New Normal, Pedagang Kacang Olehsari Banyuwangi Mulai ke Bali
Sunardi sibuk memotong dan membersihkan batang pohon kacang tanah di sebuah rumah sederhana di Dusun Krajan, Desa Olehsari, Kecamatan Glagah. Laki-laki berusia 61 tahun itu adalah satu dari ratusan warga Dusun Krajan, yang menggantungkan diri dari berjualan kacang rebus di Pulau Dewata, Bali.
"Kalau sudah bersih baru nanti direbus. Setelah itu sudah bisa dibawa ke Bali untuk dijual di sana," tutur Khairiyah, 57 tahun, istri Sunardi, Kamis 4 Juni 2020. Pagi itu dia mendampingi suaminya menyiapkan kacang rebus sebelum dijual.
Banyak sekali warga Desa Olehsari, Kecamatan Glagah yang menjadi pedagang kacang rebus keliling di Pulau Bali. Jumlahnya bahkan mencapai ratusan orang. Pagi ini adalah hari yang ditunggu-tunggu, sebab sejak merebaknya pandemi covid-19 ini, para pedagang kacang rebus keliling asal Desa Olehsari tidak bisa lagi berdagang di Pulau Bali.
Mengikuti gencarnya persiapan new normal, sejumlah pedagang kacang ini berencana kembali berkeliling lagi untuk berjualan kacang rebus di Denpasar. Meski, tak seperti lazimnya, di new normal, Sunardi harus mengantongi sejumlah dokumen agar bisa kembali berjualan.
"Suami saya sudah mulai tahun 90-an jualan kacang di Bali. Ini mau mulai jualan lagi. Tapi masih ngurus surat pengantar dari desa dan rapid test. Kebetulan kabarnya sekarang ada rapid test gratis di Pelabuhan Ketapang," ungkapnya.
Khairiyah menambahkan, biasanya, sekali berangkat ke Bali, suaminya membawa kurang lebih seribu ikat kacang rebus. Jika butiran kacang besar, satu ikat berisi 13 butir kacang. Tapi jika butirannya lebih kecil, satu ikat bisa berisi sekitar 18 butir kacang.
Beranjak siang, Sunardi tuntas mengurus surat pengantar dari desa dan Surat Keterangan Sehat dari Puskesmas."Ini mau ke Ketapang untuk ikut rapid Test. Biar bisa menyeberang ke Bali untuk berjualan lagi," bebernya.
Sebelum berangkat untuk melakukan rapid test di Pelabuhan Ketapang, Sunardi sempat menceritakan bagaimana dia berjualan kacang rebus mulai berangkat dari rumahnya hingga sampai di Kota Denpasar, Bali dan sekitarnya.
Jika berangkat bersama-sama temannya, kacang dagangan dibawa ke Pelabuhan Ketapang dengan mobil pick-up sewaan. Namun jika berangkat sendiri dia diantar anaknya. Sementara kacang rebus yang sudah dimasukkan dalam karung plastik besar dibawa dengan motor lain.
"Dari Ketapang saya naik kapal ke Gilimanuk. Selanjutnya naik angkutan umum hingga ke Denpasar. Di sana sudah ada langganan untuk tempat transit sekaligus tempat istirahat," jelasnya.
Tidak lupa, Sunardi selalu membawa cingkek, tempat untuk membawa kacang rebus saat berjualan keliling yang terbuat dari bambu. Biasanya cingkek digunakan petani untuk membawa rumput.
Sunardi mulai berkeliling menjajakan kacang rebus mulai pukul 07.00 WITA. Setiap hari dia membawa cingkek yang berisi kurang lebih 500 ikat kacang rebus. Dia kemudian berjalan berkeliling ke tempat-tempat yang ramai orang atau wisatawan.
"Kalau tujuannya tidak menentu, pokoknya saya berjalan cari tempat yang ramai orang. Kalau pas ramai, sore sudah habis. Tapi kalau pas sepi jam 9 malam belum habis," bebernya.
Namun, sesepi-sepinya pembeli di Bali, menurut Sunardi 1.000 ikat kacang rebus yang dibawanya dipastikan habis dalam tiga hari. Begitu habis, Sunardi langsung pulang ke rumahnya di Desa Olehsari. Setelah beberapa hari melepas lelah dia akan kembali berjualan ke Bali.
"Paling tiga hari atau maksimal seminggu di rumah, saya sudah berangkat jualan lagi ke Bali. Tapi kalau kacangnya sudah ada, saya istirahat dua hari langsung berangkat lagi," ungkapnya.
Sementara itu, menurut Kepala Desa Olehsari, Joko Mukhlis, ada 200 orang warga Desa Olehsari yang berdagang kacang rebus di Bali. Mereka tersebar di seluruh Bali, di antaranya Jembrana, Buleleng, Singaraja, Denpasar, dan Gianyar.
"Kacang rebus dari Olehsari ini rasanya cenderung lebih gurih. Kalau suplai kacangnya berasal dari warga Olehsari sendiri. Tapi ada juga dari desa sebelah seperti Desa Olehsari dan Desa Glagah," katanya.
Sejak awal Pandemi ini mereka praktis tidak bisa berdagang. Untuk menghidupi keluarganya, sebagian ada yang beralih menjadi pekerja bangunan. Ada juga yang tetap berdagang kacang rebus tapi hanya di sekitar Banyuwangi saja. Dari beberapa pedagang kacang sudah ada yang mendapatkan bantuan sosial dari Kementerian Sosial.
"Menjelang masa new normal ini sudah mulai ada yang akan berangkat untuk berdagang di ke Bali lagi," tutup Joko Mukhlis.