Depan Mahasiswa Al-Azhar, Gus Fahrur: Pegang Teguh Akidah Aswaja
Para mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, membutuhkan perhatian yang intensif agar mempunyai perhatian terhadap negerinya. Selain itu, agar mereka mempunyai kepekaan terhadap perkembangan masyarakat secara luas, termasuk adanya isu-isu global.
"Semangat mereka dalam belajar patut mendapat apresiasi. Selain pentingnya para mahasiswa dalam memanfaatkan waktu, juga bejalar di Mesir merupakan bagian dari pendadaran agar mampu memegang teguh akidah Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja)," kata Ketua PBNU Dr KH Ahmad Fahrur Rozi mengungkapkan, dalam keterangan Senin, 13 Juni 2022.
Gus Fahrur, panggilan akrab Pengasuh Pondok Pesantren An-Nuur Bululawang, Malang, mengingatkan, mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri saat ini menghadapi banyak tantangan. Adanya gejala organisasi transnasionalisme di Indonesia, bagi mereka justru menjadikan pelajaran penting.
"Alhamdulillah, para mahasiswa dan mahasiswi kita, selalu kita ingatkan agar tidak tertarik dengan paham radikal dan paham liberal. Jadi, semata-mata belajar untuk memegang teguh ajaran Akidah Aswaja.
Gus Fahrur mengungkapkan hal itu, terkait kunjungan kepada para mahasiswa Indonesia, khususnya program Beasiswa PBNU di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Acara berlangsung di Kantor Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Kairo, 10 Juni 2022.
Dalam silaturahmi yang dihadiri lebih dari 100 mahasiswa-mahasiswi tersebut, Gus Fahrur didampingi Ketua PCINU Mesir Rikza Aufarul Umam dan Rais Syuriah PCINU Mesir Muhlashon Jalaluddin.
Konferensi Fatwa Internasional di Mesir
Kunjungan Gus Fahrur, yang juga Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, dalam rangkaian undangan menghadiri Konferensi Fatwa Internasional yang diselenggarakan Majlis Darul Ifta Mesir dan dihadiri oleh para mufti dan pejabat urusan keagamaan dari 48 negara di dunia.
Dalam acara silaturahmi tersebut, sebelum pengarahan dan sambutan, diadakan Tahlil Bersama untuk KH Dimyati Rois (almaghfurlah, Mustasyar PBNU) yang wafat pada 9 Juni 2022 lalu. Selain itu, doa tahlil ditujukan untuk KH Lufhfi Thomafi (almaghfurlah, Pengasuh Pesantren Al-Hidayah Lasem, Rembang) serta bagi Taufiq Ramadlan (almarhum), mahasiswa NU yang wafat di Kairo, Mesir.
"Alhamdulillah, acara dimulai pukul 16.00 ditutup dengan makan malam, Salat Maghfrib berjamaah dan Salat Ghaib untuk ketiga tokoh tersebut," tutur Gus Fahrur.
Mahasiswa Indonesia dan Posisi Mesir
Perlu dicatat dalam keteragan Gus Fahrur, posisi dan peran penting Mesir. Tentu saja tidak lepas dari lembaga pendidikan yang sudah lama berdiri di sana yaitu Al Azhar Al-Syarif.
Menurutnya, kampus Al-Azhar telah menjadi lembaga yang paling aktif memerangi segala jenis paham beragama ekstrem di berbagai belahan dunia.
“Kami juga menegaskan penghargaan yang tinggi atas peran al-Azhar asy-Syarif di bawah kepemimpinan Syaikh yang baru, yang mulia Professor Dr Ahmed Tayeb. Al Azhar asy-Syarif telah bekerja menghadapi segala jenis ekstremisme baik di dalam maupun di luar Mesir. Al-Azhar as-Syarif telah memainkan peran penting di seluruh dunia, ” ungkap Gus Fahrur.
Peran Al-Azhar tersebut juga tidak lepas dari keberadaan Darul Ifta’ yang menjadi otoritas fatwa tertinggi di Mesir dan diakui dunia. Lembaga keagamaan seperti ini, ucap Gus Fahrur, memiliki kepercayaan tinggi dari masyarakat sehingga perannya penting dalam menangaani berbagai masalah yang dihdapi jutaan umat dengan latar belakang beraneka ragam.
Gus Fahrur menuturkan, dalam konteks Indonesia, fungsi sejenis Darul Ifta’ ada pada MUI. Keberadaan fatwa MUI dituntut mampu menjembatani perbedaan suku dan bangsa di Indonesia yang beranika ragama.
Gus Fahrur mengingatkan, setidaknya ada tujuh belas ribu pulau di Indonesia, seribu lebih suku dengan tradisi masing-masing. Indonesia menjadi negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia.
“Karena itu, otoritas fatwa yang dipercaya umat semacam Darul Ifta’ maupun MUI memiliki peran penting dalam menangani berbagai masalah umat dari latar belakang berbeda-beda,” ujarnya.
Patut dicatat penjelasan Rais Syuriah PCINU Mesir, Muhlashon Jalaluddin. Ia menekankan pentingnya PCINU membina anggotanya untuk terus mengasah keahlian di dalam memahami Risalah Al-Azhar dalam mengembangkan Washatiyah Islam.
Menurut Muhlashon, tantangan besar yang dihadapi oleh kader NU adalah maraknya gerakan ekstrem kanan dan ekstrem kiri.
Muhlashon menejelaskan, berdasarkan bank data mutakhir, jumlah anggota Nahdliyin tidak kurang dari 3000 mahasiswa dan pelajar di Mesir.
Ia pun mengingatkan pentingnya kode etik, sebagai salah satu wasilah bagi para pengurus dan senior almamater untuk menjangkau jumlah yang sedemikian besar. Kode etik adalah salah satu tolok ukur untuk meningkatkan tawâshaw bi al-haq dan tawâshaw bi al-shabr di dalam sama-sama menuntut ilmu di Mesir.