Derby Manchester: Pep vs Mou, El Clasico KW 2
Ketika awal musim 2016-2017 ini Jose Mourinho dipastikan menukangi Manchester United dan Pep Guardiola berlabuh di Manchester City banyak yang berharap pertandingan Derby Manchester akan menjadi sekelas El Clasico. Ternyata, jauh dari itu, Derby Manchester adalah El Clasico KW 2 alias berada dua atau bahkan tiga level di bawah pertandingan klasik Barcelona vs Real Madrid.
Akhir pekan lalu kita disodori drama El Clasico yang menegangkan sampai detik terakhir, ketika Leonel Messi mencetak gol kemenangan di injury time dan kemudian membuat sensasi dengan melepas jersey dan memamerkannya di depan tribun suporter El Real. Aksi ini menjadi viral melebihi kemenangan penting 2-3 yang membuat persaingan juara La Liga semakin mendebarkan.
El Clasico tak pernah sepi dari drama dan sensasi. Tidak akan ada yang berani meramalkan hasil 2x45 menit. Tidak akan ada yang menduga drama apa yang bakal terjadi. Messi harus bermain dengan bibir berdarah dan tisu menutupi mulut. Sergio Ramos membuat kegilaan dengan tekling dua kaki yang mengerikan dan berujung kartu merah. Itulah secuil episode drama El Clasico yang selalu akan dikenang sampai waktu yang sangat panjang.
Jumat dinihari (28/4) kita akan menyaksikan Derby Manchester yang seharusnya menegangkan dan potensial menghasilkan drama. Dua klub bertetangga yang saling bermusuhan ini sekarang ditukangi oleh dua pelatih yang bisa disebut terbaik di dunia dengan sejarah persaingan yang tajam. Pep di City dan Mou di United mengobarkan api panas persaingan ketika masing-masing menukangi Barcelona dan Real Madrid. Keduanya saling mengalahkan. Tapi, prolog dan epilog El Clasico selalu menjadi bagian dari drama yang selalu menegangkan. Permusuhan dan kebencian di lapangan, ternyata tetap harus dipelihara di luar lapangan, terutama oleh Mou. Itulah mengapa ia menyingkirkan Iker Casillas, ikon Madrid, hanya gara-gara dia berbaik hati dengan pemain Barcelona. Bagi Mou, rivalitas melawan Barca adalah abadi, harus ada di DNA dan mengalir di darah dan kepala. Karena itu, berbaik hati di luar lapangan adalah haram.
Perseteruan pribadi kedua pelatih itu juga terlihat jelas dengan Mou memainkan peran antagonis yang sempurna; dingin, angkuh, dan berlidah tajam. Sementara Pep didapuk sebagai the good guy yang elegan dan rapi. Citra dan energi itu seharusnya bisa ditransfer ke Manchester. Derby Manchester seharusnya menegangkan karena kedua tim berselisih tipis untuk memperebutkan pemuncak. Kekalahan akan berarti bencana, dan kemenangan akan berarti kejayaan.
Sayangnya itu tidak terjadi. Agak mengherankan, keduanya sekarang berada di urutan kelima untuk Mou dan keempat untuk Pep. Keduanya tidak punya harapan lagi untuk menjadi juara, dan karenanya saling sikut untuk berebut posisi keempat supaya musim depan bisa bermain di Liga Champions Eropa. Sungguh sebuah capaian yang tak pantas disandang oleh keduanya. Tapi itulah kenyataannya. Pep tidak banyak memberi warna kepada Premier League dan Mou berjuang untuk menemukan pola permainan terbaik.
Setelah tersingkir dari Liga Champions dari anak bawang Monaco dan tereliminasi dari Piala FA oleh Arsenal, Pep tidak punya harapan lagi untuk mengisi lemari klubnya dengan tropi. Ini adalah pengalaman pertama bagi Pep. Di Barcelona ia bermandi piala, di Bayern Muenchen ia bergelimang prestasi. Tapi di Premier League Pep tidak banyak berbicara. Tentu, musim depan Pep berjanji akan menjadi lebih baik. Tapi, setiap tim pasti akan melakukan hal yang sama. Persaingan tidak pernah lebih mudah bagi siapapun di Premier League. Siapa berani menjamin Pep membawa City juara musim depan? Tidak ada.
Pep mengatakan bahwa tekanan bermain di Inggris masih di bawah level tekanan di Spanyol maupun di Jerman. Agak aneh juga dia membuat klaim ini. Kalau level tekanan di Inggris lebih rendah, seharusnya dia bisa memberi hasil yang lebih baik dibanding ketika di Spanyol dan Jerman dimana dia meraih juara pada musim pertama. Tapi itulah yang terjadi. Musim hampir berakhir, Pep belum mampu menjadikan Manchester City tim yang konsisten dan ditakuti. Target finish empat besar adalah yang paling realistis.
Mou masih lebih beruntung dibanding Pep karena sudah menyumbangkan Piala Liga untuk United. Sekarang ia menarget juara kompetisi Europa League yang memasuki semifinal. Sungguh bukan kelas Mou dan United untuk berebut juara Liga Eropa KW 2 ini. Tapi itulah kenyataannya. United harus realistis dengan targetnya. Tropi Europa Leage tetaplah tropi. Tidak peduli KW 1 atau KW 2. Tidak ada rotan akarpun jadi. Tidak ada Champions League tropi Europa League-pun bolehlah menjadi pengisi lemari koleksi.
Mou jelas lebih memilih tropi Liga Eropa yang bermanfaat ganda; menambah koleksi tropi Eropa sekaligus menjadi tiket otomatis ke Liga Champions tahun depan. Mou berhitung betul bahwa memperebutkan posisi empat besar akan berisiko ganda; posisi empat besar belum tentu di tangan sementara Liga Eropa bisa saja melayang. Karena itu Mou memberi prioritas utama kepada Europa League. Tak dipungkiri lagi jika Mou bisa memenangi Europa League maka dia akan mempersembahkan tiga hadiah untuk United yaitu dua tropi dan satu tempat di Liga Champions yang sangat penting artinya bagi klub-klub besar di Eropa.
Karena itu derby kali ini tidak bisa diharapkan akan melahirkan drama ala El Clasico. Lupakan saja! Meski hanya selisih satu poin, Mou tidak akan all out menguras tenaga untuk menang dan menyalip City. Pertandingan leg pertama semifinal melawan Celta Vigo lima hari lagi menjadi prioritas utama Mou. Karena itu dia akan memainkan banyak pemain cadangan melawan City. Krisis cedera memusingkan Mou. Musim Ibrahimovic berakhir tragis dan prematur karena cedera lutut. Selesailah petualangan Ibra di Premier League. Kalau toh ia bisa pulih pasca-operasi mungkin dia lebih memilih kompetisi yang lebih santai di MLS Amerika Serikat atau bahkan Liga Cina. Siapa tahu. Ibra pasti berpikir dua kali untuk memperpanjang kontrak dengan United, apalagi kalau United mendatangkan Antoine Griezmann dari Atletico Madrid, yang berarti Ibra tidak akan mendapatkan jaminan untuk menjadi starter reguler.
Pogba hampir pasti absen setelah cedera dalam pertandingan melawan Burnley. Cedera pemain termahal dunia itu tidak parah. Tapi, gampang diduga, Mou akan memberi kesempatan kepada Pogba untuk bisa pulih total dan memberinya waktu istirahat yang lumayan panjang supaya lebih segar melawan Vigo. Marcos Rojo masih cedera, dan dua bek tengah Chris Smalling dan Phil Jones juga masih cedera. Praktis hanya ada Eric Bailly dan Daley Blind yang tersedia. Dengan kondisi demikian mengharapkan kemenangan adalah mukjizat. Hasil terbaik adalah seri, dan kekalahan akan dimaklumi.
Hal yang sama terjadi dalam pertandingan perempat final Piala FA melawan Chelsea ketika United harus memberi prioritas kepada Europa League. United pun melepas pertandingan itu dan kalah 0-1. Keadaan yang sama sangat mungkin terjadi lagi dalam derby kali ini.
So, mau begadang nonton derby ini? Mikir! ()
*Penulis adalah anggota MUI (Manchester United Indonesia)