Demostran Ditembak Meriam Air, Whats Happen in Thailand Trending
Polisi menembakkan meriam air atau water canon pada para demonstran di Bangkok, Jumat 16 Oktober 2020. Kini, tanda pagar Whats Happening in Thailand trending di Twitter dan digunakan lebih dari 1,5 juta kali, pada Sabtu 17 Oktober 2020.
Pantauan Ngopibareng.id, sejumlah warganet mencuitkan tanda pagar #whatshappeninginthailand dengan menggungah berbagai foto kekerasan yang dialami pengunjukrasa di Bangkok, pada Jumat 16 Oktober 2020.
Akun @alexandria** mencuitkan empat foto suasana mencekam yang dihadapi para demonstran di Thailand. Foto-foto itu telah disukai lebih dari 1,8 ribu kali. "Sebenarnya, demonstrasi di Thailand ini jauh lebih berbahaya daripada Indonesia. Di sana yang dilawan adalah kekuasaan monarki dan militer. Sama persis dengan Indonesia 1998 silam," cuitnya diunggah dua jam lalu.
Sedangkan, warganet lain membantu dengan mencuitkan informasi tentang apa yang terjadi di Thailand. Seperti yang dicuitkan oleh akun @bbrigh**. "Ini gue bikinin thread apa yang sedang terjadi di Thailand pakai Bahasa Indonesia, biar kalian yang kurang paham jadi paham," cuitnya tiga jam lalu.
Sementara, dilansir dari Al Jazeera, aksi demonstrasi menentang kekuasaan kerajaan di Thailand diikuti sedikitnya 3000 orang. Mereka bernyanyi, berorasi meminta agar para aktivis yang ditangkap segera dibebaskan, dan menuntut Perdana Menteri Prayut Chan-o-Cha, Jumat 16 Oktober 2020.
Ratusan polisi menyerukan agar demonstran pulang, dan menembakkan carian kimia dari meriam, serta mendorong demonstran yang melindungi diri dari cairan kimia dengan payung, mundur.
Tak jauh dari lokasi itu, ratusan aktivis telah memblokir jalan dan menyerukan agar polisi "keluar", sambil menyanyikan lagu kebangsaan Thailand. Empat polisi dan satu demonstran disebut mengalami luka, menurut rumah sakit setempat. Polisi kemudian berhasil membubarkan demonstran, namun banyak yang berjanji akan kembali turun ke jalan.
Sementara, Perdana Menteri Prayuth mengatakan jika dirinya tak akan mundur, meski pengunjukrasa berjanji akan terus aksi.
Prayuth menyelenggarakan pertemuan darurat di kabinet pada Jumat pagi, setelah puluhan ribu demonstran memenuhi jalanan Bangkok pada Kamis malam, bahkan setelah pemerintah melarang aksi protes.
Prayuth mengatakan pemerintah tak akan ragu menggunakan kekuasaan mereka. "Saya tidak berhenti," katanya. "Pemerintah harus menggunakan status gawat darurat. Kami harus memproses karena situasi jadi ricuh. Situasi darurat ini berlaku 30 hari, bisa berkurang jika situasi mulai dingin," katanya.
Thailand telah menerapkan situasi darurat sejak Kamis. Status ini memberikan wewenang pada aparat untuk menangkap demonstran tanpa jaminan, dan untuk merampas "peralatan elektronik, data, dan senjata." Pesan online yang "mengancam keamanan nasional" juga dilarang.
Sebelumnya, aksi protes berlangsung sejak Juli. Mereka memprotes tak hanya diangkatnya Prayuth yang dikenal sebagai pimpinan kudeta militer di tahun 2014 menjadi perdana menteri, tetapi juga Raja Maha Vajiralongkorn. Sosok yang dianggap membuat istana dan militer mendominasi berbagai aturan di Thailand.
Raja Vajiralongkorn mengatakan, "Negara ini membutuhkan warga yang cinta terhadap negaranya dan kerajaan," dalam sebuah wawancara di televisi milik negara pada Jumat. Raja pun tak mengeluarkan pernyataan apapun pada aksi yang berlangsung selama tiga bulan, dan bertujuan mengurangi kekuasaanya.
Diketahui, sejarah politik modern Thailand diwarnai dengan banyak periode protes sipil dan puluhan kudeta militer.
Analis Bangkok Thitinan Pongsudhirak mengatakan jika gerakan protes bisa membuat Thailand kembali diambil alih militer. "Permainan untuk menentukan masa depan Thailand ini telah mendidih selama beberapa tahun terakhir, dan akhirnya sampai di sini. Pembubaran yang brutal pada demonstran bisa saja terjadi," katanya. (Alj/Twi)