Destilator Sampah Plastik, Solusi Atasi Limbah Plastik dari Anggota Pasukan Kuning (Habis)
Setelah bertahun-tahun bereksperimen, akhirnya, sekitar tahun 2012 lalu Muryani menemukan konfigurasi alat yang pas sesuai dengan kemauannya. Sesuai dengan namanya, Destilator Sampah Plastik ini menggunakan prinsip kerja destilasi. Prinsip kerjanya sebenarnya sederhana. Sampah plastik dimasukkan dalam wadah besi. Kemudian, sampah plastik dalam wadah besi ini, ditutup dan dipanaskan dengan menggunakan kompor berbahan bakar elpiji. Kompor yang dipakai untuk memanaskan juga kompor elpiji biasa. Orang menyebutnya kompor bros. Kompor yang biasa dipakai penjual mie ayam.
Jangan dibayangkan, saat pembakaran ada muncul asap yang pekat dan bau yang nyengat. Justru sebaliknya saat pembakaran, malah minim asap dan bau nyengat. Kata Muryani, munculnya asap biasanya disebabkan karena sampah plastik yang dipanaskan itu, masih basah atau kotor.
“Makanya, sebelum dipanaskan sebaiknya sampah plastiknya dibersihkan dan dalam kondisi kering agar tak muncul asap,” ujar dia.
Dari wadah besi itu, bercabang tiga pipa besi berbahan stainless steel. Dari pipa-pipa tersebut, cairan yang mirip dengan bahan bakar mulai mengalir. Dalam setiap 10 kg pemanasan plastik, setidaknya Muryani mengklaim bisa menghasilkan 6 liter solar, 2,5 liter bensin dan 1,5 liter minyak tanah. Sisanya berupa limbah arang plastik beratnya sekitar 1 ons. Butuh waktu antara 4-5 jam pemanasan, hingga semua plastik bisa benar menghasilkan cairan mirip bahan bakar tersebut.
Jumlah hasil cairan mirip dengan bahan bakar itu, hanya perhitungan kasar Muryani. Bisa jadi masuk akal karena berat jenis minyak lebih ringan dibandingkan dengan berat jenis air.
Tambah Penghasilan
Keberhasilan menciptakan alat pengolah limbah plastik ini, sangat disyukuri oleh Muryani. Kata dia, tujuan awal sebenarnya hanya ingin bagaimana bisa mengolah limbah plastik agar tak mencemari. Jika kemudian, malah bisa menghasilkan uang, itu yang sangat ia syukuri.
Cairan yang dihasilkan dari pengolahan limbah plastik tadi, sebagian ia gunakan sendiri, yaitu untuk operasional dua kendaraan roda tiga pengangkut sampah. Sehari-hari Muryani memang bekerja sebagai pasukan kuning di Kelurahan Wlingi, Blitar, Jawa Timur. Sebagai pasukan kuning kelurahan, Muryani mengaku tak dibayar oleh Pemkot Blitar mulai 2018 ini. Padahal tahun sebelumnya, ia masih mendapat bantuan operasional dari Pemkot Blitar sekitar Rp 850ribu per bulan.
Kini ia hanya mengandalkan retribusi yang besarnya Rp. 15ribu per kepala keluarga (KK). Namun ia menerapkan kebijakan, menggratiskan retribusi jika ada keluarga yang mau memilah sampah organik dengan anorganik. Sampah organik ia olah menjadi kompos. Sedangkan sampah anorganik ia olah menjadi bahan bakar tadi.
Kompos hasil pengolahan sampah, biasanya laris dibeli oleh warga untuk pupuk sawah. Sedangkan cairan mirip bahan bakar tadi ia gunakan sendiri.Cairan mirip bensin ia gunakan untuk bahan bakar motor roda tiga, sedangkan cairan mirip solar ia gunakan untuk mesin pencacah sampah yang bermesin diesel. Jika ada sisanya, baru ia jual ke warga.
“Alhamduillah, dari mengolah sampah saja, setidaknya saya bisa mendapat Rp 1,7 juta dari 50 (KK). Padahal KK di kelurahan ini jumlahnya lebih dari 50 KK,” kata dia.
Selain mendapatkan penghasilan dari mengolah sampah, Muryani juga mempunyai penghasilan sampingan dari order pembuatan Destilator Sampah Plastik ini. Sejak 2012 lalu hingga kini, setidaknya dia sudah menjual 26 unit Destilator Sampah Plastik ini. Per unit destilator, dibanderol harga Rp 30 juta dengan kapasitas 10 kg sampah plastik. “Semakin besar kapasitas, semakin mahal harganya,” katanya.
Untuk pembuatan Destilator Sampah Plastik ini, ia mengandalkan anak dan keponakannya sebagai pekerjanya. Dia belum berpikir untuk menjadikan Destilator Sampah Plastik ini untuk bisnis. Namun dia tetap berharap, jika temuannya ini bisa mendapatkan hak paten. Kini ia sedang dibantu Dinas Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Blitar untuk pengurusan hak patennya ini.