Deteksi Kelelahan, Mahasiswa ITS Sabet Tiga Penghargaan di Korea
Dalam ajang Korea International Youth Olympiad - Idea, Innovation, Invention, and Intellectual Property (KIYO 4I) di Seoul, Korea Selatan, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil mengantongi satu medali perak dan dua medali perunggu untuk kategori inovasi terbaik, Minggu, 12 Agustus 2018.
Dilansir dari Organisasi Buruh Internasional, tercatat sekitar dua juta pekerja meninggal tiap tahunnya karena kecelakaan kerja. Di mana 32,8 persen di antaranya disebabkan oleh faktor kelelahan. Berangkat dari keresahan ini, tim yang terdiri dari Reza Aulia Akbar, Ragif Nova Riantama dan M Afif Purwandi menciptakan alat untuk mendeteksi kelelahan melalui denyut jantung dan kedipan mata.
Dibimbing Adithya Sudiarno, inovasi yang dinamai Fatigue Detector (Fator) dan Masinis Fatigue Detector (Maftec) ini memanfaatkan sensor ECG (Electrocardiogram, red) Arduino dalam rangkaiannya. “Untuk skemanya adalah menghitung heartrate atau denyut jantung dari para pekerja,” jelas Adithya.
Sensor yang terpasang pada alat tersebut mampu mengukur seberapa cepat jantung berdenyut. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan data dari jurnal untuk memperoleh tingkat kelelahan.
Berbeda dengan Fator yang berlomba di subkategori kesehatan, Maftec berlomba di subkategori teknik ini mendeteksi kelelahan melalui kedipan mata. “Sesuai namanya, Maftec diperuntukkan mendeteksi kelelahan masinis kereta api,” ucap dosen yang ahli bidang Manajemen Operasional ini.
Melalui image processing webcam berintensitas cahaya sebesar 16 lux, hasil hitungan kedipan mata itu kemudian dituangkan dalam Skala Kantuk Karolinska. Apabila masinis yang bersangkutan mengantuk, alat ini akan mengirim sinyal getaran kepada pusat komando kereta api.
Tak hanya kedua alat ini, terdapat satu inovasi lagi yang dibawa oleh delegasi ITS ini. “Inovasi terakhir dari kami yaitu membuat sayap pesawat komersial lebih dinamis. Sayap hasil ciptaan ini terbukti sukses menghemat biaya penerbangan sebesat dua juta rupiah,” ungkapnya.
Angka rupiah ini teruji dengan menggunakan sampel pesawat Boeing 737-900ER yang melakukan estimasi penerbangan Yogyakarta-Surabaya. Terbukti kinerja pesawat meningkat sebesar 17 hingga 23 persen.
Meski sempat terkendala komunikasi bahasa Korea saat Exhibition yang berlangsung tiga hari berturut-turut, Adith sangat mengapresiasi kinerja dari tiga mahasiswanya ini. “Masih di tahun kedua, namun mereka telah berhasil memukau juri mancanegara,” pungkasnya. (amm)