Derita Muslim Uighur Terkait Kasus Separatis? Begini Jelasnya
Permasalah yang terjadi dan dialami suku Uighur di Provinsi Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) alias China, adalah masalah separatis dari sebagian kecil warga setempat yang menganut paham radikal.
"Warga Muslim Uighur di Xinjiang sekitar 10 juta jiwa, sebagian kecil berpaham radikal ingin merdeka, pisah dari RRT. Itu yang kami, pemerintah RRT atasi," kata Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Surabaya Gu Jingqi.
Ia mengungkapkan hal itu dalam pertemuan di PWNU Jawa Timur, didampingi Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, Rabu 26 Desember 2018 didampingi KH Fahrurrozi dan Katib Syuriah KH Safruddin Syarif. Dari jajaran PWNU Jatim, hadir antara lain, Prof Shonhadji Sholeh, M Koderi, Misbah Munir, KH Reza Ahmad Zahid, Sholeh Hayat, dan pengurus NU lainnya. Juga dihadiri aktivis PITI Jatim dan Takmir Masjid Muhammad Cheng Ho di Surabaya.
Gu Jingqi menjelaskan, mereka yang berpikiran radikal hingga melaksanakan separatisme tersebut mempunyai pedoman bahwa "perjuangan mereka benar" hingga kalaupun nyawa menjadi taruhannya tidak menjadi masalah, karena akan "masuk surga" (jihad).
"PWNU Jatim mendesak pemerintah RRT untuk segera menyelesaikan akar persoalan yang terjadi di suku Uighur Xinjiang, yang sudah menjadi isu internasional. Jika fakta yang terjadi adalah pelanggaran HAM yang disebabkan oleh motif diskriminasi terhadap sebuah ras tertentu, maka PWNU Jatim sangat menyesalkan kejadian tersebut."
.Seperti halnya mereka yang berpaham radikal di Indonesia, menurutnya, hingga menjadi ekstrimis menghalalkan berbagai cara agar 'masuk surga' (jihad). Tentunya pemerintah manapun harus mengatasi masalah tersebut, demi keutuhan persatuan negaranya.
Pada bagian lain, Konjen menjelaskan, Konstitusi RRT sangat menghormati dan melindungi umat beragama serta keberagaman warganya. Umat Islam di China bebas menjalankan ibadah. Bahkan, menurut dia, di provinsi Xinjiang yang mayoritas penduduknya beragama Islam diberi keistimewaan dalam hal pendidikan dibanding provinsi lain di China.
"Ada kebijakan bagi warga Xinjiang dalam pendidikan selama 12 tahun (hingga SMA) gratis, sementara di provinsi lain yang ditanggung gratis oleh pemerintah para pelajar hanya 9 tahun (SMP). Di China rata-rata setiap 500 orang Muslim memiliki satu masjid," kata Jinggi yang pernah bertugas di Istanbul, Turki, ini.
Konjen mengemukakan, dalam hal kerukunam umat beragama dan keragaman yang terjadi di Indonesia sangat dipuji dan diakui dunia.
”Dalam hal kerukunan dan keberagam hidup harmonis antar-warga yang berbeda agama dan suku seperti di Indonesia inilah yang menjadi inspirasi kami (RRT). Indonesia bisa, tentunya kami juga bisa," ujarnya, menegaskan.
Menurut dia, total warga Muslim di RRT sebanyak 23 juta jiwa merupakan warga minoritas, namun pemerintah RRT memperlakukan warga semua sama. Walau minoritas, mereka juga tidak dibatasi (bebas) menjalankan ibadah sesuai kepercayaan mereka.
"Bila ada yang sudah ke China dan tahu langsung kehidupan umat beragama, khususnya Muslim di China. Mereka kan bebas tidak kami larang dalam beribadah, tapi kalau ada sebagian kecil yang ekstrim dan berupaya memisahkan diri, tentunya ya kami tindak. Indonesia juga tentunya bertindak serupa bila ada sebagian kecil warganya seperti itu (separatis, radikal)," demikian Konjen Gu Jingqi.
Pernyataan Resmi PWNU Jatim
Usai pertemuan, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengeluarkan pernyataan resmi terkait Muslim Uighur Xinjiang Tiongkok. Ditandatangai KH Marzuki Mustamar dan Prof Akh Muzakki (Ketua dan Sekretaris PWNU Jaitm). Dalam pernyatan bernomor: 168/PW/Tanf/L/XII/2018 tertanggal 26 Desember 2018.
Berikut surat pernyataan tersebut selengkapnya:
Mencermati pelbagai kabar dan pemberitaan media terkait situasi dan kondisi yang menimpa kaum Muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menegaskan:
Pertama, mendesak pemerintah RRT untuk segera menyelesaikan akar persoalan yang terjadi di suku Uighur Xinjiang, yang sudah menjadi isu internasional. Jika fakta yang terjadi adalah pelanggaran HAM yang disebabkan oleh motif diskriminasi terhadap sebuah ras tertentu, maka PWNU Jatim sangat menyesalkan kejadian tersebut.
Kedua, mengecam segala bentuk dan tindak kekerasan, termasuk di dalamnya adalah perilaku menyerang pihak-pihak yang dianggap berbeda. PWNU ingin mendorong pemerintah Tiongkok bahwa kebebasan memeluk agama (Islam) dijamin konstitusi dan menjalankan peribadatan dilindungi, termasuk di Uigur.
Ketiga, Mendorong pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah diplomatis dan ikut andil dalam upaya menciptakan perdamaian di Xinjiang. Upaya ini penting dilakukan sebagai bagian dari tanggungjawab Internasional yakni turut berperan dalam usaha menciptakan perdamaian dan keamanan dunia.
Keempat, PWNU Jawa Timur meminta pemerintah RRT agar isu terorisme dan sparatisme di Uighur diselesaikan secara damai dengan cara dialog, tanpa menggunakan kekerasan. NU siap menjadi mediator atau juru damai jika diminta, dengan pendekatan Islam moderat.(adi)