Deteksi Angin Samping Pesawat Lewat Prototype Wind Shear Detector
Soal keselamatan penerbangan di Indonesia, masih menjadi perhatian umum. Ikhtiar ke arah perbaikan memang diperlukan. Untuk itu, pemerintah melakukan kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Surabaya. Salah satunya, dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD), Rabu, 5 Desember 2018.
Dalam kegiatan itu, ITS memamerkan prototype wind shear detector, alat pendeteksi angin samping.
Berdasarkan data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada 2016, tercatat 212 peristiwa kecelakaan pesawat dalam rentang pada 2010-2016, peristiwa paling banyak terjadi tahun 2016 sebanyak 41 kecelakaan. Dari 212 peristiwa tersebut, telah diinvestigasi bahwa sebanyak 17,92% kejadian disebabkan oleh wind shear.
Ada tiga faktor penyebab terjadinya wind shear, yaitu Thunderstorm, First Gust Hazards, dan hambatan permukaan.
“Sistem dengan adanya alat wind shear, melalui ATC nanti dinformasikan bahwa kondisi wind shear seperti apa, sehingga pilot bisa memutuskan sebelumnya apakah akan terus atau menghindar dalam penerbangan, sebelum masuk pada turbulance” ungkap Kepala Badan Litbang Kemenhub, Sugihardjo.
Prototype sistem sensor wind shear ini terdiri dari gabungan beberapa sensor, yakni anemometer cup, sensor wind direction, sensor wind sonic horizontal, dan wind sonic vertical. Fungsi dari masing-masing alat tersebut, adalah anemometer cup berfungsi untuk mengetahui besar kecepatan angin.
Wind direction untuk mengetahui arah angin, wind sonic dapat digunakan untuk mengetahui arah angin bidang horizontal dan vertikal sehingga pengukuran dapat dilakukan terhadap tekanan udara dan suhu.
Kepala Peneliti Bidang Instrumentasi ITS, Melania Suweni Muntini mengatakan, dalam uji fungsional memang ada beberapa hal yang harus diperbaiki, terutama penggunaan prototype dalam kurun waktu yang lama.
“Contohnya saja kemarin, karena kita uji cobanya di bandara Trunojoyo, Sumenep, kita harus menambahkan bagaimana transmisi di sana, kemudian daya dan sebagainya,” ujar Melani.
Menurut Melani, pengujian fungsional wind share di Sumenep sampai pada hasil sensor yang dapat mendeteksi adanya angin di area bandara. Setelah itu, jika ada angin maka diakuisisi, apakah keadaan angin tersebut berpotensi menyebabkan wind shear, untuk kemudian menjadi informasi bagi pilot pesawat nantinya.
Dalam meningkatkan pengembangan prototype ini, Litbang perhubungan juga akan bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk mendapatkan rekam jejak data, sehingga informasi pada bulan apa dan dimana lokasi ada angin kencang dapat diperoleh dari BMKG.
“Dalam penelitian ini kita selalu bekerjasama dengan BMKG baik itu untuk data maupun untuk konsultasi,” pungkasnya. (amm)
Advertisement