Desa Serambi Budaya, Upaya Melestarikan Seni Budaya Nusantara
Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, mendapat kepercayaan menjadi salah satu Desa ‘Serambil Budaya’. Di seluruh Indonesia, hanya ada enam desa yang terpilih menjadi Desa Serambi Budaya. Program ini untuk melestarikan seni dan budaya yang ada di nusantara khususnya di desa-desa yang terpilih.
Serambi Budaya merupakan program dari Dompet Dhuafa untuk melestarikan budaya nusantara. Desa Tamansuruh terpilih sebagai Serambi Budaya karena kaya dengan etnik budaya seperti Mocoan Lontar Yusuf, Budrah, Kuntulan dan juga Pencak Sumping dan seni budaya lainnya. Selain itu, secara umum, Banyuwangi memiliki destinasi budaya yang cukup banyak dengan beragam macam potensi seni.
“Budaya yang kita angkat bukan hanya dari aspek seni saja, tapi ada aspek perilaku, ada aspek tatanan sosial, ada aspek kehidupan,” jelas Direktur Budaya dakwah dan layanan Masyarakat Dompet Dhuafa, Ahmad Shon Haji.
Shon Haji menyampaikan hal ini usai meluncurkan Serambi Budaya di Balai Desa Tamansuruh, Sabtu, 12 Februari 2022. Dalam kesempatan itu, hadir Ketua DPRD Banyuwangi I Made Cahyana Negara, Choliqul Ridho, Camat Glagah, Nanik Machrufi.
Nanik Machrufi menjelaskan, tahun ini ada enam desa dipilih menjadi Serambi Budaya. Enam desa ini dipilih karena keunikan dan tradisi budayanya masing-masing. Keenam desa ini tersebar di seluruh Indonesia mulai Maluku, Sumatera barat, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, dan Banyuwangi, Jawa Timur.
Menariknya, lanjut Nanik Machruf, Desa Tamansuruh terjadi akulturasi dan perpaduan antara kalangan orang tua dan kaum milenial yang melakukan upaya untuk melestarikan dan memberikan pendidikan dan pengajaran. Pada saat yang sama kelompok milenialnya sadar bahwa tradisi terdahulu harus tetap dijaga sehingga ada perpaduan.
“Ini yang menarik Desa Tamansuruh dijadikan Desa budaya yang ada di Banyuwangi,” tegasnya.
Peluncuran Serambi Budaya ini merupakan entry point. Dompet Dhuafa akan melakukan beberapa intervensi melalui program-program lain yang berkesesuaian dengan program Dompet Dhuafa seperti program dakwah, kesehatan, pengembangan ekonomi dan lain sebagainya.
Sebab, program dari Dompet Dhuafa memiliki aspek sustainability atau keberlangsungan dengan beberapa assessment terhadap pengembangan dalam proses pendampingan tersebut.
“Setelah ini akan ada pendampingan melalui Dompet Dhuafa Jawa Timur dengan unit yang ada di Banyuwangi. Intinya bagaimana kita menjadikan kawasan ini sebagai kawasan pengembangan budaya yang diintervensi program Dompet Dhuafa lainnya,” jelas Nanik Machrufi.
Dalam acara tersebut, ditampilkan beberapa atraksi seni dari Desa Tamansuruh seperti Burdah, Mocoan Lontar Yusuf, Pencak Sumping dan Kuntulan. Burdah atau masyarakat using kebanyakan menyebutnya Berdah adalah seni pertunjukan yang berisikan seni musik, dan seni tarik suara. Di dalamnya ada pembacaan Al-Kawakib Ad Durriyah, syair yang berisi puji-pujian terhadap Nabi dan Kitab Al-Barzanji serta gendhing-gendhing Banyuwangian.
Mocoan Lontar Yusuf menjadi salah satu seni budaya pilihan para penyebar agama Islam di Banyuwangi. Lontar Yusuf juga menjadi media dakwah sekaligus bentuk akulturasi budaya Islam dengan budaya tradisional Banyuwangi. Tradisi pembacaan teks-teks naskah kisah Yusuf atau Lontar Yusuf diperkirakan dimulai pada pertengahan abad 18 atau sekira tahun 1800.
Berikutnya, Pencak Sumping. Ini merupakan atraksi seni bela diri khas masyarakat Osing yang dilakukan secara turun menurun. Khususnya di Desa Tamansuruh telah menjadi budaya tersendiri. Hampir di setiap Dusun di Desa Tamansuruh memiliki perguruan Pencak sumping. Setiap tahun, tepatnya pada 10 Dzuhijjah atau Lebaran Haji semua perguruan akan bertemu dan berkumpul dalam Ritual Adat Pencak sumping dalam rangkaian acara Bersih Desa.
Kuntulan merupakan kesenian hasil akulturasi budaya agama Islam dengan budaya asli Banyuwangi. Awalnya dilahirkan dari lingkungan Pondok Pesantren guna kelanjutan perjuangan penyebaran Islam. Selain kegiatan belajar agama Islam, para Santri juga melakukan aktivitas berkesenian yaitu menyanyikan Salawat Nabi berisi tentang puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW diiringi alat musik rebana.
Sementara itu, Ketua DPRD Banyuwangi, I Made Cahyana Negara mengaku bangga atas terpilihnya Desa Tamansuruh sebagai Desa Serambi Budaya. Menurutnya ini sebuah apresiasi bagi Banyuwangi secara umum dan Desa Tamansuruh secara khusus atas kepedulian masyarakatnya dalam melestarikan dan menjaga seni budaya.
“Ini akan menjadi semangat bagi kita semua untuk terus bersama-sama menjaga dan melestarikan seni budaya yang ada di Banyuwangi ini,” tegasnya.
I Made Cahyana Negara menambahkan, Serambi Budaya ini selaras dengan program Pemkab Banyuwangi yang baru diluncurkan yaitu Banyuwangi Rebound. Di mana ada tiga hal penting dalam Banyuwangi Rebound ini yakni penanganan pandemi, pemulihan ekonomi dan merajut harmoni.
“Ini bagian dari upaya pemulihan ekonomi dan merajut harmoni,”jelasnya.
Advertisement