Detik Dramatis, Ini Kesaksian Orang Dekat Mahfud MD
"Saya benar-benar terkejut dan senang bercampur gak percaya. Sebab sudah berkali-kali saya mendengar beliau menanggapi berita di media massa tentang bursa wapres dengan tidak serius."
Joko Widodo, sebagai capres, telah menggandeng KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres, dalam Pilpres 2019. Mahfud MD, yang sebelumnya santer disebut-sebut bakal mendampingi Jokowi, akhirnya menjadi tragis justru pada detik-detik akhir pengumumannya.
Dr Nanang Priyo Utomo, di antara orang dekat Mahfud MD, memberikan kesaksian tentang “Detik-detik Dramatis Mahfud MD, Kepentingan Bangsa di Atas Segala”. Berikut kesaksian selengkapnya, dimuat ngopibareng.id dari akun facebook Firman Syah Ali, yang tak lain adalah keponakan Mahfud MD:
Hari masih gelap saat saya turun dari kereta api di Stasiun Gambir. Sambil menunggu hari terang saya Shalat Subuh dan ngopi di kafe stasiun untuk selanjutnya menuju ke Kantor Kramat 6 (Jakarta).
Seperti biasa saya datang di kantor menyapa Mang Odon, OB kantor teman saya bercanda. Saya terkejut ketika mobil yang sudah sangat familier dimata saya masuk ke pelataran kantor. Ya, itu mobilnya pak Mahfud MD yang punya kantor MMD Initiarive tempat saya numpang hidup. Saya terkejut karena yang saya tahu kemarin beliau ceramah di UGM dan hari ini ada acara di Jogja.
“Lho, kok di Jakarta pak?” tanya saya.
“Ya, dari sowan Kiai Said Aqil,” jawab beliau.
Sedikit beliau memberi penjelasan bahwa ditelepon oleh staf Istana untuk berkomunikasi dengan Ketua PBNU karena akan ditunjuk sebagai Cawapres. Saya benar-benar terkejut dan senang bercampur gak percaya. Sebab sudah berkali-kali saya mendengar beliau menanggapi berita di media massa tentang bursa wapres dengan tidak serius.
“Emangnya nyalon wapres gampang? Duit gak punya partai gak ada.” Entah berapa puluh kali saya dengar pernyataan itu. “Saya pulang dulu ya, nanti malam ada acara tumpengan di jogja, besuk kesini lagi”.
“Halo, mas tolong buka email, saya kirim email formulir pencalonan wakil presiden tolong diketik ya,” suara sekpri melalui sambungan telepon.
"Beliau beranjak masuk ke mobil menuju bandara. Alhamdulillah, kantor sudah sepi lagi, saya bisa mengetik dengan tenang. Membaca buku dengan nyaman..."
Saya jadi semakin percaya bahwa kabar tentang penunjukan sebagai cawapres ini benar. Akhirnya kami berbagi tugas, saya mengerjakan formulir dan teman lain mengurus SKCK dan surat-surat lain. Kantor yang biasanya sepi makin siang makin rame kedatangan tamu-tamu penting. Bapak masih acara di Sentul tapi kantor sudah penuh dibanjuiri tamu.
Sementara saya dan kawan-kawan berjibaku mengejar deadline penyelesaian persyaratan. Hari Kamis adalah hari penentuan cawapres. Tamu makin banyak di Kantor. Pak Mahfud wira-wiri mengukur baju dan koordinasi masalah pendaftaran.
“Besok Pak Jokowi dan saya akan boncengan naik motor ke KPU. Saya mau naik motor sendiri tapi gak boleh, suruh boncengan” ungkap Bapak (Mahfud MD, red) kepada kami.
Sementara kelengkapan administrasi diselesaikan sambil mengejar waktu. Dekan Fakultas Hukum UGM sampai harus datang bawa stempel melegalisir ijazah di Jakarta.
Surat keterangan dari pengadilan diurus ke Semarang melalui surat kuasa. Ya, semua serba mendadak dan cepat-cepat. Pak Mahfud sama sekali tidak mempersiapkan semuanya, berita-berita tentang namanya yang santer sebagai cawapres hanya dianggap isu belaka.
Pukul 14.00 kami bersiap, bapak dan rombongan meluncur ke restoran di kawasan Menteng sedang saya ditugasi ke Tugu Proklamasi mewakili relawan Sahabat Mahfud untuk deklarasi. Singkat kata, akhirnya ada kejadian luar biasa yang menyebabkan Pak Mahfud urung jadi Cawapres.
Saya balik ke kantor naik taksi, sesampai di kantor semua sudah berada disana. Wartawan memenuhi halaman. Saya mencoba mendekat ke bapak yang sedang dikerumuni relawan baik relawan Jokowi maupun relawan lainnya. Betapa terkejutnya saya ketika orang yang sedang menyita emosi dan kesedihan jutaan masyarakat ini menyambut saya dengan candaan.
“Lho, belum selesai deklarasi kok sudah pulang hehe...”.
Hancur hati saya mendengarnya, tak terasa air mata meleleh menyaksikan ketegarannya.
“Saya mau ke Istana dipanggil Pak Jokowi, nanti balik ke sini ya”.
Keluar dari ruangan puluhan wartawan meminta keterangannya. Saya berada di samping beliau saat menyampaikan ungkapan legowo atas urungnya penunjukan itu. Bersama bang Maruarar Sirait beliau meluncur ke Istana. Saya duduk sambil membuka HP.
Waduh, dua HP saya dibanjiri ratusan WA dan inbox Facebook. Rata-rata isinya “Kok bisa begini?”, “Bagaimana mas?”, tidak sedikit juga yang ngamuk-ngamuk dan mengancam begini begitu.
Akhirnya FB saya nonaktifkan dan HP saya matikan. Pulang dari istana beliau memberi keterangan pada wartawan dan kami ngobrol sampe larut malam. Setelah para tamu pulang beliau tidur di ruang kerja dan saya tiddur di sofa ruang tamu.
Pagi hari saat sarapan kantor sudah sepi. Tersisa beliau bersama tim MMD Initiative. Kami sarapan pagi dan ngobrol tentang opini-opini di medsos yang menyayangkan batalnya penunjukan itu. Jam 11.45 Kami berangkat Shalat Jumat, Masjid sudah penuh, beliau shalat di halaman masjid berdesak-desakan dengan jamaah lain yang sudah pasti kenal dan tahu cerita semalam.
Sungguh mental yang luar biasa, saya semakin kagum dengan karakter kuatnya. Sampai di Kantor kami masih bercanda, turun dari mobil saya pura pura jadi wartawan mewawancarai, “Bagaimana pak ramalan bapak tentang Pilpres?”
“Ramalan saya yang menang yang didukung sama kamu hahahaha” sungguh tidak seperti suasana medsos yang masih penuh riuh emosi.
“Pak, bapak kundor (pulang, red) ke Jogja saja, ini wartawan masih pada datang dan pergi, nanti gak selesai-selesai masalah ini”, ungkap salah satu teman saya.
Setelah booking tiket beliau istirahat siang, saya berkali kali menemui wartawan yang datang dan pergi. Pukul 15.00 beliau sudah siap berangkat, duduk sebentar sambil minum teh.
Saya bertanya, “Banyak yang WA saya pak, nunggu sikap bapak bagaimana dalam Pilpres ini? Mereka siap mengikuti”.
Dengan tenang beliau menguraikan beberapa persoalan negara khusunya tentang hukum dan memberi kesimpulan: “Kita tidak akan berhenti, kita akan terus bikin gerakan tapi bukan gerakan politik. Tapi nanti saja setelah Pilpres supaya tidak dikait kaitkan dengan pro kontra capres cawapres. Urusan kita dengan plipres sudah selesai tapi urusan kita bernegara masih akan terus berjalan”.
Beliau beranjak masuk ke mobil menuju bandara. Alhamdulillah, kantor sudah sepi lagi, saya bisa mengetik dengan tenang. Membaca buku dengan nyaman dan satu lagi (ini yang penting) kalau minta kopi ke Mang Odon belum sampai lima menit sudah siap hahahahaha.....
Dr Nanang Priyo Utomo