Demi Mudahnya Kami Gunakan Istilah Darurat Kesehatan
Presiden Joko Widodo telah membuat keputusan. Ia tak akan lakukan kebijakan lock down maupun karantina wilayah untuk mengatasi pandemi COVID-19 alias virus Corona. Meski, pandemi ini trennya makin meluas penyebarannya.
Lalu apa yang dilakukan pemerintah? Presiden telah memutuskan untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Bila diperlukan, pilihan terakhir akan diambil jalan Darurat Sipil untuk membendung virus yang menyerang umat manusia di seluruh dunia ini.
Saya bisa memahami keputusan akhir yang diambil Presiden Jokowi tersebut. Meski keputusan itu tidak sejalan dengan aspirasi publik yang ingin segera dilakukan Lockdown maupun Karantina Wilayah untuk memutus mata rantai penularan yang lebih luas.
Mengapa demikian? Pengalaman saya saat menjadi pejabat publik, ada logika yang berbeda antara pemerintah dan rakyat. Pejabat pemerintah bersama aparat birokrasinya harus selalu melangkah dengan payung hukum.
Dulu saya suka sekali berkelakar tentang beda antara birokrat dan pengusaha. Apa itu? Karena birokrat harus melangkah atas dasar payung hukum, maka mereka hanya bekerja jika ada peraturan. Kalau tidak ada peraturan, maka tak bekerja.
Sementara pihak swasta --apalagi pengusaha-- bergerak sebaliknya. Orientasi pengusaha itu efesiensi agar untung besar. Karena itu butuh langkah cepat. Tek..tek..sret.
Kebiasaan untuk selalu melangkah cepat ini membuat mereka terbiasa mengambil jalan pintas. Dalam bekerja, mereka selalu mencari celah aturan. Bahkan, kalau perlu ''ngakali'' aturan. ha...ha...ha...
Kembali ke soal pandemi Corona. Pilihan untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar ini tentu berdasarkan payung hukum yang ada. Demikian kelak kalau memberlakukan Darurat Sipil. Untuk yang pertama, dasarnya adalah UU Nomer 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sedangkan Darurat Sipil landasanya UU Nomer 23 Tahun 1959.
Kami tak akan membahas tentang Darurat Sipil. Lebih baik fokus saja dengan UU Kekarantinaan Kesehatan. UU ini antara lain dibikin karena ada potensi kedaruratan kesehatan akibat kemajuan teknologi dan perdagangan bebas.
Dalam UU tersebut, kedaruratan kesehatan --selanjutnya kami sebut Darurat Kesehatan-- diartikan sebagai kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah dan lintas negara.
Dalam UU ini disebutkan tentang Karantia Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah, termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontimanisasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Sedangkan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyakit atau kontaminasi.
Bentuk kebijakan akibat keadaan darurat ini, bisa diselenggarakan Kekarantinaan Kesehatan. Tanggungjawab terhadap perlindungan terhadap terjadinya Darurat Kesehatan ada pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Keadaan Darurat Kesehatan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Selain menetapkan, Pemerintah Pusat juga berhak mencabut status Darurat Kesehatan suatu wilayah. Penetapaannya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah.
Ada beda tanggungjawab antara Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Dalam Karantina Wilayah ada tanggungjawab pemerintah pusat untuk mencukup kebutuhan hidup dasar orang dan makanan ternak selama masa Karantina Wilayah diberlakukan. Sedangkan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar tidak ada.
Apa pun, kini presiden Jokowi telah mengambil keputusan. Bukan Karantina Wilayah yang menjadi pilihan. Yang kita tunggu sekarang adalah Peraturan Pemerintah sebagai panduan untuk pelaksanaan teknis kebijakan tersebut.
Nah, karena istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar agak menyusahkan dalam penulisan, maka ngopibareng.id memilih menyebut Darurat Kesehatan sebagai cara mudah untuk menyebut kebijakan tersebut.
Advertisement