Derita Patah Hati Cak Imin Dibekap Syair Pilu Lord Didi
Aku tak sing ngalah (Saya lebih baik mengalah).
Trimo mundur timbang loro ati (Lebih baik mundur daripada sakit hati).
Tak uyako wong kowe wis lali (Walaupun saya kejar dirimu sudah lupa).
Ora bakal bali (Tidak akan kembali).
Larikan syair lagu Suket Teki (Rumput Teki) itu, didendangkan menawan oleh Didi Kempot. Kini, penyanyi campur sari spesialis patah hati itu naik daun lagi. Malam itu, para Sad Boys dan Sad Girls, para manianya meriung, beryanyi membekap hati pilu.
Ini bukan acara konser musik. Tapi, di acara Hari Lahir ke-21 Partai Kebangkitan Bangsa di Kantor DPP PKB, Jakarta, pada Kamis, 23 Juli 2019. Sepertinya, Cak Muhaimin Iskandar (Imin), Ketum PKB, sudah bergabung jadi anggota Sad Boys.
"The Lord of Patah Hati, Didi Kempot ini, idola orang-orang patah hati di Tanah Air," ujar Cak Imin saat membuka acara. Dia juga mencandai Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj. Menurutnya, Kiai Said tidak mengetahui Didi Kempot karena dinilai tidak pernah patah hati.
“Kalau enggak menikmati, berarti belum pernah patah hati," candanya lagi. Malam itu, Cak Imin terlihat menjiwai lantunan lagu Didi Kempot. Bisa jadi, malam itu dia patah hati lagi.
Pasalnya, Presiden Joko Widodo yang diundang, memilih tak datang. Padahal PKB ikut koalisi mendukung Pak Jokowi-Pak Kiai dari awal. Kok sepertinya, Pak Jokowi menghindar.
Yang menggantikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). “Saya ingin sampaikan salam dari Pak Jokowi karena berhalangan hadir,” ungkap Pak JK saat memberi sambutan.
Derita patah hati Cak Imin mungkin bisa jadi tiada akhir. Pokok soal, PKB dan Cak Imin memang banyak mau. Pertama, secara terbuka dia meminta dukungan koalisi jadi Ketua MPR.
Kini, yang ngebet kursi itu juga bejibun. Ada Partai Gerindra sudah siap siaga. Lantas Partai Golkar juga Partai Demokrat. Sebelumnya, Pak Zulkifli Hasan dari PAN juga pengen. Ramai ini rebutannya.
Kedua, Cak Imin juga meminta jatah 10 menteri dari PKB. Sebagian kalangan PKB menyoal, jatah PKB beda dengan jatah PBNU. Memang, top sekali Cak Imin ini.
Untuk nambah tekanan, Cak Imin juga ikut Klub Gondangia. Itu lho, klub para ketua partai dengan Bang Surya Paloh yang jadi semacam ketua informalnya.
Mungkin, Cak Imin tak mau gagal lagi. Tentu kita masih ingat, Februari 2018, wajah dan senyum Cak Imin menghujani kota-kota besar di Jawa. Bahkan mungkin seluruh Indonesia.
“Muhaimin Iskandar, Cawapres 2019”, tulisan itu terpampang billboard dengan latar warna hijau. Foto Cak Imin setengah badan, berbaju koko putih dan memakai peci. Juga selarik senyum simpul.
Bila dihitung, tentu butuh dana besar besar untuk kampanye luar ruang semasif itu. Untuk produksi reklamenya. Juga sewa titik iklan. Saat itu, petinggi PKB berkilah, itu inisiatif relawan saja.
Kiprah iklan Cak Imin, akhirnya dapat saingan. Tokoh muda Islam lainnya. Ketua Partai Persatuan Pembangunan, Mas Romahurmuziy. Balihonya juga dimana-mana.
Lokasinya kadang berdekatan dengan iklan Cak Imin. Iklan di tivi dan media sosial juga gencar. Kampanye ini juga sama, butuh uang banyak sekali.
Namun jalan cerita keduanya berbeda. Mas Romy, panggilan akrab Romahurmuziy, bernasib kurang beruntung. Dia harus ke bui. Dicokok KPK di Surabaya, pada Sabtu 16 Maret 2019.
Sedang Cak Imin? Kartu politiknya masih hidup. Karena suara PKB justru meningkat.
Pemilu 2014, PKB memperoleh 11.298.957 suara, sekira 9,04 persen. Sedangkan pada Pemilu 2019, ada kenaikan signifikan. PKB meraup 13.570.097 suara atau 9,69 persen.
Namun, yang menjadikan Cak Imin jadi Sad Boys tentu patah hati saat woro-woro jadi Cawapres itu. Tak mungkin, dia berani beriklan kalau tidak ada yang menyuruh. Namun Pak Jokowi akhirnya meminang Pak Kiai.
“Lungkrah rasane,” jelas Cak Imin seperti ditirukan temannya. Lungkrah berarti hilang semangat, lesu. Mungkin rasanya, mirip syair lagu Cidro (Ingkar Janji) yang juga dinyayikan Didi Kempot malam itu.
Kepiye meneh iki pancen nasibku (Bagaimana lagi, ini sudah jadi nasibku).
Kudu nandang loro koyo mengkene (Harus merasakan sakit seperti ini).
Remuk ati iki yen eling janjine (Hancur hati ini saat ingat janjinya).
Ora ngiro jebul lamis wae (Tak mengira hanya manis di bibir saja).
Ajar Edi, kolumnis “Ujar Ajar” di ngopibareng.id
Advertisement